TUJUH

15.2K 1.2K 83
                                        

Jangan lupa tekan tanda ⭐ di pojok kiri bawah ya🤗😍

🌹Happy reading🌹

"Pak Misno, kirimnya yang benar ini berapa sih? Lima puluh atau enam puluh kardus? Tolong jangan diusek-usek kayak gini dong, Pak!" Aku menatap pria empat puluh tahunan itu dengan kesal.

Kepala gudang yang bertubuh agak gempal itu melihat copy lembaran faktur yang ada coretan tanpa adanya paraf si penerima barang di kolom jumlahnya. Jadi terkesan meragukan dan tidak bertanggung jawab.

Berulangkali sudah dikasih tahu, tetap saja tidak berubah. Harusnya sebelum tanda tangan di laporan penerimaan barang, Pak Misno harus peka terhadap semua kejanggalan. Kalau dia cuek, akibatnya dia yang rugi sendiri. Stok gudang akan timbul selisih, dan divisi gudang yang akan menanggung akibatnya.

"Sebentar ya Mbak, aku cek di kartu stok dulu sama fisiknya sekalian!" Setelah berbicara, dia kabur begitu saja dari hadapanku.

Aku mendengus....

Kebiasaan orang gudang yang ceroboh ya seperti itu. Selisih barang segitu banyak jika diuangkan sampai jutaan rupiah, nanti siapa yang mau menanggungnya.

Dengan pikiran kusut, aku membalikkan tubuh untuk kembali ke ruanganku. Ketika hampir memasuki lobby kantor, aku dikejutkan dengan suara orang yang memanggil-manggil namaku dari jauh.

"Mbak, Mbak Manda!"

Aku berhenti, kemudian menoleh mencari sumber suara. Dari jarak beberapa meter aku menemukan seorang pria yang mengenakan seragam coklat tua dengan logo sebuah perusahaan di bajunya berjalan cepat ke arahku. Di tangannya ada sebuah kotak seukuran kotak sepatu yang terbungkus kertas kado.

"Ada apa ya, Pak?"

Dia mengatur nafasnya yang terlihat ngos-ngosan dengan senyum lega di bibirnya.

"Ada titipan kado dari Pak Soni buat Mbak Manda!"

Aku mengernyitkan dahi ... Pak Soni lagi, Pak Soni lagi...

"Dalam rangka apa Pak Soni kasih kado ke saya?" Aku memegang kadonya sejenak sebelum akhirnya mengembalikannya lagi.

Pak Soni adalah seorang supplier, pemilik usaha distributor consumer good. Dia seorang duda beranak satu, yang menurutku usianya kira-kira pertengahan tiga puluhan.

"Di terima aja lah, Mbak! Katanya Mbak Manda lagi ulang tahun hari ini!"

Aku berdecak dan menggelengkan kepalaku.

"Tolong sampaikan rasa terima kasih saya buat Beliau ya, Pak! Tapi mohon ma-aaf banget, saya gak bisa menerima kadonya!" Aku menepis tangannya yang akan mengulurkan lagi kotak itu.

Bagiku ini adalah trik lama, bisa jadi kado yang dia berikan mengandung maksud tertentu dibaliknya. Bisa saja itu berhubungan dengan urusan pekerjaan. Ataukah jika aku GR, itu berhubungan dengan hal pribadi, mengingat dia pernah berusaha mengajakku untuk kencan atau sekedar makan malam di luar.

"Nanti Pak Soni marah sama saya loh, Mbak! Tolong diterima saja ya!" Pria yang aku kenal sebagai driver pengiriman itu bernama Pak Subandi, kini dia merengek dan berusaha memaksaku.

Aku menghela napas, menunduk sejenak sebelum menatap dia lagi.

"Bapak gak usah khawatir ya, nanti kalo Beliau nya marah sama Bapak, gantian saya yang akan memarahi Beliau, Pak!"

"Mbak, beneran saya gak enak sama Pak Soni!" Rengek nya lagi.

Aku yang lagi badmood dengan pekerjaanku yang bermasalah, kini ditambah dengan rengekan Pak Bandi di depanku, rasanya darahku semakin mendidih.

AMANDA dan Si MATA BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang