Sebuah perayaan ulang tahun akan digelar di sebuah taman. Persiapan acara sudah mencapai 80%. Acara ulang tahun seorang batita yang lucu nan menggemaskan. Tak terasa kini Charlie sudah berumur satu tahun.
Pesta ulang tahun yang meriah akan diadakan nanti sore. Kini yang berulang tahun sedang merecoki Mommy-nya yang sibuk mempersiapkan setelan yang akan dipakai oleh keluarganya nanti.
"Aduh, Sayang. Kamu sama Daddy dulu sana, gih. Mommy mau nyiapin baju buat kamu," usir Kaila.
Peluh membasahi dahi wanita cantik itu. Sebenarnya, setelan yang akan dipakai oleh Charlie sudah siap. Dan kini ia sedang mempersiapkan setelan miliknya. Mulai dari mencocokkan warnanya. Harus senada dan tidak terlalu mencolok. Ia ingin penampilannya terlihat sempurna.
"No, Mommy. Lie mo mik," ucap Charlie dengan suara cadelnya.
"Mau milk? Itu di meja botol susunya, Sayang. Ayo, ambil," jawab Kaila sembari menunjuk meja mini dengan tinggi yang sedang terletak di dekat meja riasnya.
Charlie berjalan dengan agak tertatih menuju ke meja mini tersebut. Setelah berhasil mendapatkan botol susu kesayangannya, ia pun mendudukkan diri di lantai. Dengan santainya, bayi gembul itu menikmati susu formula sembari menatap ibunya yang sibuk sendiri. Sesekali ia tertawa kala melihat ekspresi ibunya yang menurutnya lucu, mungkin.
Arzan yang sedari tadi merasa anak dan istrinya belum juga keluar kamar pun menghampiri. Saat baru memasuki kamar, ia dibuat gemas dengan tingkah anaknya. Bagaimana tidak, batita itu menyenderkan tubuhnya di meja, kaki pendeknya yang disilangkan, jangan lupakan botol susu yang dipegangnya. Matanya yang sayu menandakan bahwa bayi itu tak lama lagi akan terlelap.
"Hei, ngantuk?" Kekehan dari ayahnya membuat mata Charlie terbuka lebar.
"Da-da, mo lual!" pinta Charlie sembari mengulurkan kedua tangannya.
"Lual apaan, Yang?" tanya Arzan pada istrinya. Maklum, dia tak mengerti bahasa bayi.
"Keluar, Kak," jawab wanita itu yang masih rempong mencari anting-anting yang akan dipakainya nanti.
"Oh." Arzan mengangguk-angguk mengerti. Setelah itu, ia membawa anaknya keluar kamar.
Di ruang tamu sudah ramai orang. Ada Abraham, Alfred, Max serta istrinya, Jennifer, dan Astrid. Istri Max menatap gemas batita yang berada di gendongan Arzan. Seketika ia kembali mengingat mendiang anaknya. Wajahnya berubah murung. Max mengusap punggung istrinya guna menenangkan wanita itu.
Arzan menurunkan Charlie agar batita itu leluasa menyapa orang-orang.
"Hei, Baby Boy. How are you?" sapa Ainsley---istri Max---sembari menggapai tangan gembul Charlie.
"Pain!" jawabnya lantang disertai kekehan pelan. Ia merasa senang ada banyak orang di rumahnya. (Maksudnya, fine.)
"Gemesnya. Aunty, punya kado untuk Charlie. Nih," ucap Ainsley dengan penuh keantusiasan. Sampai-sampai ia lupa kalau kado itu harusnya ia baru kasih pada saat acara dimulai.
Max memakluminya. Ainsley sangat merindukan putra mereka. Biarlah, rasa rindu yang menggebu itu terobati karena adanya Charlie. Max berharap, Ainsley menghentikan kebiasaannya yang suka menangis tengah malam.
"Lucu. Tampan pula. Baby, aku juga ingin anak seperti Charlie," sahut Jennifer yang juga terpesona dengan Charlie.
"Kode itu, Al. Biar kamu segera menikahinya," timpal Abraham sembari mengerjapkan matanya berkali-kali. Namun, sepersekian detik kemudian, senyuman miring terbit dari bibirnya.
Alfred tak menanggapi. Jennifer menatap tunangannya jengah. Dua bulan terakhir ini, kekasihnya berubah. Tak sehangat dan seromantis dulu. Bahkan, beberapa kali Alfred menolak bertemu dengan alasan yang tak masuk akal. Gadis itu curiga dan masih mencari tahu penyebab berubahnya sang kekasih.
"Oy! Jangan bicarain itu di depan anak kecil!" tegur Arzan sembari menatap Abraham tajam.
Max dan Ainsley yang sibuk dengan Charlie pun tak terlalu menggubris.
"Ini minumannya, Tuan, Nyonya. Selamat menikmati." Dari arah dapur, muncul lah Astrid yang sedang membawa nampan.
Sepasang mata menatap Astrid dalam penuh kekaguman. Astrid yang menyadari itu hanya tersenyum tipis. Setipis mungkin, hingga sang pemilik mata dan seorang gadis saja yang tau. Kehancuran sebuah hubungan hanya menghitung jam.
***
Acara ulang tahun kini sedikit berbeda dari biasanya. Tidak ada balon yang menghiasi. Karena Charlie phobia balon. Entah karena apa, tapi batita itu selalu menangis histeris kala melihat balon.Arzan mengundang teman-teman se-fakultasnya dan Kaila hanya mengundang Max dan Ainsley. Selama di London, Kaila hanya berteman dengan Max dan Ainsley.
Kue ulang tahun yang ada tulisan "Happy Birthday Charlie" dengan karakter Disney Cars sudah siap di meja bundar yang terletak di tengah-tengah banyaknya tamu yang datang.
(Anggap aja itu tulisannya happy birthday Charlie.)
"Happy birthday to you ... happy birthday to you. Happy birthday ... happy birthday ... happy birthday ... Charlie." Seluruh tamu undangan menyanyi lagu 'Happy Birthday To You', sedangkan yang ulang tahun cuma bengong.
Tepukan tangan dari seluruh tamu undangan membuat batita itu kaget. Apalagi, ketika Mommy dan Daddy-nya menunduk secara bersamaan. Ternyata, mereka sedang meniup lilin. Saking asyiknya bengong, sampai-sampai Charlie gumoh.
Potongan kue pertama diberikan pada Daddy dan Mommy tentunya. Karena sepertinya si pemilik acara sudah tidak sabar memakan kuenya, maka yang makan duluan si batita gembul yang sekarang hobinya tereak-tereak.
Tiba-tiba Charlie berontak dari gendongan Daddy-nya. Terpaksa Arzan menurunkan tubuh gembul itu. Kaila meringis saat Charlie berusaha mengambil kue yang baru dipotong sedikit. Bisa gawat jika sampai Charlie merusaknya. (Ya, masa tamu undangan gak dikasih kue?)
"Sayangnya Mommy, kesana, yuk," ajak Kaila sembari menggandeng tangan anaknya.
Kaila membawa Charlie ke arah Max dan Ainsley. "Ainsley, kamu sudah diberitau oleh Max kalau kita akan liburan?" tanya Kaila.
"Sudah. Untung saja, aku pulangnya sedikit cepat," jawab Ainsley.
"Hey, Charlie. Mau ikut denganku?" Charlie pun mengangguk.
Max tampak menahan nafas saat menggendong Charlie. "Wow, kau tampak sehat, Charlie," ucap Max sambil terkekeh.
"Sehat apa gendut, Uncle?" Max mendongak. Ternyata, sang pemilik anak.
"Itu yang kumaksud," gurau Max.
Charlie yang mengerti kalau dirinya sedang dikatai pun langsung tersinggung.
"HUWAAAA!"
***
Gue sengaja cara ngomongnya formal sebagai penggantinya bahasa Inggris.Wah, semakin dekat ending nih sepertinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAILA (On Going)
Teen FictionBagaimanakah jika seorang gadis yang masih sangat muda dan masih duduk di bangku SMA hamil? Apalagi, hamil dengan pria yang selama ini sangat ia takuti. Bukan hanya dia saja yang takut, bahkan seluruh warga sekolah pun juga takut padanya. Dia adalah...