Aku hanya basa-basi saat mengajak kak Andri ikut menjenguk ayah ke dalam, entah kenapa setelah semua yang dia katakan di mobil tadi, aku menjadi sedikit tidak nyaman. Ya, aku memang selalu se-sensitif itu. Tapi kenyataan bahwa dia akan langsung menerima tawaranku sama sekali tidak ku duga, jadi di sinilah kami sekarang, di depan kamar rawat ayah.Dari kaca berbentuk segiempat di bagian atas pintu, aku melihat ibu sedang bercakap-cakap dengan seorang wanita, aku tidak tau itu siapa, dari sini aku hanya bisa melihat rambutnya yang disanggul rapi dengan setelan pakaian yang kelihatan trendy. Mungkin teman ibu.
Tidak ingin mengganggu mereka, aku memutuskan untuk membuka pintu pelan-pelan, segera masuk dan berbalik lagi ke arah pintu untuk mempersilahkan kak Andri masuk, berusaha untuk tidak bersuara agar tidak menggangu percakapan ibu dengan temannya.
Suasana tiba-tiba jadi hening, tidak ada lagi suara dua wanita dewasa yang tadi terdengar. Aku bahkan bisa merasakan tubuh kak Andri berjengit kaget begitu memasuki ruangan.
Aku akan membalik tubuh ketika mataku menangkap Revan berdiri kaku tidak jauh dari kami, tadi aku tidak melihatnya karena posisinya ada di tembok yang berjejer dengan pintu. Tapi bukan dia yang membuatku membeku, melainkan wanita yang ada di sampingnya. Kenapa dia membawa kakaknya ke sini?
"Indi!" belum sempat menebak lebih jauh, seruan itu menginterupsi ku. Seperti bergerak otomatis, tubuhku langsung mencari sumber suara.
Dan sekali lagi aku mendapat kejutan tidak terduga, tubuhku kaku dan kesulitan menelan ludah. Kenapa ada ibunya juga?
"Ya ampun.. Apa kabar? Mama kangen sekali." Ujar wanita itu dengan senyum mengembang lebar, kakinya berjalan ke arahku dan segera merengkuhku dalam pelukan.
Tanganku dengan tau diri iku terangkat, membalas pelukannya. "Baik, Tante. Tante gimana kabarnya?" Aku bertanya kaku setelah menangkap sinyal berupa pelototan mata dari ibu.
Tante Reta melepaskan pelukannya, "Mama juga baik. Maaf ya, kami baru kemari. Revan baru ngasih tau kalau ayah dan ibu kamu baru dapat musibah," terangnya dengan nada bersalah. Ah, Mama!
Aku menarik kedua sisi bibirku, berusaha menghadirkan senyum setulus mungkin di hadapannya. "Nggak papa kok Tan, terima kasih banyak sudah repot-repot datang kemari."
"Nggak repot kok sayang!"
"Loh, Andri? Kok bisa sama Indi?" Pekiknya begitu menyadari aku tidak datang sendiri.
Kak Andri memberikan jawaban dari pertanyaan Tante Reta sambil memeluknya singkat, jadi aku memiliki kesempatan untuk menatap kesal pada Revan yang berdiri kaku di samping kakaknya. Aku bahkan tidak peduli jika kak Ravina tidak terima adiknya ku pelototi begitu.
"Hai, Ra.." kak Ravina mengalihkan ketegangan dengan menghampiri dan memelukku erat. "Mama datang sendiri, Revan bahkan nggak tau kalau mama mau ke sini." Bisiknya tepat di telingaku.
Bagus sekali, Indira! Jadi yang menangkap kode kerasku justru adalah kak Ravina, sampai dia harus repot-repot menjelaskan begitu. Karena tidak enak, aku ikut-ikutan melingkarkan tangan di pinggangnya. "Kak Vina tambah cantik aja."
Dia terkekeh sebelum melepas pelukannya. Ya, ya, aku tau ucapanku tidak ada korelasinya dengan apa yang baru saja dia katakan. Tapi mau gimana? Aku masih bingung dan tidak tau harus melakukan apa.
"Oh iya, Bu. Ini Kak Andri, teman Indi waktu di Jakarta." Jelasku pada ibu yang sedari tadi hanya menjadi penonton sambil sesekali memberiku kode lewat matanya.
Kak Andri langsung menghampiri Ibu, menyalami tangannya sambil memperkenalkan diri.
"Dia temannya Revan yang tadi saya ceritakan itu loh, Bu. Yang dijadiin alesan sama Revan buat main ke Surabaya." Sambar Tante Reta sambil terkikik geli, yang langsung ditanggapi ibu dengan ekspresi tidak jauh berbeda. Saat mataku berputar mengelilingi ruangan, aku tidak sengaja menangkap wajah Revan yang bersemu merah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lajur Rasa - [END]
General Fiction"Ra, aku tau aku salah. Tapi sekarang aku udah disini, kita bisa mulai semuanya dari awal lagi."- Revano "Kamu nggak salah, aku yang egois. Dan si egois ini, nggak pantes ada disisi manusia sempurna seperti kamu."- Indira **** Antara cinta dan cita...