Hari ini toko sangat ramai. Yep, Minggu pagi, Shift tersial sepanjang abad. Entah untung atau justru sial, Bu Anisa tidak masuk hari ini. Aku senang karena tidak perlu mendengar ocehannya, tapi di sisi lain, aku lelah berjuang sendiri di meja kasir sebab dari tadi Kinan terus saja diminta pengunjung mencari barang yang sulit ditemukan.Bu Anisa, ibunya Mas Reyhan itu belakangan jarang ke toko. Dengar-dengar dari salah satu pelanggan yang kebetulan satu circle dengan Bu Anisa, wanita itu sedang menyiapkan acara besar. Jadi, maklum tidak ada waktu untuk sekedar berkunjung ke mari.
Mas Reyhan tidak pernah bilang akan ada acara besar apa di rumahnya, tapi yang jelas, dia juga ikut-ikutan menghilang, sulit sekali ditemui. Feelingku mengatakan bahwa ini jelas acara keluarga, acara yang hanya melibatkan keluarga besar saja. Karena kalau tidak, dia pasti sudah mengajakku. Membawaku kemana-mana adalah salah satu hobinya.
"Ra," Aku menoleh, mendapati Kinan berdiri di seberang meja, tepat di depanku.
"Kenapa, Ki?" Tanyaku bingung. Dia hanya diam menatapku, seperti menahan diri untuk tidak mengatakan sesuatu. "Lo nggak apa?"
Dia langsung mengerjapkan mata, kemudian menggelengkan kepala berulangkali, seperti sedang menyadarkan diri, entah dari apa. "Nggak, nggak apa, kok." Jawabnya pelan.
"Lo aneh. Beneran nggak apa?"
"Enggak, Ra. I'm okay. Lo udah sarapan?" Tanyanya.
Aku tau dia mencoba mengalihkan pembicaraan, tapi mungkin dia sedang ada masalah yang belum ingin diceritakan, jadi aku mengalah, melupakan tingkah anehnya. "Belum. Nggak apa kalau gue tinggal makan sebentar?"
Kinan mengangguk, lalu mengibaskan tangannya untuk menyuruhku pergi.
Dia kenapa, sih? Aneh sekali.
****
Mas Reyhan hilang. Sehari penuh dia sama sekali tidak mengabariku, sekedar menelpon atau mengirim chat pun tidak. Entah kemana manusia satu itu.
Kenapa saat hatiku bersedia untuk memperjuangkannya, Mas Reyhan justru terasa menjauh.
Apa aku sudah terlambat? Apa dia sudah lelah dengan tingkahku? Apa Mas Reyhan tidak lagi ingin bersamaku?
Pikiran-pikiran itu terus menggangguku, membuatku tidak bisa memejamkan mata dengan tenang. Entahlah, akhir-akhir ini Mas Reyhan memang berhasil mencuri atensiku. Membuatku selalu ingin melihatnya, atau dengan kata lain aku.. merindukannya.
Sedari tadi ponselku menampilkan nomornya, hanya butuh satu ketukan saja untuk menghubungkanku dengan laki-laki itu. Sayangnya, aku dan gengsiku sama sekali tidak mau mengalah, terlalu enggan untuk mulai mengambil langkah.
Jujur saja aku takut. Takut jika aku mengalah dan terlihat mengejarnya, Mas Reyhan justru akan terganggu dan memilih meninggalkanku.
Aku.. tidak mau kehilangannya. Terlepas dari bagaimanapun perasaanku padanya, aku sadar bahwa selama ini aku terlalu bergantung pada laki-laki itu. Dan aku tau bahwa aku butuh dia, terlalu membutuhkannya.
Getar ponsel di bantal membuatku segera bangun, berharap akhirnya Mas Reyhan menemukan waktu senggang di tengah apa pun yang sedang dia kerjakan dan meneleponku.
Sayangnya, secepat anganku diterbangkan, secepat itu pula dia jatuh ke jurang. Layar ponselku tidak menampilkan namanya, hanya ada deret angka asing di sana.
Sial! Siapa yang berani menelpon di saat aku sedang galau begini. Siapa juga yang tega memberikan nomorku pada orang asing yang belum tentu kukenal.
Eh, Siapa tau ini Mas Reyhan!
Pikiran itu sontak membuat hatiku menjerit senang. Tanpa pikir panjang aku menekan tombol hijau di layar. Tapi aku terlambat, panggilan itu sudah berakhir. Mungkin karena terlalu lama di diamkan.
Aku baru akan menelpon balik saat nomor yang sama menghubungi lagi. Kali ini tanpa menunggu waktu lama aku segera mengangkatnya.
"Halo?"
Tidak ada jawaban.
"Halooo?"
Masih belum dijawab juga.
Harapanku mulai layu. Ini jelas bukan Mas Reyhan.
"Kalau nggak ada keperluan aku matiin, ya?"
Berhasil! Kalimat setengah ancaman itu sepertinya berhasil membuat orang di sebelah sana gelagapan. Buktinya terdengar suara berisik dari sana.
Aku menunggu sekitar sepuluh detik, tapi belum juga ada jawaban. Jadi aku memilih mematikannya. Saat tanganku hampir menyentuh icon ponsel berwarna merah di layar, tiba-tiba sebuah suara dengan nada panik terdengar, sangat pelan dan jauh.
"Oke, oke! i'll do that. I'll do anything you want." Lalu telepon terputus, meninggalkanku yang masih mengerjap bingung.
Itu.. suara Mas Reyhan, kan?
***
Terima kasih sudah mampiir :)

KAMU SEDANG MEMBACA
Lajur Rasa - [END]
Ficción General"Ra, aku tau aku salah. Tapi sekarang aku udah disini, kita bisa mulai semuanya dari awal lagi."- Revano "Kamu nggak salah, aku yang egois. Dan si egois ini, nggak pantes ada disisi manusia sempurna seperti kamu."- Indira **** Antara cinta dan cita...