Concentrated

8.3K 800 482
                                        

Maaf atas segala keegoisanku, meninggalkanmu tanpa rasa iba, lupakan saja semuanya, lupakan pria payah sepertiku.

Pada akhirnya, aku tidak bisa menjanjikan apa–apa padamu.

Pada akhirnya, aku tidak bisa menjanjikan apa–apa padamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

————————————

Malam semakin larut, suara rintikan hujan mulai terdengar dari luar, hujan kembali jatuh, menemani pekatnya malam. Ah Ola benci hujan, apalagi malam–malam.

Ola menatap ke depan setelah mie di mangkunya habis tak tersisa. Ola pikir Rafa akan pergi setelah mie di mangkuknya habis, tapi di luar dugaan, pria itu malah duduk sambil menyilangkan tangannya di dada, matanya tidak lepas dari wajah Ola.

Tunggu dulu, Rafa beneran menunggu Ola?

“Udah?” Rafa bertanya dengan ekpresi datar.

“Kamu nungguin aku?” Bukannya menjawab Ola malah balik bertanya, membuat Rafa menghela napas sebentar.

“Memang siapa lagi?”

Hati Ola mencolos, “Kamu kenapa jadi gak jelas gini sih?” Sungguh ia belum terbiasa jika Rafa mendadak berubah perhatian. Rasanya aneh saja.

“Jangan kebanyakan mikir, ayo masuk dalam kamar, shalat tahajut, aku yang imamin.” Rafa berdiri, lalu berjalan mengitari meja makan, sekarang ia sudah berdiri tepat di samping Ola, mengulurkan tangannya.

Lagi dan lagi, entah untuk keberapa kalinya, Ola di buat takjub akan tingkah Rafa malam ini, jika begini terus, bisa–bisa nanti dia oleng ke Rafa. Kan, bahaya.

“Aku bisa jalan sendiri, gak usah lebay,” protes Ola saat Rafa hendak meraih tangannya.

“Oh ... Baiklah.” Ola pikir Rafa akan bersikeras ingin membantunya, tapi itu semua hanya terjadi dalam mimpi.

Lihatlah sekarang, setelah mengatakan menunggu dan membantu Ola, pria itu malah berjalan tanpa mengubris apa pun lagi, meninggalkannya sendiri, Ola hanya bengong menatap punggung Rafa yang kian menjauh.

Pria itu kenapa sih?

Saat hendak bangkit, mata Ola kembali menatap mangkok kotor yang berada di atas meja, astaga sial sekali malam–malam harus nyuci piring, mana Rafa sudah masuk.

Menghela napas, akhirnya Ola memilih mencuci mangkok kotor itu lebih dahulu, ia tidak mau jika uminya nanti marah–marah besok pagi.

Sekarang, demi umi, untuk umi, Ola akan menjadi apa yang umi minta,  sekali pun hidup bersama Rafa selamanya, meski Ola sadar, itu semua tidak akan terjadi, kecuali keajaiban dari Tuhan.

Ola tersenyum bangga saat melihat semuanya sudah beres, tak mau mengurung waktu lagi, Ola langsung berjalan menuju kamar, sekilas ia melirik jam dinding yang mengantung tak jauh dari pintu kamarnya, jarum jam itu mengarah pada angka empat pas, masih ada waktu untuk melaksanakan shalat malam.

I'm With Rafa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang