🌹Happy reading🌹
Jantung Kenan seperti mencelos ketika tidak mendapati Amanda setelah keluar dari lift. Raut wajahnya berubah tegang meskipun dia berusaha untuk tenang. Tanpa banyak berpikir lagi dia segera berlari keluar lobby dan menuju ke salah seorang security yang sedang berjalan menuju posnya.
"Pak Alex!" Teriak Kenan mengagetkan. Yang dipanggil pun menoleh dan bergegas menghampiri bosnya yang wajahnya terlihat panik.
"Bapak tau gak kemana perginya perempuan yang barusan keluar dari lobby?"
Dengan tampang bingung pria yang dipanggil Alex itu menjawab. "Yang pake baju putih rambut panjang kan, Pak?"
Kenan mengangguk. "Ya, kemana dia?"
"Kayaknya ke arah toko, Pak!" Tangan Alex menunjuk sesuai dengan apa yang dia ucapkan.
"Ok, makasih." Kenan segera berjalan cepat tanpa menghiraukan mulut Alex yang melongo.
Mata Kenan mengedar mencoba mencari sosok yang membuatnya kelimpungan. Diperhatikannya parkiran yang penuh mulai dari ujung hingga ke ujungnya lagi, berharap masih bisa menemukan Amanda yang mungkin ada di sana.
Hingga seorang security lain mendekat dan menyapanya. "Selamat sore, Pak! Ada yang bisa dibantu?"
Kenan menoleh dengan napas setengah memburu. Kulitnya memerah karena terpapar matahari sore. Raut wajahnya terlihat kusut dan membuat bapak security di depannya menaikkan kedua alis.
"Kamu dari tadi di sini kan?"
"Siap! Betul, Pak!"
"Kamu lihat seorang perempuan berbaju putih dengan rambut dikuncir masuk sini gak?" Tanya Kenan berharap-harap cemas.
Yang ditanya berpikir sebentar sebelum menggeleng dan menjawab tegas. "Maaf, Pak! Sepenglihatan saya tidak ada perempuan dengan ciri-ciri yang dimaksud masuk ke sini!"
Kenan menghembuskan napasnya kasar. Tangannya berkacak pinggang di samping pintu masuk toko dengan tanpa memperdulikan lagi para pengunjung yang melewati dan memperhatikan dirinya. Rambut yang tadinya rapi, kini terlihat acak-acakan karena tangannya menyugar-nya dengan kasar.
Ada kesedihan dan penyesalan di raut wajahnya. Matanya sedikit mengembun, dan dia mendongak untuk menahan rasa sesak di dadanya. Ditariknya udara sebisa mungkin, dan dihembuskannya perlahan.
"Sayang ... Maafin Mas, Yang!" Hati Kenan bergumam menyesali ucapannya tadi di depan sahabatnya. Sama sekali di hatinya tidak ada maksud untuk menyakiti hati kekasih yang dicintainya.
Rasa terkejut membuatnya berpikir lain. Niatnya hanya ingin melindungi pedasnya omongan Kirana yang dia tahu mengharapkan Kenan untuk jadi suaminya.
Sudah beberapa kali hal ini terjadi. Tampang, fisik dan harta Kenan membuat banyak perempuan mendekat. Tidak hanya klien perempuan, tetapi juga beberapa klien pria yang menginginkan Kenan menjadi menantunya. Apalagi ketika mereka mengetahui isteri Kenan yang sedang sakit, makin gencarlah mereka mendekat. Tetapi Kirana dengan kata-katanya yang sepedas cabai berkilo-kilo membuat mereka mundur teratur. Dan selama ini Kenan tidak peduli dengan semua itu.
Kenan segera mengambil ponsel di sakunya dan mencoba menghubungi nomer Amanda. Hal yang baru diingatnya setelah lepas dari kepanikan.
Nada sambung, tapi di reject. Kenan mengulangi ... dan di reject lagi.
"Sayang ... angkat dong, Yang!" Gumamnya pelan. Wajahnya terlihat sangat menyedihkan ketika dia mencoba lagi dan lagi. Dan di reject lagi dan juga lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMANDA dan Si MATA BIRU
General FictionCerita untuk usia 21+ Kenan Alarico Samudera sudah mengenal Amanda Puteri Suhardiman selama setahun sebagai bawahannya. Bahkan seminggu sekali mereka selalu berdua di ruangan kantornya dalam suatu urusan pekerjaan. Hingga suatu saat rasa cinta yang...