#Rank 1 in Pilot (19 Juli 2021)
#Rank 4 in Romance (2 Agustus 2021)
#Rank 6 in Spiritual (2 Agustus 2021)
#Rank 6 in Sad (10 Agustus 2021)
#Rank 6 in Angst (10 Agustus 2021)
Bagaimana rasanya jika orangtuamu diam-diam menikahkan kamu saat umurmu mas...
Jangan tiba–tiba meninggalkanku, jika ingin melangkah pergi, jika masa kita sudah benar–benar selesai, beri tahu saja, agar nantinya aku siap, agar nantinya aku bisa terbiasa tanpa kehadiranmu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ola membuka pintu kamar yang dulunya pernah ia tempati dengan Rafa, lebih tepatnya kamar Rafa. Ia menatap sekeliling, sunyi. Menghela napas, Ola menarik koper, dengan langkah pelan ia masuk, mesti tidak penghuni lagi, kamar ini masih rapi dan tentunya bersih. Ola meletakkan koper di samping lemari, untuk sekarang ia tidak berniat membongkarnya, lagipula, ia hanya tinggal di sini selama dua hari, Rafa bilang bahwa ia akan pulang besok lusa.
Ternyata menjadi istri dari seorang pilot itu sangat tidak menyenangkan, karena setiap istri pilot itu harus mandiri, harus siap di tinggal pergi dalam jangka waktu yang tidak bisa di tentukan.
Sudah dua hari Ola tidak masuk kampus, dan sialnya ia sama sekali tidak mengabarkan dosen maupun temannya, bahkan sampai sekarang ponselnya masih ia biarkan mati.
Ola kembali mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan, sebenarnya ia suka tinggal di sini, karena di sini, Ola tidak pernah merasakan rasa bosan, ada orang–orang menyenangkan di rumah ini, namun, tidak di kamar Rafa.
Sebelum beranjak, Ola terlebih dahulu mengambil poselnya di dalam koper dan juga buku gambar beserta pensil, percayalah, koper ini dan segala isi di dalamnya bukan ia sendiri yang menyiapkan, melainkan Rafa, dan ponsel, Rafa juga yang menaruhnya di dalam koper. Terkadang di waktu–waktu tertentu Rafa berubah menjadi laki–laki yang baik. Rafa memang menyebalkan, senang berselingkuh, tapi Rafa sama sekali tidak mengeluh saat memasak, setiap hari, sebelum pergi, lelaki itu sudah terlebih dahulu menyiapkan sarapan pagi untuknya, di meja makan selalu ada makanan. Di apartemen, tugas Ola hanya membereskan, membersihkan, namun tidak untuk mencuci pakaian, Ola lebih senang memakai jasa laundry, bukan, lebih tepatnya Rafa tidak ingin baju–bajunya rusak, karena sama sekali Ola tidak pandai mencuci baju.
Ola berjalan menuju tempat tidur, duduk di atas ranjang, terlebih dahulu ia melepaskan masker, sekarang wajahnya sudah sedikit mendingin, tidak terlalu parah seperti saat di apartemen.
Perlahan Ola membuka lembaran demi lembaran buku gambarnya, gerakan tangannya terhenti saat melihat lukisan Rafa. Sungguh saat mengambar ini, sama sekali ia tidak sadar bahwa foto Rafalah yang menjadi objeknya, Ola juga tidak paham, mengapa saat itu ia sudi mengambar ini?
"Kamu punya bakat yang hebat, Ola. Bakat yang sering di kagumi banyak orang, kenapa gak di kembangkan saja? Jika mau, aku akan membantumu, berhubung kita punya kesamaan, aku juga senang melukis."
Tiba–tiba perkataan Dara terlintas di benaknya, Ola tidak yakin dengan ide Dara, rasanya dia bukan apa–apa, lukisannya tidak bagus–bagus amat. Jadi tidak mungkin tentang ide itu.. Di tambah lagi ia bukan anak seni melainkan anak hukum, jadi apa sejalan?
Seketika Ola memukul kepalanya, "Bodoh, kenapa dulu malah milih hukum, sih?" Gerutu Ola saat mengingat kembali pilihannya. Seharusnya dulu ia tidak ikut–ikutan Fara, seharusnya ia memilih jurusan sendiri, jurusan yang sesuai dengan passion dirinya sendiri.