Happy Reading ❤️
Huekk ....
Huekk ....
Mual dan pusing menyerang Kaila tiba-tiba. Arzan dengan telaten membersihkan muntahan istrinya itu yang mengotori sprei. Tidak ada rasa jijik. Kemudian, menuju dapur untuk membuat teh hangat untuk Kaila yang sedang terbaring lemah di sofa kamar.
Hari ini mereka tidak sekolah. Arzan tidak mau meninggalkan istrinya yang sedang sakit. Segelas teh hangat dan semangkuk bubur ayam telah siap. Arzan membawanya ke kamar.
"Makan dulu, Sayang," titah Arzan sembari membangunkan istrinya.
"Gak mau, Kak. Aku maunya sate!" tolak Kaila sembari menatap Arzan kesal.
"Adanya ini, Sayang. Ini masih terlalu pagi. Mana ada yang jualan sate?" Sabar.
"Pokoknya, mau sate! Titik!" teriak Kaila.
Arzan menahan emosinya. Ayolah, emosinya sudah mencapai ubun-ubun ketika Kaila menolak makanan yang telah ia siapkan. Arzan tidak suka penolakan. Namun, ia tak mau membuat Kaila ketakutan. Sebisa mungkin, ia mencoba bersabar menghadapi sifat Kaila yang saat ini sedang sangat manja.
"Oke, aku beli sate dulu." Mengalah adalah jalan yang tepat daripada berdebat dan berakhir pertengkaran.
"Ih, Kakak mau ninggalin aku gitu? Kakak nggak sayang lagi sama aku?"
APA LAGI INI?
"Katanya, mau sate. Ini aku mau beli," ucap Arzan lembut.
Percayalah, dibalik nada lembut itu Arzan sedang menahan emosinya yang akan meledak.
"Suruh aja Kak Rafael. Kakak di sini aja sama aku," jawab Kaila sembari memeluk lengan kekar Arzan.
Arzan menghela napas berat sembari memejamkan matanya sejenak. "Oke, Sayang."
Kaila tetap tidak mau melepaskan pelukannya saat Arzan hendak mengambil ponselnya. Alhasil, dia harus menyuruh asisten rumah tangganya. Bayangkan, ponsel itu tergeletak di ranjang yang jarak antara sofa hanya beberapa langkah saja. Sultan mah bebas.
"Ih, Kakak lirik-lirik dia, ya?!" pekik Kaila dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
"Enggak, Sayang. Mana ada aku lirik-lirik dia."
"Maaf, Nona, Tuan. Saya permisi," pamit asisten rumah tangga itu.
"Yaudah, sana pergi!" ketus Kaila dengan menatap asisten rumah tangga itu tak suka.
Sabar, Arzan. Sabar ....
***
"Kaila hamil?" Sontak, Arzan dan Kaila menatap Rafael tajam.Pria itu meringis. Salah, ya, pertanyaannya? Rafael semakin kalang kabut saat Kaila dengan kerasnya menangis di pelukan Arzan. Apa wanita itu sedang datang bulan?
"Kai, gue gak bermaksud. Maafin gue, ya?" ucap Rafael.
Kaila mengangguk tanpa menoleh ke arah Rafael. Kini dua sejoli itu sedang bermesraan tanpa memikirkan perasaan Rafael yang baru saja putus. Rafael pun tidak merasa iri, dia malah bahagia melihat Arzan tampak bahagia bersama Kaila. Urusan percintaannya tak penting untuk saat ini. Bahkan, Rafael bisa memacari tiga gadis sekaligus kalau dia mau.
Tiba-tiba ponsel Rafael berdering. Ada pesan masuk. Setelah membacanya, atensi Rafael mengalihkan perhatiannya pada Arzan yang sedang menatap wajah Kaila lekat. Rafael bimbang. Harus bilang atau tidak.
"Zan ...," panggil Rafael.
"Hm?"
"Anak-anak ngajak ngumpul. Akhir bulan kita kan mau camping," ucap Rafael.
"Cuma bahas camping, kan?" Rafael menggeleng pelan.
"Anak-anak juga mau bahas soal ketua REXTON yang mau gabung sama kita," ucap Rafael pelan. Takut Kaila terbangun dan mendengar pembicaraan mereka.
Arzan terdiam sejenak, kemudian menatap Kaila yang tertidur di dada bidangnya. Kalau dia pergi pasti Kaila marah. Tapi, ini juga menyangkut kelompoknya. Sebagai ketua dia tidak boleh melupakan kewajibannya.
"Iya."
"Jangan pergi."
***
Jangan lupa vote and comment!
KAMU SEDANG MEMBACA
KAILA (On Going)
Teen FictionBagaimanakah jika seorang gadis yang masih sangat muda dan masih duduk di bangku SMA hamil? Apalagi, hamil dengan pria yang selama ini sangat ia takuti. Bukan hanya dia saja yang takut, bahkan seluruh warga sekolah pun juga takut padanya. Dia adalah...