Camellia - 35. Kenangan buruk Brian

6 2 0
                                    

"Selamat sore, Papa. Papa apa kabar?" Gabrian menaruh satu buket bunga diatas tumpukan tanah tersebut. Camellia terkejut ketika mendengar kakak kelasnya itu menyebut "papa."

Papa? Jadi, kak Brian anak yatim? Batin gadis itu. Camellia pun ikut berjongkok di samping Brian untuk menghormati.

"Aku disini sehat-sehat sama bunda, papa ngga perlu khawatir sama hidupku dan hidup bunda. Bunda adalah orang yang hebat. Bunda bisa jadi seorang ibu dan seorang ayah untuk Brian,"

Gabrian menghela nafasnya, walaupun sudah bertahun-tahun ditinggalkan, tapi selalu tempat ini menjadi tempat menyakitkan dalam hidupnya. "Pa, papa bisa tolong bilang ke malaikat pencabut nyawa? Tolong, jangan ambil bunda dulu sampai aku bisa bahagiain bunda ya? Aku tau semua orang akan pergi, jadi aku cuma minta sampai aku bisa bahagiain bunda."

Camellia bisa lihat satu bulir air mata yang jatuh di pipi Brian. Pria tegar, pecicilan, dan selalu memamerkan ketampanannya itu kini menjadi sosok lemah. Gadis itu mengusap punggung Brian, memberikannya sedikit kekuatan.

Camellia memang tidak berada di posisi Brian, tapi ia bisa ikut merasakan kesedihannya. Sadar bahwa Brian kini tengah bersama Camellia, pria itu dengan cepat menghapus air matanya.

"Kak, kalo memang ngga kuat jangan berusaha untuk pura-pura kuat. Kalo memang lo sakit bilang sakit, kalo lo memang perlu nangis ya nangis. Laki-laki bukan berarti harus terus kuat," ucap Camellia.

Brian tersenyum, "Gue udah sering nangis kalo kesini, Li. Makanya gue kesini selalu sendiri, kalo gue sama bunda, gue ngga mau bunda juga ikutan sedih. Makasih karna udah nemenin gue,"

"Papa, aku bawa temen hari ini. Ngga pernah sih aku bawa temen, dia orang kedua yang aku bawa kesini setelah Dahlia. She's will be special people for my life." ucap Brian lagi-lagi membuat Camellia tak mengerti maksudnya.

She's will be special people? Dan, siapa Dahlia? Batin Camellia. Di dalam hatinya, gadis itu memang bertanya-tanya, tapi nyatanya ia hanya diam tak ingin bertanya banyak pada Brian.

"Li, lo bisa kenalin diri lo ke mendiang bokap gue ya?" pinta Brian menyadarkan Camellia dalam lamunannya. Camellia pun mengangguk, walaupun ia tidak kenal siapa pria yang telah pergi ini, tapi tak ada salahnya untuk mengenalkan dirinya.

"Selamat sore, Om. Kenalin, aku Mawar Camellia Garbera. Biasa dipanggil Lia. Aku adik kelas satu tingkat kak Brian. Hmm, aku memang ngga kenal om dan kita ngga pernah ketemu. Tapi, aku yakin om adalah orang yang hebat untuk kak Brian. Rest in love, Om!"

Brian tersenyum, "Makasih karna bersikap baik sekalipun dengan orang yang ngga bisa jawab ucapan lo,"

"Sama-sama,"

"Yaudah sekarang gue juga mau ngenalin lo ke orang lain," Brian bangkit diikuti oleh Camellia.

Orang lain? Siapa lagi? Keluarganya juga? Batin Camellia penasaran.

"Pa, aku pergi dulu ya. Aku bakal sering kesini nanti sama bunda," pamit Brian kemudian meninggalkan kuburan mendiang ayahnya. Seperti biasa gadis itu mengikuti Brian dibelakang, tak banyak tanya dan tetap berjalan.

Camellia kemudian menjatuhkan pandangannya pada batu nisan yang kini bertuliskan "Radahlia Anarawles."

"Hai, Dahlia. Aku bawa bunga mawar untuk kamu. Kamu kan suka banget mawar merah." Brian menaruh bucket bunga mawar yang ia beli tadi.

"Selama dua tahun aku berusaha untuk lupain kamu, tapi aku ngga pernah bisa. Aku sadar, kamu ada bukan untuk dilupain, karna kamu ada untuk dikenang." lirih Brian. Camellia semakin penasaran siapa gadis yang telah pergi ini.

"Kak, ini.. siapa lo?" tanya Camellia dengan hati-hati.

"Pacar yang sekarang udah jadi mantan,"

Mendengar hal itu membuat Camellia lagi-lagi terkejut. Pria ini banyak kehilangan seseorang berharga di dalam hidupnya.

TRINGG! TRINGG!

Ponsel Camellia berbunyi, "Kak aku angkat telfon dulu ya!" setelah mendapat izin dari Brian, gadis itu kemudian menjauh dari area tempatnya berdiri.

"Hallo, Del?"
'Li, lo belanja di supermarket Dubai atau di Timor Leste, sih? Lama banget. Lo ngga kenapa-napa kan?'
"Gue ngga papa. Maaf, gue kayanya pulang telat deh. Nanti gue ceritain,"
'Tap—'

PIPPP!

Camellia segera memutuskan sambungan telfonnya kemudian kembali ke tempat Brian. "Udah, kak?" tanya gadis itu saat melihat Brian sudah berdiri.

"Iya, udah. Lo buru-buru ya? Maaf—"
"Ngga papa, ngga buru-buru kok. Oh ya, gue mau dikenalin sama siapa lagi ya?" canda Camellia.

Brian tampak tertawa. "HAHAHA, udah engga kok. Lo mau ke taman kota ngga? Refreshing aja,"

Camellia tampak berpikir kemudian mengangguk. "Boleh, selama di Jakarta gue belum dapet ke taman kota."

Brian tampak senang, waktunya bersama Camellia jadi lebih lama. "YEAY! Ayo!"

....

"Nih minum dulu!" Brian memberikan minuman saat mereka sudah sampai di taman kota. Camellia pun menerimanya.

"Makasih,"

"Li, makasih ya lo mau nemenin gue ke pemakaman. Maaf, gue jadi sita waktu lo," cicit Brian.

"Ngga masalah, kak. Lagian gue juga yang mau diajak lo."

"Gue tau lo daritadi pasti penasaran, sebenarnya lo pengen tanya banyak hal ke gue. Tapi, lo cuma diem." tebak Brian benar.

"Memang. Gue diem bukan berarti gue cuek atau ngga peduli. Cuma, ada saatnya kita berada disamping seseorang, mengatakan bahwa semuanya baik-baik aja tanpa ingin tau apa masalahnya."

Brian lagi-lagi speechless. "Lo ngga pernah gagal untuk selalu buat gue kagum. Sekarang, terserah lo mau tanya apa. Sekalipun privasi gue,"

Camellia sedikit tercengang, kemudian dengan ragu ia mulai bertanya. "Maaf, tapi bokap lo sejak kapan meninggal?"

"Sejak gue masih kecil. Papa meninggal karna kecelakaan pesawat saat balik dari Dubai karna urusan bisnis. Walaupun udah bertahun-tahun berlalu, tapi kejadian ini masih terasa kemarin."

Camellia kemudian diam dan menepuk bahu pria itu. "Li, lo tau ngga alasan kenapa gue pengen manggil lo Mawar sedangkan orang-orang manggil lo Lia?"

"Waktu itu lo bilang karna pengen beda dari yang lain. Tapi, ujung-ujungnya lo tetep panggil gue Lia."

Brian mengangguk, ia memang tetap memanggil Lia. "Bukan itu alasan sebenarnya. Gue pengen panggil lo Mawar ya karna panggilan "Lia" itu mengingatkan gue sama seseorang. Seseorang yang ngga akan pernah kembali. Makam perempuan yang lo lihat dipanggil Lia juga, gue ngga mau panggilan itu mengingatkan gue dengan masa lalu."

"Radahlia Anarawles?"

"Tapi, gue sadar gue ngga bisa menghindari masa lalu yang pernah hadir di hidup gue. Sekarang, gue ngga berusaha untuk lupain Dahlia." jelas Brian dengan tenang.

"Dahlia meninggal karna apa, kak?"
"Dahlia meninggal dua tahun lalu karna kecelakaan taksi. Supir dan Dahlia meninggal ditempat."

Camellia menggengam tangan kakak kelasnya itu, bagai tersengat listrik, pria itu terkejut. "Pasti berat buat lo harus kehilangan pacar saat itu. Kadang semakin kita berusaha untuk melupakan, justru semakin sulit untuk dilupakan. Orang yang ditinggalkan harus tetap menjalani hidup, kak. Kenangan buruk itu memang akan selalu ada, tapi bukan berarti hidup kita harus berhenti."

My CamelliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang