🌹Happy reading🌹
"Oleh-olehnya mana, Nda?" Todong Mas Zulkifli ketika melihatku memasuki ruang meeting. Cuma ada Mas Zul di sini, aku orang kedua dan yang lainnya entahlah, karena jam kerja masih lima menit lagi."Kalo Mas Zul mau keripik tempe, ada tuh di tempatku!" Aku menarik kursi yang biasa aku duduki sekaligus menyiapkan juga kursi buat Anita di sebelahku.
"Aku mau, Nda! Habis tadi gak sempat sarapan sih!"
"Kenapa? Baby nya rewel lagi?" Tanyaku khawatir. Isterinya Mas Zul memang sudah melahirkan seminggu yang lalu. Dan sebagai pasangan muda yang baru pertama kali memiliki buah hati, tentunya sudah bisa dibayangkan betapa ribetnya dia membantu mengurusi bayi.
"Gak! Sudah mulai terbiasa."
"Lantas?"
"Mertua kan di rumah, tadi kesiangan bangun jadi sungkan mau ambil sarapan."
Aku melongo. "Oalah Mas..Mas! Sungkan kok sama mertua. Kalo Mas Zul sampe sakit kan kasihan sama Mbak e!"
"Lho kok gitu?"
"Lah kalo Mas Zul sakit, Mbak e kan jadi sibuk ngurusi Mas Zul juga kan?"
Mas Zul terkekeh.. "Bisa aja kamu, Nda!"
"Aku bawa roti, kalo Mas Zul mau habis meeting ke ruanganku!"
Habis aku mengucapkan itu, satu persatu peserta meeting mulai berdatangan. Aku segera kembali ke kursiku setelah tadi sempat mendekat ke kursinya Mas Zul.
Kursi mulai terlihat penuh, dan tak berapa lama seraut wajah yang semalam susah hilang dari ingatanku itu pun muncul dan duduk di kursinya. Matanya mengitari semua yang hadir, hingga sejenak berhenti ketika menatapku yang duduk di pojok dan jauh dari dirinya.
"Apakah sudah lengkap semua?" Tanya Pak Kenan ke Bu Laras selaku personalia.
"Cuma Pak Zidan yang tidak ada, Pak!"
"Kalo ketidakhadiran Pak Zidan saya bisa mengerti! Sekarang kita mulai saja meeting pagi ini!" Pak Kenan mengedarkan kembali pandangan matanya.
"Ok, selamat pagi buat kalian semua yang sudah hadir disini. Saya berharap kalian selalu dalam kondisi yang sehat, dan bisa menjalankan pekerjaan kalian dengan penuh tanggung jawab!" Pak Kenan mengawali ucapan seperti biasanya ketika mengajak kita semua meeting.
Setelah itu barulah dia membahas dari divisi ke divisi. Terlebih dahulu yang dibahas adalah divisi pembelian dengan segala permasalahan yang dialami mereka. Ada lima orang yang menjadi anak buah Pak Zidan yang kini dicecar dengan berbagai pertanyaan, dan untungnya kelimanya bisa menjawab.
Aku sendiri yang memperhatikan Pak Kenan berusaha menahan senyumku ketika mata kami saling bersirobok. Ada rasa yang sulit untuk diungkapkan, tapi aku berusaha untuk mengendalikannya. Mataku hanya bisa memandang tubuhnya yang atletis, wajahnya yang rupawan, dan sinar cinta yang keluar dari sorot matanya ketika menatapku.
Entah salah entah benar apa yang terjadi dengan hatiku, tetapi rasa cinta yang aku miliki kini juga semakin bertambah prosentasenya. Apalagi setelah dia mengungkapkan rasa cintanya kepadaku. Entah bagaimana kini aku bisa menghilangkan rasa itu. Aku sudah tak berdaya karena yang aku tahu, kini kami saling mencintai. Aku merasa apa yang akan terjadi...maka terjadilah! Karena aku tidak mau tertekan lagi dengan apa yang aku rasakan.
"Manda!" Suara yang memanggilku dengan keras itu membuatku terkejut dan gugup. Tanganku yang dari tadi memegang pena, spontan melepasnya. Hingga sedikit terlontar di atas meja.
"I..iya, Pak!"
"Sekali lagi saya bilang, kalo lagi meeting tolong diperhatikan! Jangan melamun! Apalagi ini masih pagi!" Tegurnya dengan suara yang tegas dan membuatku jengah karena kini semua mata tertuju kepadaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMANDA dan Si MATA BIRU
General FictionCerita untuk usia 21+ Kenan Alarico Samudera sudah mengenal Amanda Puteri Suhardiman selama setahun sebagai bawahannya. Bahkan seminggu sekali mereka selalu berdua di ruangan kantornya dalam suatu urusan pekerjaan. Hingga suatu saat rasa cinta yang...