Menggapai Cintanya - 43

123 20 5
                                    

Pertemuan

Sejurus kemudian Namiya sampai di kantor. Setelah menyapa beberapa karyawannya, ia langsung masuk ke ruangan kerja Mamanya. Tepat di jam makan siang, Namiya sampai disana.

“Assalamualaikum,” ucap Namiya kemudian mencium tangan Mamanya dilanjutkan dengan pelukan.
Keduanya saling melepas rindu. Namiya melihat Reva sama seperti biasanya, selalu tersenyum ceria. Tapi kenapa ia tadi merasa mamanya sedang marah padanya.

“Mama kenapa nggak istirahat dulu aja sih? baru semalam kan sampai Jakarta,” tanya Namiya.

“Nggak ada waktu lagi buat mama semakin lama kamu bohongi,” ucap Reva.

Namiya menatap mamanya penuh tanya. Ia benar-benar tidak tau kemana arah pembicaraan Mamanya. Ia juga tidak merasa membohongi mamanya mengenai apapun.

“Bohong soal apa Ma?” tanya Namiya.

“Kamu kasih tau Bunda soal kalian mau poligami, tapi kamu nggak kasih tau Mama?” tanya Reva membuat Namiya menjadi tau alasan kemarahan mamanya.

“Kenapa harus poligami? Kalian ada masalah apa sampai harus memutuskan untuk poligami?” tanya Reva sudah mulai emosi.

“Mama yang udah puluhan tahun menikah dengan papa kamu, sekalipun nggak pernah terlintas soal poligami. Apa yang ada dipikiran kalian? Sekarang mama tanya, siapa yang pertama kali ada ide poligami?” Namiya tertunduk tak menjawab pertanyaan Mamanya. Setiap kali ada pertanyaan itu, Namiya selalu merasa bersalah.

“Ma, Namiya sama Nizar sudah sama-sama dewasa. Keputusan ini Namiya pilih untuk kebahagian kita semua,” jelas Namiya namun dengan cepat dipotong oleh Reva.

“Kebahagian kita? Siapa yang kamu maksud? kamu akan merasa bahagia dengan poligami? Yakin kamu akan ikhlas melihat suami kamu memperlakukan perempuan lain sama seperti dia memperlakukan kamu, termasuk dalam bercinta. Terus Nizar? Apa semua ini karena keinginan Nizar? Terus siapa lagi yang akan bahagia, Mama Papa, atau Ayah Bunda kalian juga akan bahagia? Mama yakin nggak akan ada yang bahagia dengan keputusan kamu ini,” Reva meluapkan semua pertanyaan yang membuat kepalanya pusing karena keinginan anaknya.

“Ma, aku nggak bisa punya anak. Allah nggak izinin Namiya untuk menjadi ibu,” ucap Namiya berat sambil meneteskan air matanya. Kepalanya menunduk tak berani menatap Reva.

“Bukan Allah nggak izinin, tapi belum,” koreksi Reva.

“Sudah puluhan dokter kita temui, segala macam program kita jalanin. Hasilnya masih sama, mungkin memang Allah menakdirkan aku untuk menjadi perempuan mandul. Kalau memang itu sudah menjadi takdirku, biar hanya aku yang menerimannya Ma. Mas Nizar dan keluarganya harus mendapatkan penerus keluarganya, kalau aku nggak bisa, aku ikhlas ada perempuan lain yang mengantikan aku,” jelas Namiya.

Reva menggelengkan kepala mendengar jawaban Namiya. Ia tidak habis pikir putrinya memilih poligami untuk membahagiakan orang lain. Reva pun merasa, orang-orang itu juga tidak akan bahagia dengan keputusan poligami yang diambil Namiya. Seperti halnya dirinya, ia tidak akan bisa terima jika harus ada perempuan lain yang masuk ke dalam keluarga putrinya.

“Mama nggak rela kalau kamu harus dipoligami,” ucap Reva kini mulai meneteskan air matanya.

Namiya mendekati Reva yang duduk di sofa sambil menatap langit lepas dari jendela ruang kerjanya. Kemudian ia memeluk Mamanya. Namiya tau bagaimana perasaan Reva mengenai dirinya yang berkeinginan untuk poligami. Mamanya pasti akan berat menerima keputusan itu, ia akan berusaha meyakinkan semua orang bahwa dirinya baik-baik saja.

“Ini semua keinginan Namiya Ma, untuk kebahagian semuanya, Miya ikhlas,” lirih Namiya sembari memeluk sang Mama.

•••©•••

Menggapai Cintanya ✔ [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang