Complicated

8.7K 875 109
                                        

[Jangan lupa putar lagu di mulmed ya, biar makin mendalam:)]

Jangan risaukan aku,
pergilah jika itu bisa
melegakan hatimu.


Ola terbangun saat azan subuh berkumandang. Matanya mengerjap berulang kali. Malam ini sepertinya ia tidur dengan nyaman, buktinya tubuhnya tidak pegal–pegal seperti malam–malam sebelumnya. Meski sofa di kamar ini tidak terlalu kecil dan sempit, tetapi tetap saja ia tidak bebas bergerak secara leluasa. Ola segera bangun, ia duduk, tampaknya Ola belum sadar bahwa semalam ia tidak tertidur di sofa melainkan di atas kasur. Dan beberapa menit kemudian barulah dia menyadari bahwa subuh ini terasa aneh, ralat, lebih tepatnya nyaman. Ola langsung menoleh ke kanan dan ke kiri. Matanya melotot sempurna, siapa yang memindahnya ke sini? Dengan gerakan cepat ia menatap ke lantai, tidak ada lagi sajadah di sana. Mukena yang semalam ia pakai pun tidak ada lagi. Ola menepis segala bayangan aneh–aneh, tidak mungkin makhluk halus kan? Gadis itu berngedik ngeri.

Dengan setengah menguap ia berjalan gontai, langkah Ola terhenti, saat netranya menangkap sosok yang sangat ia kenali sedang tidur di atas sofa.

Dengan langkah pelan ia berjalan mendekati sofa.

Rafa? Kapan pria itu pulang?

Apa jangan–jangan Rafa yang memidahkan dirinya ke kasur? What? Mustahil!

Tapi jika ia bagaimana?

Tanpa sadar, Ola mengamati wajah Rafa dengan lekat. Wajah yang sialnya lebih tampan ketimbang dalam keadaan terbagun. Seumur hidup, Ola belum pernah menyukai laki–laki mana pun, tidak di pesantren, tidak di sekolah. Dan sekarang tiba–tiba takdir membawanya ke sini, Jakarta. Hidup bersama laki–laki yang baru ia kenali bahkan belum sampai sebulan.

Ola masih belum mengerti, kenapa takdir cintanya begitu menyedihkan. Kenapa harus dia yang mengalami semua ini?

Sekarang Ola paham kenapa uminya dulu mengatakan jangan pacaran dan menyukai lelaki mana pun. Tenyata itu semua karena ia sudah mempunyai suami—bahkan sejak  masih kecil.

"La, umi izinin kamu sekolah di luar, dengan syarat kamu harus serius belajar, tidak main–main. Jangan sesekali lepas ciput dan handsock saat di luar pesantren, harus pandai menjaga diri, jangan bergaul dengan lawan jenis, dan yang paling penting jangan pacaran dan menyukai lelaki mana pun."

Dan dari sekian banyaknya lelaki di bumi ini, kenapa harus Rafa? Kenapa Allah memilih Rafa sebagai jodohnya?

Pertanyaan–pertanyaan itu Ola biarkan tersimpan di lubuk hatinnya, mendekam tanpa menemukan jawaban. Mungkin bukan sekarang. Mungkin berpuluh–puluh tahun kemudian baru ia akan menemukan jawabannya.

Dan lagi, Ola masih memandangi wajah damai Rafa, lelaki itu terlihat tenang, deru napasnya beraturan. Rafa sudah halal untuknya, jadi tidak apa–apa kan ia menikmati wajah suaminya sendiri?

Seketika Ola memukul kepalanya sendiri. "Bego! Ngapain pandang–pandang wajah memuakkan si curut!" desis Ola tidak santai.

Karena tidak ingin membuang waktu lagi, Ola lebih memilih menuju kamar mandi. Namun, baru saja beberapa langkah, ia kembali menoleh ke belakang, menatap Rafa yang masih tidur. "Bagunin gak ya?" Ola bergumam. Ia menatap jam dinding, sudah pukul 5 lebih, jika tidak di bangunin, maka kemungkinan Rafa akan melewatkan salat subuh. Tidak bisa, sebenci apa pun ia pada Rafa, ia harus tetap membangunkan lelaki itu.

Sedikit ragu, dengan pelan ia menyentuh tangan Rafa, mengoyangkan dengan pelan. " Woi curut bangun! Udah subuh," desis Ola. Tidak ada respon, membuat Ola kesal sendiri.

Menghela napas, tidak pantang menyerah, kali ini Ola menepuk pipi Rafa pelan. "Hei curut, bangun! Jangan bikin aku emosi ya."

Namun, bukannya terbangun, Rafa malah menarik Ola kedalam pelukannya, membuat gadis itu hampir memekik karena terlalu kaget. Rafa semakin mengeratkan pelukannya, membuat Ola kesusahan untuk memberontak."Aku mencintaimu, Kyelin, tolong jangan menyerah, kita berjuang bersama." Rafa berguman lirih, sangat lirih, tapi Ola masih bisa mendengar dengan jelas. Rafa semakin erat memeluk Ola, seakan–akan ia seperti tengah memeluk Kyelin di alam mimpi. Dan Ola tidak menghindar sama sekali. Kali ini ia menerima pelukan dari Rafa dengan perasaan campur aduk. Tidak! Dia tidak terluka! Sama sekali tidak!

Ola tidak mencintai Rafa, seharusnya hatinya tidak masalah jika Rafa bersama perempuan lain, menyebut nama perempuan yang di cintainya, seharusnya Ola biasa saja. Karena dari awal, dia dan Rafa bukan siapa–siapa. Tidak masalah, jika suatu hari nanti Rafa berjuang dengan perempuan lain. Bukan dirinya. Ya, tidak masalah, memang seharusnya begitu bukan?

Tetapi sekarang kenapa ia merasa tidak terima? Bukan, lebih tepatnya, ia tidak terima jika pernikahannya di permainkan.

——————————————

Aceh, 11 Mei 2020

Ola bukan perempuan cengeng, jadi kamu tidak akan menemukan adegan Ola menangis, setidaknya untuk sekarang:)

Oke, konflik di mulai ya:)

Oke, konflik di mulai ya:)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





I'm With Rafa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang