EMPAT PULUH SATU

10.8K 1.1K 163
                                    

Semoga yang sedang membaca karyaku ini selalu dalam keadaan yang sehat wal'afiat.
Aamiin
❤️🤗❤️

🌹Happy reading🌹

"Kamu gak pa pa kan kalo aku tinggal kerja?" Tanya Kiara sambil menikmati sarapan nasi goreng buatan Amanda. Biasanya dia hanya sarapan roti untuk mengganjal perutnya di pagi hari, tapi kali ini berhubung Amanda memasak, maka mau gak mau dia harus memakannya untuk menyenangkan hati ibu hamil yang sedang galau.

"Ya gak pa pa lah, memangnya aku anak kecil?" Amanda mencebik membalas pertanyaan Kiara.

"Kali aja kamu bosen di apart sendiri. Biasanya kan kamu kerja, tapi sekarang mesti berdiam diri gini di rumah."

Amanda memasukkan suapan terakhirnya ke dalam mulut sebelum berbicara lagi. "Santai aja, Ki. Kalo aku nanti bosen, aku kan tinggal keluar aja." Amanda menunjuk dengan dagu ke arah ponsel yang tergeletak di sebelah piringnya. "Selama baterai ponselku masih terisi, dan selama masih ada google map, aku gak kwatir kesasar. Lagipula lokasi apart-mu ini juga mudah dijangkau dari mana aja. Bikin nyaman dan betah."

Kiara tersenyum lega.

"Syukurlah kalo kamu ngerasa kayak gitu. Setidaknya kalo aku tinggal ngantor, aku gak kepikiran kamu," ucap Kiara. Matanya melirik jam di tangannya sebelum dia bangkit dari duduk dan membawa piringnya yang sudah kosong ke kitchen sink.

"Ki ...!"

Kiara menoleh, "apa?"

"Biarin piringmu di situ! Kamu sudah rapi, nanti basah kena cipratan air!" Seru Amanda yang kemudian menyusul Kiara ke dapur.

Dia memperhatikan pakaian kerja yang dikenakan Kiara, celana panjang dan atasan yang ditutup dengan blazer. Sahabatnya terlihat manis dan menarik, apalagi jika tersenyum, ada lesung pipit di kedua pipinya.

"Ok, bibi Manda. Makasih ya udah bikinin aku sarapan dan juga mencuci piring kotorku." Kiara memotong tatapan Amanda, dan menggodanya dengan mengedipkan mata.

"Bibi, bibi!" Amanda menarik rambut Kiara. "Bibi dari hongkong?"

Bukannya marah ditarik rambutnya, Kiara malah tertawa geli karena berhasil menggoda sahabatnya. Dia segera meraih tas kerja dan juga kontak mobil.

"Kalo gitu aku pergi dulu ya, say. Aku gak mau terlambat setelah kemarin ijin," pamit Kiara sebelum kepalanya menunduk dan tangannya mengusap perut Amanda.

"Onty pergi dulu ya, By. Temani mama kamu di rumah, okey?" Ujarnya yang ditanggapi kekehan Amanda yang merasa geli. Sejak kemarin Kiara selalu memanggil By untuk Baby yang masih ada di dalam perut Amanda.

"Udah ah sana, geli tau kamu ngomong kayak gitu."

Kiara mendongak dan menowel hidung Amanda gemas. "Harusnya kan daddy-nya yang bilang kayak gitu ya?"

Amanda menoyor dahi Kiara dengan telunjuknya. "Udah ah, jangan diingetin lagi. Jadi sedih tau!" rajuknya yang dibalas Kiara dengan merangkul bahu Amanda sembari kaki keduanya perlahan melangkah ke arah pintu keluar.

"Kalo kamu gak pingin sedih, buka aja tuh blokirannya dan terima teleponnya. Udah gitu dengar penjelasannya, InSyaa Allah kamu dan Baby akan bahagia. Okey?" Nasehat Kiara dengan lembut. Bagaimanapun juga dia ingin Amanda bahagia dengan orang yang dicintainya. Bukan malah menghilang seperti ini.

Amanda mencebikkan bibirnya kesal. Sekali lagi Kiara tertawa geli, dia segera mengenakan sepatu kerjanya.

"Hati-hati ya, Ki!"

"Kamu juga hati-hati di rumah! Assalamu'alaikum." Kiara membuka lebar pintu setelah Amanda menjawab salamnya.

Ibu hamil itu menatap punggung sahabatnya yang berjalan menuju ke arah lift dengan raut wajah yang tak terbaca. Setelah Kiara memasuki lift, perlahan Amanda menutup pintu dan sekaligus menguncinya. Kemudian dia menyandarkan tubuhnya sejenak di balik pintu untuk menenangkan hatinya yang sedang galau.

AMANDA dan Si MATA BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang