EMPAT PULUH EMPAT.

9.2K 992 74
                                    


🌹Happy reading🌹

Malam hari Amanda dan Kiara duduk berdampingan di sofa depan televisi. Keduanya terlihat akrab bak saudara kandung. Di hadapan mereka film action sedang ditayangkan oleh salah satu channel TV tanah air. Tampak mata mereka menatap layar, seolah fokus dengan jalan cerita di sana, tetapi yang sesungguhnya adalah pikiran mereka sedang berkelana berbeda arah.

Ponsel Amanda juga dalam keadaan gelap. Benda pipih yang selalu dibawa kemana-mana itu kini tergeletak begitu saja di meja sofa. Sementara itu jantung pemiliknya sedang berdebar tak karuan, rasanya dia sudah tak sabar menunggu telpon atau video call dari kekasihnya yang kini sedang berada di Surabaya. 

Yah begitulah, akhirnya Kenan benar-benar membuktikan ucapannya. Tiga hari setelah Amanda pulang dari rumah sakit, dia pergi ke Surabaya menemui mama dan adiknya Amanda, Mario. Tapi sebelum itu, sebagai syarat supaya Amanda menurut untuk tetap di Jakarta, Kenan diminta untuk menghubungi om dan tantenya Amanda yang berada di Batu, atau yang biasa dipanggil ayah dan bunda oleh Amanda.

Kenan dan Amanda menceritakan via video call tentang kisah mereka tanpa ditutup-tutupi lagi. Dan meskipun Kenan bersedia menanggung resiko kemarahan yang akan diterima dari calon mertua dan calon adik iparnya, tetapi Amanda meminta dukungan dari Hanum dan Arkhan untuk mendampingi Kenan di Surabaya.

Mereka awalnya juga marah dan kecewa dengan apa yang dilakukan Kenan dan Amanda, tetapi akhirnya keduanya bersedia melakukan permintaan mereka demi calon bayi yang tak bersalah yang kini hampir berusia empat bulan itu.

Amanda menghela napas, kepalanya menyandar di bahu Kiara yang sedang serius menyaksikan tontonannya. Sedangkan tangannya mengusap perutnya yang mulai tampak membuncit.

"Dari dulu sampe sekarang demen banget sih sama yang gelut-gelutan kayak gitu," gerutu Amanda. Dia mengalihkan pikirannya dengan bersikap julid pada pemilik bahu yang disandarinya. Dia paham jika hobby nya Kiara memang nonton film action, tak jauh dari olahraga yang dia geluti sejak SD ... karate. Makanya Kiara begitu mandiri dan percaya diri ketika tinggal di ibukota sendirian.

"Asyik tau!"

Amanda mencebikkan bibirnya. "Apa asyiknya? Bonyok semua gitu."

"Udah terbiasa juga, Nda. Lagian juga cuma film, bukan beneran. Beberapa adegannya juga dikamuflase, diedit dan lain-lain ... entahlah!" Kiara mengedikkan bahu sehingga kepala Amanda pun ikut bergerak. Dia menoleh memperhatikan Amanda.

"Kamu juga pernah gelut gitu kok."

"Aku?" Amanda menunjuk dirinya dengan mata mendongak menatap Kiara yang mengangguk.

"Iya," jawab Kiara sembari mengulum senyum.

"Kapan? Aku gak pernah gelut," tolak Amanda dengan mata menerawang, mengingat apakah dia pernah gelut atau tidak sembari tangannya mendekap lengan Kiara.

"Eum ... waktu bikin baby kamu kan gelut tuh sama Kenan. Dimana itu? Rasanya jadi kepo pingin tau waktu proses pembuatannya," goda Kiara yang membuat pipi Amanda memanas. Dia memukul pelan lengan Kiara.

"Kalo itu sih gak gelut, Ki. Kan sama-sama enak. Main tonjoknya juga di bibir dan di ...." Amanda menjeda, pikirannya kembali ke waktu itu, waktu dimana dia pasrah saja ketika Kenan merenggut keperawanannya. "Bengkak ... tapi berakhir enak, Ki." Amanda menutup wajahnya dengan salah satu tangan. Ada rasa malu dengan apa yang pernah dilakukannya dulu.

"Berdarah gak?"

"Apanya?" Amanda membuka wajahnya.

"Ya itunya! Kan habis tonjokan, bengkak, terus berdarah gak?" Kiara mengangkat dagu Amanda dan mengedipkan sebelah matanya.

AMANDA dan Si MATA BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang