#Rank 1 in Pilot (19 Juli 2021)
#Rank 4 in Romance (2 Agustus 2021)
#Rank 6 in Spiritual (2 Agustus 2021)
#Rank 6 in Sad (10 Agustus 2021)
#Rank 6 in Angst (10 Agustus 2021)
Bagaimana rasanya jika orangtuamu diam-diam menikahkan kamu saat umurmu mas...
Aku ingin menyentuh hatimu, membuatmu percaya bahwa aku akan selalu ada, namun, kau menolaknya, dengan angkuhnya kau menutup mata, tidak percaya, padahal belum mencoba.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
-----------
Setiap sudut ruangan rumah ini, hanya di nominasi warna biru langit, foto-foto keluarga cemara, dan semuanya terlihat begitu mengagumkan. Dengan gejolak batin yang tidak menentu, Rafa berjalan lurus ke depan, mencoba mengabaikan pikiran buruk yang terus saja menari-nari di kepalanya, Rafa berjalan dengan langkah pelan, menuju ruang kerja ayahnya, tanpa berniat menganti seragam pilot kebangganya terlebih dahulu. Perkataan Fara tadi sungguh sangat membingungkan, keluardenganselamat? Memang nanti apa yang akan terjadi pada? Adiknya memang ada-ada saja.
Saat sampai tepat di depan pintu, dengan pelan, Rafa mengetuk pintu dan membukanya, tidak lupa ia memberi salam, Rafa dapat mendengar suara sahutan ayahnya dari dalam, terdengar berat dan dingin. Sebelumnya Rafa tidak pernah melihat ayahnya seperti ini, suara dan tatapan itu seperti mencekam. Sangat berbeda seperti hari-hari sebelumnya.
"Kata Fara, Ayah mau ketemu aku?" tanya Rafa ragu, terlihat Farhan yang masih sibuk dengan berkas-berkas yang ada di meja. Rafa masih berdiri tidak jauh dari Farhan, ia mengamati apa yang di lakukan ayahnya dalam diam.
Tanpa menoleh, Farhan mengangguk, "Iya, duduk," perintah Farhan dingin. Lelaki itu seperti sedang berbicara dengan orang asing, padahal jelas orang yang ada di hadapanya sekarang adalah anak kandung sendiri.
Rafa semakin tidak paham kala melihat sikap ayahnya yang benar-benar sangat jauh berbeda, tanpa menolak, dengan patuh Rafa duduk, tepat di depan Farhan. Yang terjadi kemudian ialah mereka sama-sama membisu, Farhan sibuk dengan berkas penting, sedang Rafa terdiam, menanti ayahnya berbicara duluan. Dan jangan lupakan suasana batin Rafa yang semakin tidak mengerti.
Lima menit kemudian akhirnya Farhan membereskan berkas-berkas yang ada di hadapannya, menggeser laptop sedikit ke samping agar tangannya bisa bebas bergerak secara leluasa di atas meja.
Farhan mengetuk-ngetuk meja dengan pelan, sebanyak tiga kali. Mendongak, ia menatap mata putra kebanggaanya dalam, mencoba mencari sesuatu di sana, dan benar saja, gurat rasa lelah terpancar di mata Rafa.
"Dulu ... Saat memutuskan menjadi pilot, apa kamu punya alasan lain selain cita-cita?" tanya Farhan, suaranya masih sama seperti tadi, dingin dan menusuk, "Jawablah dengan benar karena Ayah sama sekali tidak pernah mengajarimu untuk berbohong,"lanjut Farhan lagi.
Terdiam, Rafa mencerna pertanyaan ayahnya, pernyataan yang seakan menyudutkannya, "Ti-dak ada," jawab Rafa pelan, ia tidak menunduk, matanya sibuk menatap ke arah lain, namun, bukan menatap Farhan, dia tidak seberani itu sekarang, karena ayahnya seperti asing, tidak ada lagi aura hangat di sana.
Dengan tenang, Farhan menyandar di kursi, "Kamu menjawab dengan ragu, tidak ada keyakinan sama sekali, baiklah, jika tidak mau menjawab dengan jujur sekarang. Ayah akan memberimu waktu, berpikirlah dulu dengan jernih." Farhan berujar pelan, tidak ada nada marah, masih tenang. Namun, percayalah, jika sudah seperti ini, Rafa tidak bisa menganggap semuanya masih baik-baik saja. Ada sesuatu yang terjadi, dan sialnya Rafa tidak tahu sesuatu itu apa.