31. Baikan

68.7K 5.9K 146
                                    

Happy Reading ❤️

Penyergapan kemarin malam berhasil. Semua tertangkap tanpa sisa. Akhirnya, Arzan bisa bernafas lega. Sekarang, tinggal memikirkan bagaimana caranya membujuk Kaila. Tadi malam saja mereka tidur terpisah.

Pagi buta, Arzan sudah sibuk berkutat dengan alat masak. Selama ini, Arzan belajar masak dari Cello. Mahasiswa jurusan teknik itu memang pandai dalam urusan masak-memasak. Tiga minggu belajar, sedikit membuahkan hasil lah. Buktinya, sekarang satu wajan penuh nasi goreng telah matang dengan sempurna.

Agra dan Rafael saling menatap. Gak salah, tuh, pemimpin Black Wolf bisa masak? Demi meyakinkan diri, mereka pun menghampiri sang ketua. Aroma masakannya yang harum tercium. Agra mengelus perutnya yang sudah sangat lapar. Nasi goreng itu tampak menggiurkan.

"Weh, Bos! Masak, lu?" tanya Agra antara penasaran dan takjub.

"Hm."

Rafael berdecak. "Meragukan. Pasti rasanya gak enak," cela Rafael.

DUG!

Rafael meringis seraya mengusap-usap kepalanya yang digetok spatula oleh Arzan.

"Kalau terbukti enak, lu gak boleh makan masakan gue!" ucap Arzan kesal.

Arzan mencetak nasi goreng dengan mangkuk berbentuk love. Kemudian, dihias dengan beberapa sayuran, tak lupa telur mata sapi setengah matang. Lalu, Arzan mengambil gelas dan diisi oleh air mineral.

Sepiring nasi goreng dan segelas air putih itu diletakkan di atas nampan. Arzan pun akan membawanya ke kamar sang istri.

"Siapin, tuh, nasi goreng!" titah Arzan sebelum meninggalkan dapur.

"Kayaknya, enak, El!" tutur Agra.

Agra mengambil sendok. Matanya berbinar saat nasi goreng buatan ketuanya tersebut terasa lezat di lidahnya. Agra menatap Rafael sinis. Sukurin! Entar masak sarapan sendiri! Kalau ngomong gak pake filter, sih.

"Apa, lo?!"

"Enak, El. Sono lo masak sendiri! Dah terbukti enak ini," ejek Agra.

Rafael meneguk ludahnya kasar. Masak? Hal yang tidak pernah ia lakukan seumur hidup. Dia terbiasa semua tersedia sedari kecil. Hidupnya, memang tidak pernah susah.

"Gak usah bilang-bilang Arzan lah," rayu Rafael.

"Gak! Makanya, kalo ngomong, tuh, jangan asal jeplak! Kek gak tau si Arzan aja," cibir Agra.

"Anjir, lu!"

"ELISA! LAKI LO MASAKIN SONO!"

***
Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Arzan langsung masuk begitu saja. Dilihatnya sang istri yang masih rebahan di ranjang, namun tangannya sudah memegang ponsel. Ketika menutup pintunya kembali, Kaila melirik sekilas.

Arzan menghampiri sang istri. Tangannya mengusap kepala Kaila. Wanita itu hanya diam saja. Tak merespon apa-apa, namun jarinya tidak berhenti men-scroll.

"Aku masakin nasi goreng. Sarapan dulu, gih," titah Arzan dengan nada lembut.

"Gak! Aku lagi diet," jawab Kaila dingin.

Hati Arzan seperti tertusuk kala mendengar jawaban istrinya. Sesakit hati itukah Kaila? Arzan tidak tau kalau Kaila akan sesensitif itu jika menyangkut soal berat badannya.

"Gak boleh gitu, Sayang. Dedek bayinya juga perlu asupan. Kamu gak kasian sama Dedek bayi?" bujuk Arzan.

Sejenak Kaila terdiam. Apa yang dikatakan Arzan memang benar. Tangannya mengusap-usap perut buncitnya. Bagaimana mungkin dia egois seperti ini? Kaila tersadar kalau sekarang dia membawa dua nyawa. Dia juga harus memikirkan sang jabang bayi.

"Sini!"

Arzan tersenyum penuh kemenangan. Kemudian, menaruh nampan tadi di depan Kaila. Istrinya itu makan dengan lahap. Rasa bersalah seketika muncul. Tidak seharusnya dia bilang seperti itu. Apalagi, Kaila berat juga karena mengandung anaknya. Pasti dia selalu kesulitan kalau melakukan aktivitas. Pantas saja Kaila tersinggung sampai ngambek seperti itu.

Arzan mengambil tangan kiri Kaila. Lalu, mengecupnya agak lama. Kaila yang mendapatkan perlakuan manis seperti itu seketika hatinya luluh. Ah, Arzan memang pintar membuatnya berbunga-bunga.

"Maaf, ya. Aku salah," lirih Arzan menyesal.

"Iya. Aku udah maafin Kakak kok." Kaila tersenyum menatap Arzan yang menatapnya sendu.

GREP!

"Makasih, Sayang! Maafin aku! Aku emang gak tau diri!" racaunya.

"Hm, aku juga minta maaf karena udah bersikap dingin tadi," balas Kaila.

Cup!

"Aku memang pantas mendapatkan sikap seperti itu." Arzan kembali mencium punggung tangan istrinya.

Cup!

"UDAH, WOY! JADI PULANG GAK, NIH?!"

***
Packing-packing sudah selesai. Arzan merebahkan diri di sebelah istrinya. Dia memang yang membereskan semuanya. Arzan tidak mau Kaila sampai kecapekan. So sweet.

Rencananya, mereka memang mau pulang siang ini. Arzan masih punya misi untuk membereskan masalahnya dengan Reylan. Pria itu kemarin sempat menerornya lewat pesan misterius dengan membawa-bawa nama istrinya. Reylan memang tidak bisa dibiarkan. Meski, Reylan tidak berani melawan secara langsung, namun dia punya banyak anak buah yang bela dirinya tidak usah diragukan.

Keselamatan istrinya jauh lebih penting. Dia tidak mau kehilangan istri dan calon bayinya. Arzan menatap istrinya yang masih terlelap. Masih cantik. Kaila memang selalu cantik, meksipun bentuk badannya tidak seperti dulu.

"Makasih, Sayang, udah mau nerima cowok brengsek kayak aku. Aku janji bakal lindungi kalian dari tikus-tikus kecil itu," gumamnya.

Puas memandangi wajah cantik istrinya, Arzan pun beranjak dari kamar. Dia mau mengecek para anggotanya. Apakah sudah beres-beres apa belum? Sebagai pemimpin, tugas yang ia emban memang tidak mudah. Tidak hanya memastikan keselamatan istri dan calon anaknya, Arzan juga harus memperhatikan para anggotanya.

"Udah selesai packing?" tanya Arzan pada Yuda dan Adenito yang leha-leha di teras.

"Udah dong, Ketua!" jawab Yuda.

Mata Arzan memincing saat melihat Rafael dan Elisa lagi ngobrol serius di bawah pohon beringin. Jangan sampai Rafael memberikan harapan palsu pada Elisa. Kalau sampai itu terjadi, pasti dia juga akan kena. Ingat! Elisa itu sekarang berteman dengan Kaila.

Kalau sampai Rafael menyakiti Elisa, lalu Elisa curhat dengan Kaila. Gawat! Pasti Kaila juga akan memarahinya. Marahnya Kaila lebih menyeramkan daripada amarahnya.

"Rafael keknya cuma mainin si Elisa aja, deh, buat manas-manasin Anaya," celetuk Cello.

"Elisa emang suka sama Rafael. Tapi, dia gak bodoh. Dia tau kok Rafael masih cinta sama Anaya. Elisa sekarang udah gak merhatiin si Rafael lagi," sahut Adenito.

"Kok lu tau?" heran Yuda.

"Yaiyalah, gue 'kan, sempet ngobrol sama dia kemarin."

"Eh?"

                                  ***
Jangan lupa vote and comment!

KAILA (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang