Empat

16.3K 1.1K 80
                                    

Jangan lupa tekan tanda ⭐ di pojok kiri bawah ya🤗

🌹Happy reading🌹

Rasa kantuk masih menggelayuti kedua mataku ketika kakiku menuruni tangga menuju ke ruang tengah. Langkahku segera menuju ke tempat nongkrongnya dispenser untuk mengisi botol kosong yang ada di tanganku.

"Mama dimana, Bi Sum?" Tanyaku ketika menemukan Bi Sumi di dapur, wanita paruh baya yang sudah ikut keluargaku sejak aku masih kecil berdiri menghadap kompor.

"Lagi di teras depan, Mbak. Tadi katanya mau ke pasar, tapi nunggu Mbak Manda bangun."

"Oiya?" Ucapku setelah meneguk separuh botol air putih dan mengambil sepotong pisang goreng buatannya.

Bi Sumi mengangguk..

"Kalo Mama nanti tanya, bilang Manda lagi mandi ya, Bi!" Pesanku sebelum bergegas menuju kamarku kembali yang berada di lantai dua.

"Jangan lama-lama mandinya lo, Mbak!" Sindir Bi Sumi mengingatkan.

Aku membalas ucapannya dengan mengacungkan jari jempol.

Hal yang terkadang membuatku lupa untuk turun kembali itu jika  ponsel sudah ada di tangan. Rasa penasaran dengan obrolan teman-teman di semua grup chat yang aku ikuti sering membuatku terlena.

Meskipun hanya sekedar salam atau ucapan selamat pagi, dan juga terkadang di bumbui dengan postingan menu sarapan pagi mereka membuatku tersenyum sendiri.

Setengah jam kemudian aku sudah berada di atas motor membonceng mamaku. Wanita sabar yang telah membesarkan diriku dan Mario dengan penuh kasih sayang.

Mario, dia adalah adikku satu-satunya. Tempat harapan kami untuk meneruskan keinginan papaku yang sudah almarhum.

Dulu papaku bekerja sebagai seorang dokter di rumah sakit pemerintah. Beliau meninggal dunia sebulan setelah aku lulus wisuda sarjana ekonomi, atau empat tahun yang lalu. Waktu itu Mario masih duduk di semester 4 kuliah di fakultas kedokteran.

"Mau masak apa hari ini, Ma?" Tanyaku setelah kami sampai di pasar yang tak seberapa jauh dari rumah. Tanganku segera membuka helm dan menaruh di posisi yang tidak memungkinkan untuk jatuh.

"Musim hujan gini enaknya bikin sayur lodeh, Nda! Lodeh tewel!"
(Tewel = nangka muda)

"Sama ikan pindang ya, Ma! Plus sambal terasi!"

"Terus apalagi?"

Mamaku tersenyum, senyumnya membuatku yakin kalau dia sedang mencoba mengetes kemampuan memasakku.

Guru pertama seorang anak adalah ibunya. Dan sejak SMP aku sudah diajari memasak oleh mamaku di saat libur sekolah. Guru yang tidak akan pernah lelah untuk menjadikan muridnya mengerti dan memahami pelajaran kehidupan. Termasuk ilmu memasaknya yang ditularkannya kepadaku.

Aku berpura-pura tidak tahu meskipun aku tahu apa yang akan dikatakan mamaku. 'Tulang yang masih ada dagingnya.'

Aku akhirnya mengangkat bahu dengan mengulum senyum.

"Terserah Mama deh!"

"Sama daging tetelan, Manda! Plus tulang lunak buat kaldu kuah!"

Tuh kan...

"Wow ... sudah lama Mama gak masak kayak gitu kan? Apa karena Mario pulang hari ini, Ma?" Tanyaku dengan senyum menghiasi bibir.

Mario sudah lulus menjadi sarjana kedokteran dan program profesi atau co-ass. Dan sekarang dia sedang menjalankan internship atau magang di salah satu rumah sakit pemerintah di daerah.

AMANDA dan Si MATA BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang