Jangan seolah-olah kamulah yang paling menderita, karena nyatanya, di sini kita sama-sama tidak terima. Ingat, bukan hanya kamu.
INI GILA! BENAR-BENAR GILA!
Mana mungkin dia sudah punya suami? Terlalu tidak masuk akal.
Gadis itu menghentakkan kedua kakinya dengan kasar, menyebalkan, sungguh! Dia tidak terima! Dan tidak percaya!
Perkataan Abiyanya tadi pagi masih tergiang di ingatannya sampai sekarang, tentang seorang pria yang sudah menjadi suaminya. Ah bahkan dia tidak sudi menyebut pria itu sebagai suami. Ya Tuhan, kenapa harus dia? Bahkan menikah bukan salah satu list impiannya untuk sekarang. Masih banyak mimpi yang belum ia raih. Dia masih belum sanggup, karena nanti, tanggung-jawabnya akan lebih besar. Dan sungguh dia bukanlah seseorang yang bisa di andalkan-ia masih ingin bebas.
Ola menatap sinis ke arah ponsel yang masih saja berdering sedari tadi, panggilan masuk itu ternyata masih belum menyerah. Tidak hanya panggilan saja, puluhan pesan pun masuk, dari orang yang berbeda.
Abiya
Pulang, jangan kayak anak kecil.
Abiya tunggu di pesantren.
Kak Nanda
Pulang, La. Jangan buat kakak khawatir. (75+)
Tanpa membalas, Ola langsung mematikan ponselnya. Sekarang tujuaan hanya satu, menghilang untuk beberapa jam, lagian Ola yakin, mereka pasti tidak mau menunggu terlalu lama.
Dengan hati yang masih dongkol, tidak terima. Dia berjalan ke arah parkiran, mengambil sepeda kesayangannya.
Jika mereka bisa seenak jidat mengatur hidupnya, maka Ola akan lebih keras melawan.
"Ola.... Tunguin....!"
"Tungguin, La!"
"Ola....!"
Mendengar teriakan nyaring itu, sontak Ola berhenti, membalikkan tubuhnya dengan malas. Dia menatap datar kedua temannya.
"Apa? "
"La, kamu gak lupa sesuatu kan?" Jihan bertanya penuh selidik.
"GAK!"
"Yakin? " Tajura memajukan tubuhnya, menatap Ola dari atas sampai bawah.
"Apaan sih?"
Tanpa aba-aba Tajura langsung meraih tas Ola, membuka dan mengambil sesuatu di dalamnya.
"Lain kali kalo pulang gak usah buru-buru, nih kamu sampai kelupaan pake ciput sama handsock." Tajura menyodorkan kedua benda itu, membuat Ola menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal.
"Hampir saja." Ola menepuk jidatnya."Makasih ya."Lanjutnya lagi. Ah, betapa beruntungnya dia memiliki teman-teman yang sejalan.
Ya, memang beginilah Ola, seperti yang pernah orang-orang Katakan-Bukan perempuan baik-baik-Dalam artian susah di atur.
Jika orang-orang memandang sebelah mata kearahnya, sungguh Ola tidak peduli. Dia lebih memilih mentup mata, menebalkan telinga.
Menjadi anak dari pimpinan pesantren, tentu sangat menyulitkan bagi kehidupan Ola, karena dia lebih senang melanggar dari pada menuruti aturan-aturan yang sungguh sangat menyulitkan hidupnya. Seperti sekarang, jika dia berangkat ke sekolah dari pesantren, maka dia akan terlihat seperti perempuan kalem, namun tidak di sekolah, Ola dengan segala keajaibannya akan melanggar semua peraturan itu. Melepas ciput dan handsock misalnya. Setelah pulang, maka dia akan memakainya kembali. Jika ada yang mengadu pada Abiya dan Uminya, ah tenang, itu bukan masalah besar. Ola sudah kebal, pantang baginya untuk lari dari masalah, berani berbuat, berani bertanggung-jawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm With Rafa [END]
Romance#Rank 1 in Pilot (19 Juli 2021) #Rank 4 in Romance (2 Agustus 2021) #Rank 6 in Spiritual (2 Agustus 2021) #Rank 6 in Sad (10 Agustus 2021) #Rank 6 in Angst (10 Agustus 2021) Bagaimana rasanya jika orangtuamu diam-diam menikahkan kamu saat umurmu mas...
![I'm With Rafa [END]](https://img.wattpad.com/cover/218606870-64-k587629.jpg)