"Kak El.."
"Apa sayang? Kamu perlu apa?" Gabriel melihat adiknya masuk ke dalam kamarnya.
"Sebelum keberangkatanku, aku boleh tidur di kamar kakak ngga?" tanya Camellia membuat Gabriel kebingungan. Semanja-manja adik kecilnya itu, tak pernah ia tidur di kamarnya.
"Boleh lah, tapi kenapa? Dulu aja kak El numpang tidur di kamarmu, kamu selalu ngusir. Katanya kak El kalo tidur ngga bisa diem, trus suka ambil bantal kamu."
Camellia tertawa kecil, "Ngga papa, aku bakal kangen kakak aja." gadis itu kemudian merebahkan tubuhnya di samping kakaknya.
"Perasaan waktu kakak rencana kuliah di Perth, kamu ngga gini-gini amat deh," gumam Gabriel lagi.
"Kak, hubungan kakak sama kak Indira gimana? Baik-baik aja kan?"
"So far, setahun jalan semuanya baik-baik aja. Dia juga nitip salam ke kamu, selamat katanya keterima di Universitas terkenal. Dia belum bisa balik ke Jakarta,"
"Semoga hubungan kalian baik-baik aja, ya."
Tak lama terdengar suara isakan yang membuat Gabriel segera menoleh ke adiknya, pria itu jelas terkejut melihat adiknya menangis. "Lia? Kamu kenapa? Kok nangis sih?"
Camellia kemudian memeluk kakaknya, "Sebentar aja, kak. Jangan tanya apa-apa dulu," Gabriel pun mengerti dan membiarkan adiknya menangis dalam beberapa menit untuk menghilangkan perasaan yang mungkin menyakiti adiknya.
Setelah dirasa tenang, Gabriel menghapus air mata adiknya. "Ada sesuatu yang menganggu kamu belakangan ini ya? Kak El lihat kamu agak lesu, dan jarang keluar kamar. Apa karna keberangkatanmu ke luar negeri sebentar lagi?"
"Tentang kak Brian,"
"Brian? Kenapa? Dia sakitin kamu? Wah, ngga bener itu anak, besok kakak ada rencana mau hang-out bareng temen-temen lama. Kakak ajak duel mah itu si Brian,"
"Bukan. Kak Brian ngga pernah nyakitin aku, bahkan sedikit pun. Dia alasan aku bisa tersenyum, bahagia, senang, nyaman, dan dia alasan aku untuk terus semangat jalanin hidup tanpa rasa takut." saat menceritakan itu Gabriel bisa lihat wajah berbinar adiknya. Yang menandakan bahwa memang Gabrian lah yang menjadi sumber kebahagiaan adiknya.
Gabriel bersyukur akan hal itu, ia tau sahabatnya tak mungkin menyakiti adiknya, ia juga tau sahabatnya itu adalah pria yang bertanggung jawab. Walaupun Gabriel harus melanjutkan studi di negeri orang, tetapi Brian selalu berkomunikasi dengannya tentang hubungannya dengan adiknya.
"Terus? Kalo gitu, kenapa tentang Brian?"
"Bunda ngingetin aku soal perbedaan aku dengan Brian. Bunda memang bener, semakin hari perasaan ini semakin besar, dan nantinya akan semakin susah untuk dilepaskan. Aku bingung, bukan bingung. Tapi, aku ngga bisa melepaskan Brian. Tapi, keadaan seakan memaksa aku untuk melepaskan dia." lirih Camellia.
"Setelah apa yang Brian lakuin untuk aku, dia ubah hidup aku yang awalnya selalu ada ketakutan." sambung gadis itu menahan tangisnya.
Gabriel sudah tau permasalahan itu. Kedua orang tuanya memang menentang Camellia untuk menjalin hubungan dengan berbeda keyakinan. Mereka tidak ingin anaknya meninggalkan Tuhan mereka. "Kenapa kamu ngga coba bilang sama bunda baik-baik?"
"Ngga, kak. Apa yang bunda bilang semuanya bener, aku.. aku juga ngga mau ninggalin Tuhan-Ku."
***
"GILLAA!! Lo kapan ke Jakartanya bro?" Gavin dan Gerald antusias ketika melihat Gabriel berada di Jakarta. Maklum, yang biasanya bertemu setiap hari kini setahun sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Camellia
Romance"Kamu Astungkara, aku Amin. Kamu Pura, aku Gereja. Kamu Weda, aku Injil. Bisakah aku menyempurnakan semuanya tanpa ada lagi perbedaan diantara kita walaupun aku tau itu tak mungkin?" "Apa aku bisa menjadikan dirimu milikku, meski aku tau dunia tak...