03. Ketakutan

159K 14.6K 1.3K
                                    

               Happy Reading ❤️

Mobil sport warna hitam itu berhenti tepat di parkiran khusus mobil. Arzan keluar dari mobil dengan wajah angkuhnya. Lalu, mengitari mobil dan membukakan pintu untuk Kaila. Sontak, kejadian itu membuat seluruh siswa melongo dibuatnya. Setau mereka, Arzan itu tidak pernah memperlakukan perempuan dengan baik. Sekarang? Seorang Arzan membukakan pintu mobil untuk Kaila.

"M--makasih, Kak," ucap Kaila dengan kepala menunduk. Ia masih tak berani menatap wajah datar Arzan, meski Arzan memperlakukannya dengan baik.

"Lo nggak usah takut sama gue," ucap Arzan seraya memegang kedua bahu Kaila.

"I--iya. Yaudah, aku ke kelas dulu," pamit Kaila seraya melangkahkan kakinya.

Arzan menatap tajam semua orang yang sedari tadi memperhatikannya dengan berbagai tatapan. Lantas, semua orang pun memalingkan wajahnya. Mereka tidak mau Arzan mengamuk. Berurusan dengan seorang Arzan artinya sengaja cari mati.

Sahabat Arzan menyambut Arzan dengan tatapan bingung. Arzan mengabaikan itu dan ia memilih untuk tidur saja. Semalaman dia begadang karena memikirkan gadis yang membuat hidupnya kembali berwarna.

"Bos, lu nggak mau cerita ke kita-kita, gitu?" tanya Adenito. Orang yang paling tengil dan absurd diantara sahabat-sahabatnya Arzan.

"Gak usah ganggu tidur gue!" Adenito langsung kicep dan tak berani bertanya lagi. Berbeda dengan Rafael yang malah menghampiri Arzan dan duduk di sebelahnya.

"Cerita sama gue," bisik Rafael. Rafael tak jauh beda dengan Arzan. Sifatnya yang dingin dan cuek malah membuat kaum hawa menyukainya. Entahlah, sama sifat, tapi bedanya Rafael banyak yang mengejar dan Arzan tak ada satupun yang berani mendekat. Mereka masih sayang nyawa.

Jangan salah, orang sedingin dan secuek Rafael juga bisa punya pacar, tidak seperti Arzan. Arzan tak pernah sekalipun berpacaran. Semenjak mamahnya pergi dan lebih memilih laki-laki lain, Arzan tidak tertarik dengan perempuan manapun. Kecuali, dengan Kaila.

"Ikut gue." Arzan berdiri dengan wajah tidak ikhlas. Arzan tidak mau menutupi apa yang telah terjadi kemarin pada Rafael. Karena Rafael satu-satunya sahabat yang paling ia percayai.

"Gue udah ngerusak cewek," ucap Arzan.

"Ha?" Rafael menatap Arzan tak mengerti.

"Malam itu, pas kita ke club. Pas kalian pulang, gue mabuk. Bangun-bangun gue sadar kalau gue udah ngelakuin hal 'itu' ke cewek," jelas Arzan.

Seperti itulah Arzan, dia tidak akan dingin dan bercerita panjang lebar hanya dengan Rafael. "Ini yang gue takutin. Om Xander nitipin lo ke gue. Gue ngerasa gagal jagain lo," ucap Rafael seraya menatap Arzan tajam.

"Gue bisa jaga diri. Lo yang harusnya gue jagain. Ilmu bela diri gue lebih hebat daripada lo," jawab Arzan dengan sombongnya.

"Hm. Terus gimana sama cewek itu? Lo harus tanggung jawab."

"Iya. Besok temenin gue ke rumah cewek itu."

Papahnya Arzan sudah meninggal dua tahun yang lalu karena penyakitnya. Arzan sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi, kecuali para sahabatnya. Tak ada yang memperhatikan membuat Arzan tumbuh menjadi pribadi yang kejam, dingin, dan keras kepala.

***
Pelangi menatap Kaila dengan sinis. Begitupun Kaila, semenjak kejadian buruk malam itu, Kaila sangat kecewa dengan Pelangi. Sahabatnya itu bahkan tidak mencarinya atau meminta maaf.  Rencananya dan Bara akan ia batalkan dan Kaila menyuruh Bara memberikan kejutan untuk Pelangi sendiri saja.

"Lo pacaran sama Kak Arzan?" tanya Sisil--salah satu murid paling julid.

"Nggak," jawab Kaila santai.

"Kok berangkat bareng? Apalagi, tadi Kak Arzan bukain pintu mobil buat lo. Gak mungkin kalian nggak ada hubungan apa-apa," cerocos Sisil.

Kaila menatap Sisil datar. "Kalaupun iya, itu bukan urusan lo!" balas Kaila penuh penekanan.

Kaila jengah dengan situasi saat ini, di mana teman sekelasnya selalu menatapnya sinis. Ia memutuskan untuk keluar dari kelas. Kaila tidak sadar, bahwa sedari tadi Pelangi menatapnya seakan sedang menertawakan Kaila.

Pelangi tau semua kejadian malam 'itu'. Hal itu membuatnya senang karena ia menggenggam rahasia Kaila dan bisa berguna sewaktu-waktu. Pelangi dan Bara masih berhubungan baik, meski Pelangi selalu cuek dengan Bara.

"Pelangi," panggil Bara seraya memegang bahu Pelangi.

"Nanti malam aku jemput, ya," ucap Bara seraya mengusap kepala Pelangi.

"Hm." Bara tersenyum kecut mendengar respon dari kekasihnya itu. Sudah dua hari belakangan ini gadisnya itu bersikap cuek padanya.

"Yaudah, aku balik ke kelas, ya. Jangan lupa nanti malam, jam delapan," ucap Bara seraya menepuk-nepuk pucuk kepala Pelangi.

Cup!

"Aku sayang kamu." Setelah mengecup pipi Pelangi, Bara pun melangkah keluar dari kelas gadisnya.

"Hiks, kamu jahat, hiks. Kamu hianatin aku sama sahabatku sendiri." Pelangi terisak pelan dan menatap punggung Bara yang mulai menjauh dengan tatapan nanar.

                             ***
Jangan lupa vote and comment!

KAILA (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang