Menggapai Cintanya - 24

162 33 5
                                    

Bertemu Ayana

Disela-sela sibuk menyiapkan acara lamaran yang tinggal menghitung hari. Nizar dan Namiya memenuhi undangan teman-temannya untuk reuni dengan Ayana. Ayana baru sampai di Indonesia beberapa waktu lalu. Setelah ia menyelesaikan studinya di Kairo.

Berlokasi di tempat yang sama dengan tempat terakhir mereka bareng-bareng sebelum Ayana pergi ke Kairo. Semua yang sudah berlalu biarlah berlalu. Ayana sudah bahagia dengan pasangannya. Bahkan ia ketahui bahwa sekarang Ayana sudah dikarunia buah hati.

Nizar baru saja memarkirkan mobilnya di base man. Mereka baru saja selesai fiting baju untuk acara lamaran. Namiya merasa lelah, apalagi hari ini adalah hari pertama ia datang bulan.

“Mau cari makan dulu aja?” tanya Nizar namun Namiya menggelengkan kepalanya.

“Semangat dong, sayang,” ucap Nizar sontak membuat Namiya langsung menatap tajam. Melihat respon Namiya yang seperti itu membuat Nizar langsung ketawa.

“Apaan sih,” balas Namiya kesal.

“Mau eskrim deh,” ucap Namiya saat keduannya mulai memasuki mall.

“Nggak papa, emangnya makan eskrim?” tanya Nizar, Namiya menganggukan kepalanya.

Setelah selesai makan eskrim di bawah, Nizar bilang teman-temannya sudah kumpul. Ia dan Namiya beberapa kali di tag, karena tak kunjung datang. Namiya tidak tau soal itu karena ponselnya habis batrei dari tadi.

“Assalamualaikum,” ucap Nizar membut semuanya menoleh ke arahnya.

“Waalaikumussalam pak aji,” jawab Ilham.

Namiya terlihat sumringah saat melihat ada bayik tampan di gendongan Intan. Ia yakini itu adalah anaknya Ayana yang duduknya bersebelahan dengan Intan. Terlebih dahulu, Namiya bertegus sapa dengan Ayana. Setelah bertemu langsung, terlihat Ayana sangat cantik dengan pembawaan yang lembut. Ditambah sekrang ia menjadi sosok perempuan yang keibuan.

“Yang cantik ini pasti ibunya si gemesh ini ya?” tanya Namiya langsung menjabat tangan Ayana tak lupa cipika cipiki khas orang Indonesia baru ketemu.

“Namiya ya, masyaallah cantik kamu, Miya,” balas Ayana.

Intan memilih mengalah untuk duduk bersama Aiz yang bersebrangan dengan Ayana dan Namiya. Mereka membiarkan dua perempuan itu mengakrabkan diri. Nizar begitu heran melihat Namiya yang tiba-tiba ceria. Bahkan beberapa menit yang lalu ia mengeluhkan perutnya sakit. Sekarang bisa seceria dan seolah dirinya baik-baik saja.

“Mau gendong si emeshh dong,” ucap Namiya yang melihat gemas pada bayi tampan itu.

“Namanya siapa Ay?” tanya Namiya.

“Iih kok Ay sih?” tanya Ilham, panggilan itu sama seperti dia memanggil Aiz.

“Namanya Ayana, kan? Salah, panggil Ay?” tanya Namiya sambil menerima bayi gemesh itu dipangkuannya.

“Nggak salah kok, cuma emang mereka kebiasaan panggil aku, Ana,” jawab Ayana.

Namiya mengendong bayi itu dengan gemash. Bagaimana tidak, pipinya penuh seperti bakpo yang mengiurkan untuk digigit. Apalagi ia sangat suka dengan bayi. Pergelangan tangannya saja seperti menggunakan karet gelang.

“Gemesh tau onty Na,” ucap Namiya sambil mencium pipi gembul itu. Lucunya bayi tampan itu malah tersenyum geli.

“Udah kayak mainan baru ya,” ucap Reza.

“Namanya siapa?” tanya Namiya.

“Habil Muhammad Arrobi,” jawab Ayana.

Namiya sangat gemas mengendong Habil yang anteng dan tidak rewel. Sementara itu yang lainnya asyik ngobrol nostalgia waktu masih sekolah. Tentu Namiya tidak paham dengan itu. Ia lebih asyik dengan Habil.

“Suami kamu nggak ikut pulang, An?” tanya Nizar.

Sedari awal bertemu, baru kali ini Nizar berinteraksi dengan Ayana. Ayana menjelaskan bahwa suaminya belum bisa pulang karena ada beberapa hal yang secara mendadak harus diurus. Sedangkan dirinya memilih pulang terlebih dahulu bersama Habil. Sayang jika tiket yang sudah mereka beli harus hangus begitu saja.

“Kalau kalian berdua, kapan acara lamarannya?” tanya Ayana.

“Insyaallah minggu depan, datang ya An,” jawab Namiya.

“Insyaallah,” balas Ayana.

Beberapa makanan yang mereka pesan sudah tersaji di atas meja. Ayana mengambil Habil yang tertidur dalam gendongan Namiya. Ia meletakkan putranya di stroler. Ia merasa tak enak membuat Namiya mersa lelah karena menggendong Habil.

“Udah cocok banget jadi ibu,” ucap Aiz pada Namiya yang direspon senyuman.

•••©•••

Malam ini Nizar diminta untuk menemani Ayahnya ke resortnya yang ada di Bali. Nafis ada beberapa pekerjaan disana. Tak hanya Nizar saja, Najla tentunya juga selalu ada disamping suaminya. Mereka baru sampai di Bali sore tadi.

Berada di tepi pantai, mereka bertiga menyantap hidangan kesukaan Najla yang tak lain adalah seafood. Sembari menikmati makan malam, Nafis ngobrol banyak hal mengenai bisnisnya. Termasuk rencana mengenai Nizar yang akan meneruskan bisnis keluarganya.

“Sebenarnya, Ayah sama Bunda pingin, pensiun nanti kita menetap di Bali, ya meskipun sebenarnya berat ya, karna harus berjauhan dengan anak dan cucu, nantinya,” ucap Nafis mulai membuka obrolan.

“Kenapa harus pensiun ke Bali?” tanya Nizar yang baru mengetahui rencana jangka panjang sang Ayah.

“Bunda itu suka banget sama pantai, selalu suka dan nggak pernah bosan. Jakarta sepertinya terlalu sibuk untuk Ayah dan Bunda menikmati masa tua,” jelas Najla.

“Kamu tau kan, kalau nanti yang akan meneruskan bisnis keluarga ini, tentunya ya kamu. Makanya sekarang Ayah ajak kamu kesini, karena Ayah ingin membeli salah satu hotel disini. Kali ini kamu yang akan menandatangani berkasnya,” ucap Nafis.

Nizar masih belum memberikan responnya. Ia belum menjelaskan bagaimana rencananya kedepan. Mendengar penuturan Ayahnya seperti itu membuatnya sedikit ragu apakah apa yang akan disampaikannya akan diterima.

“Yah, ada yang pegen Nizar omongin sebelumnya,” ucap Nizar membuat kedua orangtuanya menatap Nizar.

“Kenapa?”

“Sebenarnya, bukan Nizar menolak tawaran Ayah untuk langsung memegang bisnis Ayah. Tapi Nizar punya rencana, untuk memulai semuanya dari bawah, Nizar ingin tau bagaimana kinerja karyawan Ayah dari terbawah sekalipun, sebelum mereka tau kedudukan Nizar sebenarnya,”

Najla ataupun Nafis terdiam sejenak mendengar jawaban dari putranya. Namun setelah itu tersenyum, mereka bangga dengan keputusan itu. Tak pernah terpikir sebelumnya oleh mereka, jika putranya itu memilih untuk tau semua mengenai sumber daya yang dimiliki. Nizar juga menjelaskan bahwa hal itu sudah terlebih dahulu ia komunikasikan dengan Namiya yang tak lain adalah calon istrinya.

“Okey, tapi tetap, penandatanganan hotel baru ini atas nama kamu. Tenang aja, mereka tidak akan memberitahu siapapun mengenai siapa kamu di perusahaan Ayah. Besok Ayah akan minta sekretaris Ayah untuk mengatur penampatan kamu,” putus Nafis.

Nizar senang keputusannya diterima oleh sang Ayah. Bukan hal mudah untuk melanjutkan usaha yang sudah dirintis sejak lama. Nizar butuh tau banyak seperti apa ekosistem bisnis keluargannya.

“Makasih yah, untuk pengertiannya,” ucap Nizar.

“Abang,” balas Najla kemudian memeluk Nizar yang tak jauh dari tempat duduknya.

Makan malam itu ditutup dengan obrolan serius dan penandatanganan beberapa berkas penting bisnis mereka. Membicarakan soal bisnis seolah tak lagi mengenal waktu. Bahkan Najla pun ikut dalam obrolan tersebut.

•••©•••

Alhamdulillah update lagi,
Terimakasih sudah membaca,

Jangan lupa tinggalkan bintang, komentar dan bagikan ke teman-teman kalian.

Enjoyy

aifanzl_
Malang, 27 Februari 2022

Menggapai Cintanya ✔ [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang