"Iya. Dulu. Sekarang kamu tau, kan, yang aku cintai itu siapa?" balas Abraham santai.
Alfred menghela nafas sebelum akhirnya duduk di sebelah Arzan. Semenjak putus dengan Jennifer, Alfred merasa ada yang hilang. Merasa ada yang kosong di hatinya. Apalagi, saat gadis itu terlihat biasa saja ketika ia mengakhiri hubungan mereka.
Alfred tidak mau mengakui, jika ia merasa kehilangan. Karena ia merasa keputusannya itu sudah tepat. Astrid adalah pilihan yang tepat untuknya. Meskipun, mereka baru saja mengenal satu sama lain.
"Arzan, tolong izinkan Astrid keluar malam ini," pinta Alfred menatap Arzan penuh harap.
"Dia lagi ada banyak kerjaan. Tidak ada waktu untuk kencan," jawab Arzan.
Alfred berdecak kesal. Pasti Arzan sengaja memberikan pekerjaan banyak pada Astrid. Alfred bingung, kenapa tidak ada yang mendukung hubungannya dengan Astrid? Iya, ia tau, hubungan itu berawal dari perselingkuhan, tapi orang-orang tidak berhak menyalahkan cintanya. Cinta itu hadir sendiri tanpa ia minta.
Abraham tampak mengamati Hadley yang tertawa dengan teman-temannya. Hal itu tak luput dari pandangan Alfred. Ternyata benar, Abraham sudah tidak memiliki perasaan apa-apa pada Jennifer.
"Papaku punya rekan bisnis dari Indonesia. Mungkin, kamu mengenalnya, Arzan," ucap Alfred.
"Siapa namanya?" tanya Arzan tanpa minat.
"Bhalendra Wijaya." Sontak Arzan langsung menatap Alfred.
"Oh, sedekat apa hubungan mereka?" Arzan mencoba menyembunyikan keterkejutannya.
"Bhalendra adalah investor terbesar di perusahaan papaku. Hubungan mereka cukup dekat, bahkan katanya Pak Bhalendra akan berkunjung," jawab Alfred.
Arzan mengangkat salah satu sudut bibirnya. Jadi, papanya itu akan ke London? Cukup kesal karena tidak diberitahu, tapi tidak apa-apa. Itu akan menjadi salah satu rencananya. Yang pasti dan terpenting adalah Alfred tidak boleh tau jika ia anak angkat Bhalendra Wijaya.
Abraham beranjak dari kantin setelah makanannya habis. Ia tak melupakan janjinya pada Jennifer. Alfred pun juga ikut pergi karena kelasnya sebentar lagi akan dimulai. Tinggal Arzan yang kini sedang menghubungi seseorang.
Panggilan telepon dimatikan setelah lima menit berbincang. Waktunya pulang ke rumah. Ia sangat merindukan anak dan istrinya. Akhir-akhir ini, Arzan jarang memperhatikan Kaila. Ia akan membawa buket bunga untuk istrinya itu sebagai tanda permintaan maafnya karena telah abai beberapa hari belakangan ini.
Sesampainya di apartemen, ia disuguhi pemandangan yang membuat hatinya bergemuruh. Anaknya sedang menangis entah karena apa dan istrinya yang berusaha menenangkan. Tampak jelas, Kaila kewalahan menghadapi Charlie.
"Hei, anak Daddy kenapa nangis?" tanyanya sembari menggendong Charlie.
"Tadi kepalanya kebentur tembok, Kak. Maaf, aku lalai jaga Charlie," lirih Kaila.
"Nggakpapa, Sayang. Aku juga minta maaf karena akhir-akhir ini sibuk," balas Arzan sembari mengecup mesra bibir istrinya.
"Udah, ya. Jagoan Daddy jangan nangis," ucapnya sembari mengelus rambut tipis anaknya.
Tangisan Charlie berhenti. Arzan menurunkan balita itu dari gendongannya. Ia membiarkan Charlie bermain dengan mobil-mobilan kesukaan balita itu. Arzan menghampiri sang istri yang tengah duduk di sofa. Lama tak memperhatikan, Arzan baru sadar jika tubuh Kaila kurusan.
"Udah makan?" tanya Arzan.
"Belum sempet," jawab Kaila singkat.
Pantas saja badannya kurus, makan saja tak sempat. Lalu, kemana Astrid? Apa dia tidak membantu Kaila mengurus Charlie? Sehingga istrinya itu sampai tidak sempat makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAILA (On Going)
Teen FictionBagaimanakah jika seorang gadis yang masih sangat muda dan masih duduk di bangku SMA hamil? Apalagi, hamil dengan pria yang selama ini sangat ia takuti. Bukan hanya dia saja yang takut, bahkan seluruh warga sekolah pun juga takut padanya. Dia adalah...