Let's live each other, so that we can be
free without feeling burdened.
Rafa mengerang pelan ketika merasakan gerakan dari samping, seperti seseorang yang hendak ingin pergi. Dengan mata yang masih tertutup, tangannya meraba–raba ke arah samping. Rafa mengernyit sembari membuka matanya dengan perlahan saat merasakan tidak ada siapa–siapa. Tidak ada Ola. Ngomong–ngomong, semenjak pindah ke apartemen Rafa dan Ola memang tidur seranjang, bukan apa–apa, di kamar ini, tidak ada sofa yang ukurannya luas. Rafa mana mungkin membiarkan Ola tidur di tempat sempit, ia masih punya hati nurani. Lagipula, ranjang ini cukup luas dan besar, sehingga di tengah–tengah bisa di letakkan bantal guling, sebagai pemisah jarak mereka, ribet emang.
Dengan mata yang masih mengantuk, Rafa bangkit dan duduk sambil menyandar di kepala ranjang. Lelaki itu melirik jam yang mengantung di dinding, jarum itu menunjuk pada angka enam. Sesudah salat subuh tadi, ia memang tertidur kembali, meski tau tidur sesudah subuh tidak baik.
Dengan kebingungan, Rafa menatap sekeliling kamar, tidak ada siapa–siapa. Mungkin gadis itu sedang berada di kamar mandi.
Suasana pagi ini sangatlah berbeda dari pagi–pagi sebelumnya, kali ini, semuanya tampak lebih mencekam. Menghela napas, Rafa berjalan ke arah balkon, menyibak tirai, sehingga cahaya matahari langsung menembus ruang kamarnya. Lalu Rafa membuka pintu kaca, ia dapat merasakan suasana pagi yang menenangkan saat berada di luar. Udara yang begitu segar.
Rafa kembali masuk, pagi ini, ia tidak punya banyak waktu untuk bersantai. Hari ini maskapai sedang sibuk–sibuknya. Mengusap rambut, Rafa berjalan ke arah kamar mandi, tidak lupa juga mengambil handuk. Lelaki itu menunngu di depan pintu dalam diam, tanpa berniat menyuruh Ola agar sedikit lebih cepat. Beberapa menit kemudian, Ola masih belum selesai, Rafa kembali melirik jam yang mengantung di sana, waktunya tidak banyak lagi. "Jangan lama, waktuku tidak banyak." Akhirnya Rafa bersuara, setelah itu, ia kembali menunggu dengan sabar. Di dalam sana, Ola tidak menyahut sama sekali, Rafa seperti orang bego yang berbicara sendiri.
Lima menit kemudian, pintu kamar mandi terbuka, menampilkan Ola dengan tatapan datarnya, aura mata itu masih sama seperti tadi malam. Rafa tidak bisa membohongi dirinya, bahwa ia merasa tidak nyaman saat Ola menatapnya seperti itu.
Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Rafa masuk. Mengabaikan kehadiran Ola. Sepertinya, lebih baik begini.
Dalam diam Ola melangkah menuju lemari, membuka dan mengamati satu persatu pakaian dirinya. "Di sini kamu bebas, La. Tidak ada siapa pun yang berhak melarang, Abiya dan Umi tidak akan tahu." Ola bergumam sendiri. Setelahnya, tanpa keraguan lagi ia mengambil celana jeans dengan atasan rajut berwarna denim juga pashmina bewarna hitam.
Di depan cermin, Ola mengamati penampilannya yang sangatlah berbeda seperti hari–hari sebelumnya. Ola menutup matanya, lalu dengan perlahan ia mengitip penampilannya di depan cermin dengan sebelah mata."Wow, selera yang bagus."
Dengan langkah pelan, Ola pergi ke dapur, ia terdiam mengamati dapur yang masih rapi tanpa tersentuh siapa pun. Di meja makan, dua mangkuk mie instan masih terletak seperti semula, terlihat mie yang mengembang dan dingin. Juga jus buah naga yang warnanya sudah memucat.
"Oke, fine! Aku tahu sikapku salah, kau boleh marah, mengupatku sesuka hatimu. Dan aku benar–benar minta maaf, jika kau tidak butuh maafku, terserah! Aku tidak peduli! Jangan harap aku akan memohon, ingat, semua tentangmu tidak penting bagiku!"
"Bagus, mulai sekarang, mari bersikap bodo amat. Jangan mencampuri hidup satu sama lain, mari menjadi orang asing!"
"Fine!"
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm With Rafa [END]
Romance#Rank 1 in Pilot (19 Juli 2021) #Rank 4 in Romance (2 Agustus 2021) #Rank 6 in Spiritual (2 Agustus 2021) #Rank 6 in Sad (10 Agustus 2021) #Rank 6 in Angst (10 Agustus 2021) Bagaimana rasanya jika orangtuamu diam-diam menikahkan kamu saat umurmu mas...
![I'm With Rafa [END]](https://img.wattpad.com/cover/218606870-64-k587629.jpg)