10. Guru Baru

5.9K 462 11
                                        


Indira

Kukira jarak toko Kenanga dengan restoran yang dimaksud Mas Reyhan sangat dekat. Ternyata aku salah. Kami harus berjalan sejauh 300 meter untuk sampai ke sini. Tidak jauh, sih. Hanya saja, bagi manusia yang jarang berjalan sepertiku, 300 meter rasanya seperti 3 kilometer. Gempor deh, kaki ini!

Tapi pengorbananku tidak sia-sia, karena begitu sampai, aku langsung disuguhi pemandangan yang membuatku jatuh hati. Desain interior restoran ini benar-benar mengagumkan. 

Dan sepertinya, bukan hanya aku yang berpikir begitu, karena meskipun baru tiga minggu berdiri, tempat  ini tampak sudah memiliki banyak pelanggan. Terbukti dengan meja yang kebanyakan sudah memiliki penghuni.

"Indi!!" Aku menoleh mencari suara yang memanggilku. Dan begitu menemukan wajah itu, dadaku berdegup kencang. Dia..

"Hei.. kangen banget gue!!" Belum sempat memberi tanggapan, tubuhku tiba-tiba masuk ke dalam rengkuhan seseorang.

"Apa kabar?" Tanya cowok itu, masih belum melepaskan pelukannya. Karena aku juga merindukannya, akhirnya tanganku terangkat, bergerak membalas pelukannya.

"Baik, Kak Andri apa kabar?" Tanyaku dengan nada bergetar. Bertemu dengan dia, mau tidak mau membuatku mengingat kembali segala kenangan indah tentang Revan. 

Sial! Nama itu lagi.

"Permisi.. Ada cowoknya di sini!" Suara itu menginterupsi reuni kami. Oh, ya ampun.. Aku benar-benar lupa tidak kemari sendirian!

Pelukan kami terlepas, kak Andri menatap mas Reyhan sejenak, keduanya tampak saling mengamati, lalu kak Andri segera mengangsurkan tangan ke arah mas Reyhan. "Andri, bodyguard-nya Indi di Jakarta," kata cowok itu, dengan nada ala-ala bodyguard profesional. Alias sok tegas.

Aku tersenyum geli mendengar perkataannya, sama halnya dengan mas Reyhan yang langsung membalas uluran tangan itu. "Reyhan, pawang Indira di Surabaya." Kami saling pandang sejenak, lalu sama-sama tertawa mendengar perkenalan absurd itu.

Dipikir-pikir, mereka berdua memang cocok. Bisa dibilang se-tipe, sifat dan sikapnya mencerminkan satu sama lain. Kok aku baru sadar, sih?

"Kak Andri ngapain di sini?" Tanyaku begitu tawa kami reda. Tanpa menjawab, cowok itu membawa kami ke meja VIP yang ada di lantai atas. Tidak heran, sih, kak Andri kan kaya raya. Pasti malas makan bersama orang-orang begini.

Begitu kami duduk, kak Andri tiba-tiba berdiri lagi, aku dan mas Reyhan hanya menatapnya heran, "Perkenalkan, saya Andreano Wijaya Utama, anak dari pemilik Wijaya Utama Restaurant." Ujarnya sambil membungkukkan badan.

Ah, iya.. sampai lupa kalau nama restoran ini sama dengan nama belakangnya.

"Wah, makan gratis tiap hari dong aku!" seruku senang.

"Hahaha.. Apa sih, yang enggak, buat adek kesayangan gue!" Katanya sambil mengacak rambutku, seperti kebiasaannya dulu. Dia benar-benar tidak berubah.

Apa... temannya juga masih tetap sama?

***

"Sendirian aja, Bu!" Aku menoleh ke samping, mendapati Alvaro tersenyum manis ke arahku.

Ini baru jam pelajaran ke-tiga, berhubung tidak memiliki jadwal, aku memilih untuk pergi ke sini, mengisi perut yang belum sempat kuberi makan sejak pagi. 

"Jamkos?" Tanyaku pada pemuda yang masih berdiri di sampingku, dia adalah murid paling badung di sekolah ini. Anehnya, Alvaro memiliki fans yang jumlahnya hampir menyamai penggemar Mas Reyhan.

Lajur Rasa - [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang