33. Kabar Kematian

69.2K 6.4K 426
                                    

Happy Reading ❤️

Mau sehebat apapun seseorang, yang namanya gagal itu pasti pernah dirasakan. Seperti sekarang, Arzan berhasil melumpuhkan Reylan beserta anak buahnya. Namun, salah satu dari anggotanya harus meregang nyawa sebagai gantinya.

Semalaman dia tidak berhenti menyalahkan dirinya sendiri. Dulu Agra, sekarang Cello. Cello meninggal dunia karena ditusuk oleh dua anak buah Reylan. Nyawanya tak terselamatkan ketika dalam perjalanan menuju ke Rumah Sakit.

Keadaan Arzan benar-benar berantakan. Dia tidak ingin menemui siapapun, kecuali Kaila. Arzan yakin, istrinya itu adalah penguatnya.

"Mandi, sarapan, terus ke rumah Cello. Hari ini Cello akan dimakamkan," ucap Kaila.

"Ini salahku," racau Arzan.

"Aku gak becus jadi pemimpin," lanjutnya.

Kaila menenangkan suaminya. Sejak tadi malam, suaminya itu tidak henti-hentinya meracau. Kejadian Agra belum sepenuhnya dia lupakan, lalu kembali terulang, dan kini malah tak terselamatkan.

"Ayo, Sayang. Di luar ada Rafael, ada Agra, ada Yuda, ada Adenito. Mereka jemput kita. Ayo, gak enak kalau mereka nunggu lama," ucap Kaila lembut.

Cello memang sikapnya tidak terlalu menonjol dibandingkan anggota lainnya. Tapi, kebaikan Cello membuat para anggota Black Wolf merasa sangat kehilangan. Tidak hanya anggota Black Wolf, pastinya orangtua Cello juga merasa sangat sedih. Mengingat, Cello adalah anak tunggal mereka.

Ada seorang gadis yang juga merasa hancur. Gadis yang baru saja dilamar oleh Cello. Kemarin baru saja Cello memakaikan cincin di jari manisnya, namun sekarang? Jiwanya tergoncang. Depresi berat membuatnya diharuskan di rawat di Rumah Sakit.

Kaila menyiapkan baju untuk suaminya. Hanya menyiapkan baju saja sudah membuatnya ngos-ngosan. Perut besarnya membuat Kaila kesusahan untuk beraktivitas.

Ceklek!

"Aku udah siapin baju buat Kakak," ucap Kaila.

Arzan tak menanggapi. Dia segera memakai baju yang telah disiapkan oleh istrinya. Arzan hanya diam saja saat Kaila menyisir rambutnya dan menata kerah kemeja.

"Aku udah buat banyak orang hancur. Harusnya, aku gak melibatkan Black Wolf. Ini masalah pribadi aku sama Reylan."

"G*****k!"

"Ini sudah ketetapan Allah, Kak. Mau Cello ditusuk atau enggak, kalau memang waktunya di dunia ini sudah habis, maka terjadilah. Kematian gak bisa dihindari, Kak," nasehat Kaila.

GREP!

Kaila memang obatnya. Dia tidak tau nasibnya jika tidak ada Kaila. Padahal selama dia hidup, dia tidak pernah melakukan kebaikan yang berarti. Arzan tidak pernah menyangka rencana Tuhan akan seindah ini. Mempertemukannya dengan wanita baik seperti Kaila.

"Makasih, My Wife. Kamu selalu buat aku tenang."

***
Pemakaman Cello diwarnai isak tangis keluarga besar, serta anggota Black Wolf pun beberapa ada yang menangis. Kaila ikut meneteskan air mata, dia juga ikut merasakan kesedihan mereka. Memang sebegitu berharganya Cello di mata banyak orang.

Semuanya pada pulang dari TPU, kecuali Arzan dan Kaila. Pria itu masih tidak percaya tubuh sahabatnya berada di dalam gundukkan tanah tersebut.

"Maafin gue, Cell. Gara-gara gue, lo jadi mati. Gue bikin semua orang sedih, bahkan hancur. Papa lo sampe pingsan kemarin, Mama lo juga depresi."

"Edrea ... dia ... dia gila. Semua gara-gara gue, Cell. Maafin gue." Raut penyesalan di wajah Arzan jelas terlihat.

Bukan sepenuhnya salah Arzan. Bukankah, kematian, jodoh, dan rezeki sudah ada yang mengaturnya? Mungkin, memang Cello sudah seharusnya tiada.

Edrea---calon istrinya Cello mengalami gangguan jiwa. Edrea benar-benar tidak bisa menerima kematian kekasihnya. Dia selalu berteriak, meraung-raung memanggil nama Cello. Kabar tersebut sudah menyebar. Membuat Arzan semakin merasa bersalah.

"Udah, Kak. Ikhlaskan Cello. Ayo, kita ke rumah Cello. Orangtuanya jauh lebih membutuhkan support dari kita," ucap Kaila.

"Apa mereka masih mau menerimaku masuk ke dalam rumahnya? Aku, yang notabenenya penyebab kematian anak mereka," balas Arzan datar.

"Kata siapa kita tidak mengizinkan kamu masuk rumah kita, Arzan?" Suara bariton membuat atensi keduanya beralih.

Bhalendra---papanya Cello yang berbicara. Dia menyadari jika Arzan tidak ada di parkiran. Lalu, kembali masuk ke pemakaman. Dan benar saja. Arzan masih di kuburan alm. anaknya.

"Bukan salahmu, Nak. Kami sudah mengikhlaskan Cello. Tidak ada yang harus disalahkan. Ini sudah takdir," lanjut Bhalendra.

"Om---"

"Berdiri!" tegas Bhalendra.

Arzan menurut. Dia bangkit dari posisi duduknya dengan masih menundukkan kepalanya. Bhalendra menepuk pundak Arzan keras. Bhalendra tau betul Arzan itu seperti apa. Sedikit tercengang dengan perubahan sikap Arzan. Apa karena sudah menikah, jadi Arzan merubah sikap arogannya itu?

"Ikut pengajian ke rumah saya. Rumah saya selalu terbuka untuk kamu dan seluruh anggota Black Wolf," ucap Bhalendra masih dengan nada tegas.

"Saya dan istri saya sudah tidak memiliki seorang anak lagi. Dan istri saya juga tidak bisa hamil lagi. Jadilah anak saya. Bukan untuk menjadi pengganti Cello. Anggap saja, kamu adalah anak kedua saya," tambah Bhalendra.

Arzan dan Kaila terkejut mendengarnya. Bhalendra menganggapnya anak? Apa tidak salah? Menjadi anak Bhalendra? Konglomerat yang hidupnya tidak bisa jauh dari media?

"Bagaimana, Arzan? Apa kamu mau jadi anak saya?" tanya Bhalendra.

"Kenapa harus saya?" tanya Arzan penasaran. Kenapa dia yang dipilih Bhalendra untuk menjadi anak angkatnya? Dia bukan pemuda yang baik. Bahkan, masa lalunya sangat buruk. Apa pria itu tidak takut reputasinya sebagai pengusaha terkenal akan hancur?

"Saya butuh pewaris. Saya butuh cucu. Dan kamu adalah orang yang tepat," jawab Bhalendra.

"Setelah lulus, saya dan istri saya akan pindah ke London," tukas Arzan.

"Hanya pindah negara. Saya bisa mengunjungi kamu dan kamu pun juga bisa pulang ke sini." Sepertinya, Bhalendra memang sangat menginginkan Arzan untuk menjadi anaknya.

"Baiklah, saya mau. Tapi, saya tidak ingin kehidupan saya disorot oleh media," balas Arzan.

"Kamu tidak perlu khawatir. Itu tidak akan terjadi."

"Sekarang, kamu harus panggil saya dan istri saya, Mama dan Papa." Arzan tersenyum.

Sejak dulu dia memang menginginkan keluarga yang lengkap. Bhalendra dan Aliyah---isrinya bukan orang yang terlalu sibuk. Mereka masih bisa menyempatkan waktu untuk anak.

"Sekarang saya percaya, Tuhan itu baik. Tuhan mengabulkan keinginan saya yang awalnya mustahil untuk saya dapatkan."

                               ***
Jangan lupa vote and comment!

KAILA (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang