EMPAT PULUH

9.7K 984 92
                                    

🌹Happy reading🌹


Kenan duduk di kursinya dengan kedua tangan menyanggah kepalanya di atas meja kerja. Rambutnya berantakan dan wajahnya begitu muram. Begitu juga dengan kemeja yang dikenakannya, sudah terlihat kusut. Pikirannya menerawang jauh, seolah mencari dimana kebahagiaannya kini berada.

Sandy yang sedari tadi memperhatikan Kenan dengan segala tingkah lakunya hanya membiarkan saja, hingga batas waktu hatinya merasa tak tega.

"Kamu tadi sempat sarapan gak sih?"

Kenan menggeleng. "Gue gak nafsu."

"Kalo gitu aku pesenin ya?" Jemari Sandy segera membuka aplikasi online.

"Lo aja, gue kagak!" Tolak Kenan malas. Sandy menoleh dan bibirnya langsung mencebik.

"Dih, kayak ABG aja, ditinggalin cewek gitu aja udah gak nafsu makan," ledek Sandy setengah kesal. Dia menaruh ponselnya kembali di atas meja, dan kemudian bangkit berdiri.

Dengan menggerutu kakinya berjalan mondar mandir di depan meja Kenan seperti seterikaan. Bosan melihat tampang Kenan yang menyedihkan.

Tadinya dia berpikir akan bisa kangen-kangenan dan menemani Kenan yang sedang berduka, tetapi yang dihadapi di depannya bukan duka karena kepergian isterinya, tapi duka yang lain, duka ditinggal pergi pegawainya.

Sungguh Sandy tak mengerti apa yang terjadi, tetapi melihat tampang saudara sekaligus sahabatnya seperti ini, dia merasa tak suka.

"Lo gak tau apa yang gue rasain sih, Cak." Kenan menghembuskan napas kasar dan menyandarkan tubuhnya di kursi. Matanya terpejam, dan kedua tangannya berpindah di kedua sisi sandaran kursi yang didudukinya.

Sandy mengernyit, "gimana aku tau perasaanmu kalo kamu sendiri gak pernah cerita?"

"Gue gak biasa curhat."

Sandy mencebikkan bibirnya lagi mengejek. "Ya udah! Rasain sendiri, sedih sendiri, nyesek sendiri. Kamu tuh pintar tapi otak gak dipake!" Semprot Sandy sedikit kasar.

Kenan mengabaikan omelan Sandy. "Kadang gue capek sama nasib gue, tapi gue kagak mau menyerah untuk memiliki dia."

"Ya udah sekarang cari dia itu! Siapa tadi itu namanya? Amanda?"

Entah kenapa, begitu Sandy menyebut nama Amanda, di saat itu pula perut Kenan bergejolak lagi. Rasa mual kembali melanda setelah beberapa hari ini sedikit berkurang.

Kenan membuka matanya dan segera berlari ke wastafel untuk mengeluarkan cairan dari dalam mulutnya. Sandy segera mendekat dan berdiri di belakang Kenan, tangannya memijat tengkuk Kenan.

"Kamu telat makan, makanya masuk angin. Aku suruh OG beli makan ya?"

"Gak usah. nanti gue makan di food court aja," jawab Kenan dengan membersihkan bibir dan dagunya yang basah dengan tisue.

"Asam lambung kamu nanti naik lagi. Makanya pagi itu makan! Jangan minum kopi sebelum perutmu terisi. Masa gitu aja kamu gak ngerti sih, Ken?"

Kenan mengikuti Sandy yang kembali duduk di sofa. "Lo kalo cerewet gitu kayak nenek Yana, Cak."

Sandy mendengus, Kenan mengingatkan dirinya dengan nenek kesayangannya yang sudah tua tapi masih sehat dan suka mengomel. "Biar cerewet gitu nenekku baik loh, Ken."

Kenan tak menanggapi, percuma saja membahas saudara perempuan neneknya yang sudah berstatus almarhumah. Matanya kini lebih fokus menghubungi Amanda lagi via chat, berharap Amanda membuka blokirannya dan membaca pesannya.

Usahanya untuk mendapatkan informasi dari Anita tidak membuahkan hasil. Gadis itu menyampaikan seperti yang disampaikan Laras, Tere dan Zulkifli. Jawaban yang sama ... Amanda mendapatkan pekerjaan baru di luar kota.

AMANDA dan Si MATA BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang