Happy Reading ❤️
Arzan pulang dalam keadaan lebam-lebam dan badannya pun harus dipapah oleh Rafael dan Adenito. Entah apa yang terjadi pada mereka. Wajah Rafael dan Adenito tak seperti biasanya. Mengisyaratkan luka. Bukan luka fisik.
Kaila tidak boleh tau keadaan Arzan. Rafael membawa Arzan ke apartemennya. Setelah mengobati lukanya Arzan dan lukanya sendiri, Rafael dan Adenito pun meninggalkan apartemen.
Tibalah mereka di sebuah gedung yang menjadi tempat tinggal sementara orang-orang yang terkena penyakit, ataupun mengalami kecelakaan. Rumah Sakit.
Rafael dan Adenito tampak tergesa-gesa. Hingga, mereka berhenti di depan ruangan ICU. Di sana tidak hanya ada Rafael dan Adenito, ada para anggota Black Wolf juga.
"Gimana?" tanya Rafael, entah pada siapa.
"Dokter belum keluar," jawab Yuda singkat.
Semua wajah anggota Black Wolf tampak sangat khawatir. Salah satu diantara mereka ada yang tertembak. Target yang Black Wolf incar ternyata memiliki senjata ilegal. Taktik penyergapan yang dirancang oleh Arzan melenceng.
Mereka---para anggota Black Wolf tak menyalahkan sang ketua. Ini memang diluar kendali. Tertembaknya salah satu anggota Black Wolf bukan karena Arzan.
Tak lama, dokter pun keluar dari ruangan ICU. Anggota Black Wolf berbondong-bondong mengerumuni sang dokter.
"Gimana keadaan teman kami, Dok?" tanya Yuda dengan raut wajah khawatir.
"Pasien mengalami koma. Luka tembakan yang mengenai punggung pasien cukup dalam. Kalau mau menjenguk, silakan. Tapi, hanya dua orang saja. Saya permisi," jelas dokter itu.
Rafael dan Yuda masuk terlebih dahulu. Mereka berdua melihat tubuh orang yang sudah mereka anggap saudara sendiri terbaring lemah di brankar. Rafael yang seumur hidupnya tak pernah menangis pun, kini mengeluarkan air matanya.
Tak hanya Rafael, semua anggota Black Wolf juga menangis. Mereka takut kehilangan salah satu anggota mereka yang biasanya selalu membuat onar, tapi bisa menghangatkan suasana ketika sedang berkumpul.
Tak kuat melihat itu, Yuda keluar dari ruangan ICU. Menangis tersedu-sedu di kursi tunggu. Dewangga merangkul pundak Yuda. Tidak ada gengsi kali ini. Mereka harus saling menguatkan demi orang yang mereka sayangi yang lagi terbaring lemah di dalam sana.
***
"Shhh," ringis Arzan saat mencoba bangun dari ranjang.Matanya melihat sekitar. Bukan kamarnya. Setelah meneliti lebih dalam, Arzan pun tau kalau itu kamar Rafael. Arzan menegang kepala bagian belakangnya. Matanya melotot saat mengingat sesuatu.
"BLACK WOLF! KAILA!"
Arzan menghiraukan rasa sakit yang terasa di seluruh tubuhnya. Ia harus pulang. Kaila pasti menunggunya di rumah. Tak hanya itu, ia harus ke Rumah Sakit. Menemui orang yang telah menyelamatkannya dari maut.
"Semoga lo gakpapa," gumam Arzan.
Sesampainya di rumah, Arzan langsung berlari mencari keberadaan istrinya. Ia sungguh takut kalau Kaila kenapa-kenapa.
"Kakak!"
Kaila menubruk tubuh Arzan, memeluk tubuh suaminya itu sangat erat. Arzan memejamkan matanya, menahan rasa sakit yang semakin menjalar. Pelukan Kaila membuat lukanya tertekan.
"Kakak kenapa tadi malam gak pulang? Kakak gakpapa, kan? Muka Kakak lebam-lebam. Pasti sakit, ya?" tanya Kaila bertubi-tubi.
"Aku gakpapa, Sayang. Maaf, ya, gak ngabarin," jawab Arzan.
"Aku mau jenguk teman. Kamu di rumah aja sama Pelangi," imbuh Arzan sembari menarik tangan Kaila agar mengikuti langkahnya.
"Kakak kan baru pulang, masa pergi lagi, sih? Siapa yang sakit coba?" dumel Kaila.
"Yaudah, kamu ikut aja."
Lebih baik ia mengalah, daripada Kaila rewel nantinya akan semakin membuat pusing. Apalagi, luka-lukanya masih sangat terasa sakit. Arzan masuk ke dalam kamar mandi, sementara itu Kaila menyiapkan pakaian untuk suaminya.
Tiga puluh menit kemudian, Arzan pun sudah selesai mandi. Tak melihat Kaila di kamar, Arzan buru-buru memakai bajunya. Entah kenapa, Arzan merasa tak tenang jika Kaila tidak berada di dekatnya.
"Kaila?" panggil Arzan sambil celingukan mencari keberadaan istrinya.
"DI DAPUR!" teriak Kaila. Arzan pun langsung bergegas menghampiri sang istri.
"Kok masak?"
"Buat temen Kakak yang sakit," jawab Kaila.
"Gak usah. Kita beli aja. Makanan yang kamu bawa nanti gak akan cukup buat seluruh anggota Black Wolf," ujar Arzan.
"Tapi, aku udah terlanjur masak. Masa gak ada yang makan, sih?" ucap Kaila sedih.
"PELANGI!" Kaila terlonjak kaget mendengar teriakan suaminya.
Gadis yang dipanggil oleh Arzan pun datang dengan tergopoh-gopoh. Ia panik dan takut. Takut jika Arzan marah padanya. Tau sendiri kan kalau Arzan udah marah itu nyereminnya kayak apa?
"Ada apa, Kak?" tanya Pelangi gemetar.
"Lo makan masakan istri gue."
Huft ....
Pelangi bernafas lega. Ia kira ada apa sampai-sampai Arzan memanggilnya dengan nada tinggi. Ternyata, cuma nyuruh makan, toh.
"Pelangi, gue sama Kak Arzan pergi dulu. Jangan pulang dulu!" ucap Kaila.
"Iya-iya." Pelangi hanya pasrah, Kaila melarangnya untuk pulang. Padahal, di rumahnya ada acara keluarga nanti. Tapi, ia tak kuasa menolak, takut dengan tatapan tajam Arzan.
***
Jangan lupa vote and comment!
![](https://img.wattpad.com/cover/255833891-288-k393393.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
KAILA (On Going)
Teen FictionBagaimanakah jika seorang gadis yang masih sangat muda dan masih duduk di bangku SMA hamil? Apalagi, hamil dengan pria yang selama ini sangat ia takuti. Bukan hanya dia saja yang takut, bahkan seluruh warga sekolah pun juga takut padanya. Dia adalah...