Menggapai Cintanya - 11

241 46 7
                                    

Penampilan Baru

Sepulang dari rumah Nizar, Namiya langsung masuk ke kamarnya. Rumahnya sangat sepi, kedua orangtuanya sedang ada pekerjaan di luar negeri. Ia hanya di temani asisten rumah tangga yang sedari kecil setia berkerja di rumahnya. Namiya duduk di kursi island. Menemani Bi Arum memasak di dapur.

“Bi Arum,” panggil Namiya membuat Bi Arum menghentikan gerakan tangan yang sedang merajang sayur.

“Iya, kenapa non?” tanya Bi Arum.

“Apa alasan Bi Arum pakai hijab?” tanya Namiya.

Sambil melanjutkan aktivitasnya memasak, Bi Arum menceritakan awal mula ia berhijab hingga sekarang. Hatinya seolah tergerak sendiri untuk memakai hijab. Tidak ada yang mempengaruhi, tidak ada yang menyuruhnya, suatu ketika dengan sendirinya Bi Arum memakai hijab. Padahal ia hidup di lingkungan yang jauh dari kata baik. Allah menguatkannya dan memberikan keistiqomahan kepadanya sampai sekarang.

Bi Arum juga menjelaskan mengenai waktu Rabaniah. Bi Arum mengetahui itu dari penjelasan salah satu ustadzah dalam kajian yang ia hadiri. Waktu Rabaniah bukanlah waktu dunia yang bisa diketahui kapan datangnya. Tidak ada tanggal pasti, jam, menit bahkan detik yang pasti. Waktu Rabaniah adalah waktu yang Allah tentukan melalui hati manusia.

“Termasuk berhijab, Bi?” tanya Namiya.

“Iya, waktu untuk seseorang berhijab, hanya Allah yang menentukan melalui hati,” jelas Bi Arum. Namiya mengangguk paham.

“Kenapa non tanya soal itu?” tanya Bi Arum.

Namiya menjelaskan pertemuannya dengan Bunda Najla siang tadi. Melihat Najla yang anggun dengan gamisnya membuat ia tersentuh. Nyatanya cantik itu tidak selalu dengan penampilan seksi, dengan semua lekuk tubuh yang bisa dinikmati semua lelaki. Cantik itu datangnya dari hati, tercermin dari perilaku dan tutur kata yang baik.

“Entah mengapa, Miya jadi pengen berhijab Bi,” ucap Namiya membuat Bi Arum tersenyum dan mengucap rasa syukur.

“Bibi ikut senang dengarnya, niatkan semuanya karena Allah non, insyaallah, nanti Allah sendiri yang akan menuntun dan menguatkan hati non,” balas Bi Arum.

“Kalau boleh tau, Tante Najla itu siapanya non?” Namiya menjawab Ibunya laki-laki yang beberapa hari lalu mengantarnya pulang.

Setelah semua masakan Bi Arum siap, Namiya meminta untuk ditemani makan oleh Bi Arum dan Pak Slamet yang tak lain suami Bi Arum yang juga bekerja di rumahnya sebagi satpam. Mereka menolak jika harus makan bareng di meja makan ynag biasa ia gunakan dengan keluarganya. Akhirnya Namiya memutuskan untuk makan di dapur, tepatnya di meja island.

Masakan Bi Arum tidak pernah gagal memanjakan lidahnya. Setiap apa yang dimasak selalu ia habiskan. Seperti malam ini, Namiya lahap memakan sayur bayam permintaannya. Sengaja, malam hari ia tak mau terlalu banyak makan karbo hidrat, ia lebih suka makan sayur seperti malam ini.

Setelah menyelesaikan makan malam, Namiya langsung masuk ke kamarnya. Terdengar kumandang lantunan adzan. Namiya segera bergegas menuju kamar mandinya untuk mengambil wudhu. Setelahnya ia pergi ke kamar, membuka lemarinya dan mencari mukena disana. Jujur, sudah lama ia melalaikan sholatnya.

Namiya mengelar sajadahnya, mengenakan mukenanya. Terlebih dahulu Namiya melihat dirinya melalui pantulan cermin di kamarnya. Menurutnya tidak begitu buruk jika dirinya memakai hijab. Namiya meninggalkan meja riasnya, berdiri menghadap kiblat kemudian menunaikan ibadahnya.

Menggapai Cintanya ✔ [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang