Jangan lupa tekan tanda ⭐ di pojok kiri bawah ya🤗
🌹Happy reading🌹
"Ikan Sari lumayan juga ya penjualannya?" Tanya Pak Kenan yang sedang melihat total tagihan supplier krupuk ikan itu setiap bulannya melonjak semakin tinggi.
Dia membolak balikkan lampiran faktur yang ada di belakang bukti pengeluaran kas untuk mengetahui detail pengiriman yang dilakukan supplier.
Sepertinya Pak Kenan penasaran ....
Aku tersenyum melihatnya.
"Bu Nina itu selalu aktif mengontrol tempat display barangnya, Pak. Lagipula rasa kerupuknya juga memang enak." Jelasku tanpa memikirkan apa yang ada di benak pria di depanku setelah melihat lampiran milik Bu Nina.
Pak Kenan kini mendongak menatapku.
"Apa kamu pernah makan krupuknya?"
Aku mengangguk. "Ya pernah lah, Pak! Staf pembelian juga pernah ngerasain juga. Bu Nina orangnya kan baik banget sama kita!"
"Oiya?"
Aku mengangguk lagi ....
"Tiap seminggu sekali ada aja yang dibagi ke kita-kita, entah itu dari sisa barang yang ditarik, atau dia bawa sendiri kemasan dari rumah. Kita sih gak mungkin nanya hal-hal kayak gitu. Cuma tiap ngasih bilangnya sih syukuran, karena kerupuk bikinannya banyak digemari. Dan orderan di rumahnya juga makin ramai."
Bu Nina, wanita paruh baya yang sedang kami bicarakan adalah supplier kerupuk dan cemilan sejenisnya. Sistem penjualannya hanyalah titipan. Jadi setiap barang yang laku saja yang kita bayar. Tidak ada masalah jika beliau mau memberi kita sesuatu, karena menurutku bukan dengan maksud untuk menyuap.
"Masa sih, Nda? Kamu cerita kayak gini kok saya jadi pingin tau juga rasanya. Masalahnya saya suka banget sama kerupuk ikan." Ucap Pak Kenan tanpa aku sangka-sangka.
"Saya bukan salesnya lo, Pak! Saya cuma ngomong apa adanya."
"I know, but really I want to taste the crackers that you mentioned earlier!"
Aku menatap mata birunya, nih Bapak Bule ternyata suka juga sama makanan Indonesia.
"Beneran Bapak mau?" Tanyaku tak percaya.
Pak Kenan mengangguk dan menatapku heran.
"Memang ada yang salah kalo saya suka kerupuk?"
"Gak juga, cuma aneh!" Jawabku setengah bergumam.
"Kamu itu yang aneh!" Dia berkata sinis.
Aku menaikkan alisku. Entah sejak kapan aku seberani ini kepada Bosku. Kebersamaan kami di setiap akhir minggu bisa jadi membuatku lebih tahu sosoknya yang ternyata tidak sekaku atau sedingin kelihatannya. Karena di tempat kami, sosok Bapak Kenan sangatlah disegani.
"Kalo gitu beli aja di floor, Pak!" Ucapku lagi tanpa berniat untuk menawarkan membelikannya.
"Kamu mau belikan?"
"Kan tinggal telpon floor aja biar nanti diantar ke sini, Pak!" Aku mencoba mengelak, rasanya malas untuk naik turun tangga dari lantai 3 terus ke supermarket yang ada di sebelah kantor. Karena di sini tidak ada lift, adanya cuma tangga yang selebar 1 meter. Jadi ... mungkin hanya aku satu-satunya pegawai yang berani menunjukkan penolakan kepadanya.
Pak Kenan menggeleng ....
"Saya kan gak tau yang mana yang menurut kamu enak, Manda!"
Aku berfikir sebentar, benar juga sih. Kalau gak datang memilih sendiri takutnya nanti salah ambil. Kalau begini sih beneran aku sudah jadi salesnya Bu Nina, sampai Bos model Pak Kenan begini tertarik makan hasil produksi rumahannya. Bisa minta komisi nih ke Bu Nina ... aku berpikir agak ngawur.

KAMU SEDANG MEMBACA
AMANDA dan Si MATA BIRU
General FictionCerita untuk usia 21+ Kenan Alarico Samudera sudah mengenal Amanda Puteri Suhardiman selama setahun sebagai bawahannya. Bahkan seminggu sekali mereka selalu berdua di ruangan kantornya dalam suatu urusan pekerjaan. Hingga suatu saat rasa cinta yang...