Aaaa.. ada yang pencet bintang, dooong.. Ajaib banget rasanya!
Thankyou, ya! Semoga betah sama ceritaku. Yang lain, boleh pencet juga, dong. heheh.
5 Tahun lalu.
"Laper, nggak?" Tanya Revan pada seseorang di sebelahnya. Mata cowok itu tetap fokus pada jalanan, tanpa menoleh pada sosok yang dia ajak bicara. Dia baru saja menjemput ceweknya di stasiun Gambir.
"Ra?" Karena tak kunjung mendapat balasan, Revan akhirnya menoleh. Bibirnya melengkung ke atas, mendapati Indira yang tengah bersandar di kaca mobil dengan mata tertutup.
Gadis itu tertidur.
Revan menggelengkan kepalanya heran. Padahal belum ada sepuluh menit gadis itu duduk di sana. Tapi wajar saja, sembilan jam penuh duduk di Kereta, pasti membuat gadis itu lelah.
Indira baru saja sampai di Jakarta, setelah hampir dua bulan pulang ke kampung halaman, karena libur panjang pasca ujian akhir semester.
Tiga hari lagi, perkuliahan semester ganjil akan segera di mulai. Mau tidak mau, gadis berambut panjang itu harus kembali lagi menjalani rutinitasnya di kota besar ini. Meninggalkan Surabaya dengan segala kenangan manisnya.
Kenangan yang dia dapat sebelum satu tahun ini. Karena tahun ini, dia hampir tidak memiliki kenangan indah di sana, bahkan di rumahnya.
Selama dua bulan di rumah, yang dia dapat hanya sikap acuh kedua orang tuanya, juga sindiran-sindiran pedas yang tidak pernah absen dari mulut ibunya.
Ya, setelah kejadian satu tahun lalu, setelah pembangkangan yang dilakukannya, gadis cantik itu memang sudah kehilangan sesuatu yang dia sebut 'rumah'.
Revan tersenyum pedih, mengingat suara serak gadis itu setiap kali menelpon dirinya di sepanjang dua bulan ini. Indira tidak pernah menceritakan masalahnya. Gadis yang tengah terlelap itu, selalu mengalihkan pembicaraan setiap diminta untuk bercerita. Tapi Revan tau, penyebab tangis Indira pasti tidak jauh dari masalah itu.
Revan menepikan mobilnya. Terlalu hanyut dalam imaji kesakitan gadis disampingnya, tanpa sadar dia sudah sampai di depan kos yang sudah satu tahun ini menjadi tempat tinggal Indira.
"Udah sampai?" Indira bertanya tepat saat Revan akan membangunkannya.
Tanpa menunggu jawaban, Indira bergegas membuka pintu mobil. Gadis itu sudah menyadari bahwa dia memang tengah berada di depan gerbang kosnya. Cewek dengan Hoodie polos berwarna hijau itu, ingin segera masuk kamar, dan bergelung manja di dalam selimutnya yang nyaman.
"Buru-buru banget. Ini pacar, loh mbak. Bukan supir grab car!" Revan berseru sambil menyerahkan koper yang baru saja dia keluarkan dari bagasi.
Indira terkekeh pelan, menerima koper dari cowok di depannya. "Ngantuk banget, mau langsung tidur. Tadi di Kereta ada anak-anak kecil gitu, jadi heboh banget. Ga sempet tidur sama sekali, deh." Indira menjelaskan sambil menguap, meletakkan kepalanya di pundak Revan.
Revan tersenyum, mengelus lembut surai kekasihnya. Dia jadi ragu menyampaikan sesuatu yang sudah ditahannya dari tadi. Tapi.. ini tidak bisa ditunda lagi.
Setelah meyakinkan diri, cowok yang malam ini memakai kaos lengan panjang bergaris hitam putih itu, menundukkan kepala. Berbisik tepat ditelinga kanan pacarnya, "Ada yang mau aku omongin, kita ngomong sekarang, apa kamu mau mandi dulu?"
Indira mengangkat kepala, memandang raut wajah Revan yang tampak gusar.
"Nggak bisa ngomong besok aja? Ngantuk banget, sumpah!" Indira menampilkan wajah melasnya, berharap Revan menunda apapun yang ingin dia bicarakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lajur Rasa - [END]
General Fiction"Ra, aku tau aku salah. Tapi sekarang aku udah disini, kita bisa mulai semuanya dari awal lagi."- Revano "Kamu nggak salah, aku yang egois. Dan si egois ini, nggak pantes ada disisi manusia sempurna seperti kamu."- Indira **** Antara cinta dan cita...