#Rank 1 in Pilot (19 Juli 2021)
#Rank 4 in Romance (2 Agustus 2021)
#Rank 6 in Spiritual (2 Agustus 2021)
#Rank 6 in Sad (10 Agustus 2021)
#Rank 6 in Angst (10 Agustus 2021)
Bagaimana rasanya jika orangtuamu diam-diam menikahkan kamu saat umurmu mas...
Sebelum baca absen dulu yuk, kalian dari kota mana aja nih? Siapa tahu kita sekota?
Btw maaf kemarin gak update, karena wattpadku sedang eror.
———————————————
Denganmu, aku merasakan sesuatu yang belum pernah kurasakan jika sedang bersama orang lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Ola, kau demam?" Rafa terkaget saat mengecek suhu tubuh istrinya, begitu panas. Mata perempuan itu masih tertutup, namun bibirnya terus meracau, memanggil sang umi. Untuk beberapa saat Rafa di buat mematung, jadi selama ia di Jerman, Ola sakit? Dan perempuan ini sama sekali tidak mengabarinya?
"Umi, aku mau pulang..." Sedari tadi hanya kalimat itulah yang selalu Ola keluarkan. Mengeluh berulang kali.
"La, buka matamu." Rafa menepuk pipi Ola pelan, terkesan lembut, lelaki itu menghalau helaian rambut yang menutupi wajah Ola. Seperti bukan Rafa yang biasanya.
Untuk beberapa menit kemudian Ola masih belum membuka matanya, namun, bibirnya masih meracau lirih. Wajahnya sudah begitu pucat.
"Ola, aku sudah pulang." Rafa bersuara lagi, masih dengan nada panik namun terdengar lembut seperti tadi. Dia menatap Ola, wajah perempuan itu sudah memerah pada beberapa bagian, seperti di gigit nyamuk.
Perlahan Ola membuka matanya, menatap wajah Rafa dengan sayu, menahan sakit. Lalu ia berujar lirih."Dingin..," hanya kata itulah yang mampu Ola utarakan, seluruh tubuhnya begitu sakit, panas-dingin, rasanya sangat tidak enak, seperti ingin muntah. Seharusnya sekarang, ada umi yang merawatnya saat sakit seperti ini. Umi lebih berpengalaman, umi lebih tahu penyakitnya dan lebih tahu Penanganannya—sebuh pelukan dan elusan di punggungnya, jika bersama Rafa, tidak mungkin bisa ia dapatkan.
"Sebentar." Dengan cepat Rafa bangkit dari kasur, berjalan ke arah lemari, mencoba mencari sesuatu, setelah menemukan apa yang di cari, secepat kilat, ia berjalan kembali ke ranjang, berdiri di tepi, kemudian dengan telaten menyelimuti seluruh tubuh Ola dengan selimut yang kedua.
"Kenapa bisa sakit seperti ini?" tanya Rafa, suara itu tidak dingin dan mencemooh seperti hari-hari sebelumnya, melainkan sarat akan kekhawatiran.
Di tanya begitu, Ola hanya bungkam, membuang muka, ia tidak mau Rafa melihat wajahnya yang mungkin sebentar lagi akan membengkak.
Tidak mendapat jawaban, Rafa hanya menghela napas, lalu ia melangkah keluar kamar. Ola melirik sebentar melalui ekor matanya saat Rafa pergi .
Ola memegang kepalanya yang mendadak pusing, rasanya sekarang ia ingin menangis, kenapa penyakit ini kembali menerjang tubuhnya, padahal satu tahun yang lalu, umi dan abiyanya sudah yakin, bahwa dia sudah benar-benar sembuh dari penyakit aneh ini. Perlahan Ola bangkit dari tidur, ia menyandar punggungnya di kepala ranjang, tidak lupa ia menarik selimut kembali, hingga berhasil membalut tubuhnya, padahal suhu tubuhnya sudah panas, tapi hawa dinging terus saja menusuk tubuhnya hingga ke tulang. Jika seperti ini, ia tidak akan bisa tidur sampai pagi, seperti sebelumnya.