TIGA PULUH SEMBILAN

8.7K 901 86
                                    

🌹Happy reading🌹

Tiga minggu kemudian ....

Kenan menghembuskan napas lelah. Sudah setengah jam dia menunggu sahabatnya untuk menjemputnya di bandara Juanda, tapi yang ditunggunya belum nongol juga. Padahal dia sudah tidak sabar untuk sampai di Samudera dan bertemu dengan kekasih hati yang dirindukannya selama ini.

Dengan wajah kesal tangan kirinya yang sedari tadi memegang ponsel menekan sebuah nomer kontak yang beberapa saat lalu dia hubungi, nomernya Sandi, sahabat sekaligus sepupu dari garis papanya.

"Lama amat sih, Cak!" Keluhnya begitu Sandi mengangkat telepon.

"Macet, Ken ... Cito macet. Sabar napa sih? Ini juga baru bisa jalan normal. Kayaknya setengah jam lagi deh baru nyampe."

"Lo nyetir kayak siput sih. Ngebut kek lewat tol! Atau emang lo gak punya duit buat beli e-toll?"

"Hahaha ... udah terlanjur lewat bawah tadi, Ken. Nganter bini kerja sekalian jalan jemput kamu."

Kenan mendengus mendengar tertawanya Sandi. Dia menyesal kenapa kemarin tidak menghubungi Zulkifli saja atau menyuruh salah satu driver Samudera untuk menjemputnya. Setidaknya kini dia sudah sampai di kantor dan bertemu dengan kekasihnya. Bukan malah menunggu Sandi yang suka ngaret.

Kenan menghembuskan napasnya lagi begitu telpon terputus. Bola matanya memutar menunjukkan rasa kesal. Baru tadi malam dia kembali ke Indonesia, dan pagi ini dia sudah menginjak tanah di Surabaya. Jujur saja tubuhnya terasa lelah, tapi semangatnya tumbuh kembali begitu membayangkan dia akan bisa bertemu lagi dengan Amanda.

Memang selain untuk urusan pekerjaan, kedatangannya ke Surabaya juga ingin meluruskan kesalahpahaman mereka. Hal yang sudah dirancangnya ketika urusan dengan Paula selesai.

Yah ... Hati Kenan kini sedang galau. Pikirannya juga kacau, hingga membuat tubuhnya yang dulu kekar kini agak mengendor. Entah turun berapa kilo bobot tubuhnya hanya dalam waktu 3 minggu saja.

Rencana semula Kenan akan berada di sisi Paula seminggu saja. Tapi berhubung kondisi Paula yang nge-drop dan rengekannya yang membuatnya iba ... dia menambah seminggu lagi. Dan di saat dia harus berkemas untuk kembali ke tanah air ... Kenan mendapati kondisi Paula kritis dan berakhir dengan meninggal dunia.

Mau gak mau Kenan sebagai suami harus menyelesaikan urusan Paula dan mengurus semuanya. Orang tuanya yang terbang dari Surabaya dan menemaninya di Madrid menahannya hingga seminggu kemudian.

Haruskah Kenan bahagia dengan statusnya yang sekarang menduda? Jika itu yang terjadi sungguh Kenan menjadi seorang suami yang tak punya hati. Meskipun tidak ada cinta, setidaknya dia memiliki rasa sayang pada Paula.

Tapi haruskah Kenan bersedih jika kenyataan ini membuat dirinya bebas untuk menikahi pujaan hatinya? Rasa kehilangan di satu sisi, tapi di sisi yang lainnya, ada kebahagiaan dan juga masa depannya yang sudah menanti.

Apalagi Kenan pikir ... jika semua ini mungkin yang terbaik buat Paula yang sekarang sudah terbebas dari penyakitnya, terbebas dari penderitaannya. Dan dia berharap Paula juga sekarang sudah bahagia di sisi Sang Pencipta.

Kenan menyesap kembali kopinya di sela-sela lamunannya. Tanpa sadar matanya melihat sosok yang seperti dikenalnya di kejauhan. Tempat duduknya memang dekat jendela, dan dia bisa melihat punggung perempuan yang berjalan menjauh dan memasuki area keberangkatan pesawat.

Ingin rasanya Kenan bangkit dan berlari ke sana, tapi tubuhnya seperti terpaku. Rasa kaget membuatnya sulit untuk beranjak, apalagi dia juga ragu benar atau tidaknya dengan apa yang dilihatnya, hingga tubuh perempuan itu menghilang dan tak kelihatan lagi

AMANDA dan Si MATA BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang