Happy Reading ❤️
Rumah tangga Kaila dan Arzan baik-baik saja. Hanya ada beberapa masalah kecil yang gampang diselesaikan. Tapi, sampai saat ini mereka belum menemui Yohan. Pria paruh baya itu susah untuk ditemui. Selalu sibuk dan seolah tak mau bertemu dengan Kaila ataupun Arzan.
Kaila sedih mengingatnya. Ayahnya sendiri tidak mau bertemu dengannya. Sebesar itukah rasa kecewanya? Arzan yang melihat istrinya terus-terusan bersedih pun menjadi khawatir. Ia takut kandungan Kaila kenapa-kenapa. Kata dokter saat check up kemarin, Kaila tidak boleh stres dan kelelahan.
"Sayang, udah dong. Jangan sedih-sedih terus. Nanti Dedek bayinya kenapa-kenapa, gimana?" Kaila menatap suaminya tajam.
"Ih, Kakak kok nge-doain yang jelek-jelek, sih?!" kesal Kaila.
"Makanya, kamu jangan sedih terus. Aku yakin, Ayah mau maafin kamu. Cuma butuh waktu aja," bujuk Arzan.
"Aku tau kecewanya Ayah, Kak. Aku udah ngehancurin impian Ayah buat lihat anak-anaknya kuliah di London. Ya, meskipun ada Keenan yang masih bisa Ayah harapkan," ungkap Kaila sembari terisak.
Cup!
"Jangan nangis, Sayang. Aku gak suka." Arzan memeluk tubuh Kaila.
Keenan sempat memberitahu kalau sang ayah aslinya punya waktu senggang. Dari situ Kaila yakin, Yohan tidak mau bertemu dengannya. Sedih, tapi tak bisa memaksakan kehendak.
"Besok aku mau ke kantor Tuan Alexander. Kita gak bisa terus diam begini. Aku mau perusahaan kita kerjasama. Aku lebih percaya Ayah kamu daripada si Reylan," ucap Arzan.
"Kakak mau baikan sama Ayah cuma buat kerjasama doang? Gak ngerasa bersalah gitu?" tanya Kaila yang mulai menunjukkan rasa kesalnya.
"Gak gitu. Perusahaanku butuh perusahaan Ayah kamu, Sayang. Kalau aku gak bisa kerjasama dengan Ayah kamu, berarti aku harus kerjasama dengan perusahaan Reylan. Ogah banget," jawab Arzan.
"Emang Reylan siapa, sih?" tanya Kaila penasaran.
"Orang yang selalu iri sama aku, tapi dia sendiri takut kalau berhadapan sama aku," balas Arzan.
Kaila cuma mengangguk. Gak paham. Bukan urusan dia juga. Biarlah, Arzan mengurusi urusan perusahaannya sendiri.
***
Beberapa hari libur, si pembuat onar akhirnya masuk sekolah juga. Tapi, bakalan libur lagi kayaknya. Istrinya bentar lagi mau lahiran. Miris, sih. Gimana lagi? Itu konsekuensi yang harus mereka terima.Arzan udah anteng di kantin sembari menikmati kopi buatan Mbok'e. Ditemani lima gorengan yang masih anget. Di depannya, Rafael sedang menikmati mie instan dengan tenang.
Arzan melirik Rafael sekilas. Takut tu anak stres karena pujaan hatinya gak mau diajak balikan. Mau cari yang baru, tapi udah cocok sama yang itu.
"Jangan keseringan ngelamun," pesan Arzan.
"Napa?" tanya Rafael kepo.
"Entar kesambet. Gue juga yang susah. Anaya itu bukan gak mau lu ajak balikan, tapi dia mau lu lebih berjuang buat dapetin dia lagi. Jangan dengan cara paksaan, dia bakal semakin menjauh," nasehat Arzan.
"Sok iye, lu! Pacaran aja gak pernah, tau-tau langsung nikah," balas Rafael pelan.
Arzan emang gitu. Sama orang lain dia dingin, tapi kalau sama Kaila hangat banget, dan kalau sama sahabatnya, ya, rada friendly.
"Dibilangin sama yang lebih tua itu dengerin! Nih, ya, Anaya itu emang tipe cewek yang gak gampang diambil hatinya," ucap Arzan.
"Cuma beda tiga bulan aja, sok lu! Kayak kenal banget sama Anaya lu, Zan! Gue jadi curiga." Rafael menatap Arzan tajam.
"Dari pengamatan gue aja, sih. Anaya bukan selera gue. Dia terlalu bobrok. Gue sukanya yang kayak Kaila, polos."
PLAK!
"ANJIR!"
***
Jangan lupa vote and comment!
KAMU SEDANG MEMBACA
KAILA (On Going)
Teen FictionBagaimanakah jika seorang gadis yang masih sangat muda dan masih duduk di bangku SMA hamil? Apalagi, hamil dengan pria yang selama ini sangat ia takuti. Bukan hanya dia saja yang takut, bahkan seluruh warga sekolah pun juga takut padanya. Dia adalah...