TIGA PULUH DELAPAN

9.1K 849 68
                                    

Mohon maaf jika telat update.
Mood lagi hancur karena saudara dan teman-teman terdekat banyak yang terkena covid😞

Buat kalian semua, tetap jaga kesehatan, ikuti aturan prokes, dan menahan diri untuk tidak keluar rumah jika tidak ada kepentingan yang mendesak.

Love U my readers
😍🤗😍

🌹Happy reading🌹

Dan di belahan dunia yang lain ...

Kenan baru saja menapakkan kakinya di sebuah rumah sakit. Wajahnya masih terlihat lelah setelah menempuh hampir 20 jam perjalanan, dan dia hanya sebentar saja singgah di rumah milik mamanya di Madrid, sekedar menaruh koper dan membersihkan diri.

Perlahan Kenan membuka pintu ruang rawat Paula. Di tangannya ada seikat bunga yang cukup manis untuk dipersembahkan pada isterinya.

Yah ... hati Kenan memang bukan terisi nama Paula, tapi setidaknya Paula sudah menemani dan memberikan perhatian kepadanya selama lima tahun mereka bersama. Apalagi Kenan juga masih memiliki tanggung jawab untuk memperhatikan kondisi Paula. Ditambah lagi mereka juga memiliki hubungan persaudaraan yang lumayan dekat.

"Paula!" Kenan tersenyum dan mencium kening perempuan yang wajahnya terlihat semakin tirus itu. "Gimana kabar kamu?"

Paula yang tubuhnya dipenuhi oleh alat-alat penunjang kehidupannya itu membalas senyuman Kenan dan menatap wajah yang dirindukannya itu dengan tatapan sendu. Setetes air mata bahagia turun ketika melihat suaminya memberikannya bunga.

"Seperti yang kamu lihat, Ken. Aku masih hidup." Suaranya terdengar lemah, siapapun yang melihatnya tidak akan tega.

"Hust ... gak boleh ngomong begitu!"

Kenan mengambil kembali bunga yang dipegang Paula dan kemudian mengaturnya di dalam sebuah vas yang memang disediakan di atas meja.

"Kamu harus tetap semangat, Paula! Dan jangan begitu saja menyerah, ya?!"

Paula tersenyum getir, tangannya meraih tangan Kenan yang kini duduk di kursi samping ranjang. "Aku tahu, Ken. Tapi rasanya mustahil aku bisa sembuh."

Kenan menelan ludahnya dengan susah payah. Perubahan yang teramat drastis setelah hampir 5 tahun bertahan. Kepala Paula sudah plontos, dan Paula tak membutuhkan wig atau topi lagi karena setiap harinya kini dia hanya terbaring di rumah sakit.

"Tidak ada yang mustahil jika Tuhan menghendaki kamu sembuh, Paula!" Kenan mengusap lembut tangan Paula. "Jangan terlalu banyak pikiran, biar kondisimu jadi lebih baik!"

"Aku baik kok, Ken. Dan gak terlalu banyak pikiran juga. Di sini dokter dan perawat selalu memantau kondisiku selama 24 jam," ucap Paula, dia kemudian memperhatikan wajah pria di depannya yang terlihat lesu. "Sepertinya kamu yang sedang kurang baik, Ken."

Kenan menggeleng. "Aku cuma capek dari perjalanan jauh, Paula. Sedikit mual karena mungkin masuk angin."

Paula terdiam, perlahan tangannya terulur, mengusap lembut rahang suaminya yang bercambang.

"Apa sudah ada nama perempuan yang bersemayam di hatimu yang kosong itu, Ken?" Tangan Paula kini beralih menyentuh dada Kenan.

Yah, meskipun perih tapi sejak beberapa waktu yang lalu Paula merelakan untuk Kenan menikah lagi, tapi selama ini Kenan tidak pernah membicarakan masalah wanita lain dengan dirinya.

"Gak usah mikirin tentang aku, Paula!"

"Jika memang sudah ada ... bolehkah aku tau nama dan fotonya?" Suara Paula lirih dan sedikit tersendat.

AMANDA dan Si MATA BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang