Happy Reading ❤️
Di kediaman Bhalendra, acara pengajian sudah selesai. Kaila menemani istrinya Bhalendra di kamarnya, sedangkan Arzan, Bhalendra, dan anggota Black Wolf sedang membahas tentang hal penting di ruang kerja Bhalendra. Untungnya, ruangannya besar dan mampu menampung 87 orang.
Wajah anggota Black Wolf tampak tegang. Namun, raut wajah Arzan masih seperti tadi. Meredup. Ia masih merasa sedih karena kematian Cello.
"Gue ngumpulin kalian di sini karena ingin membahas masa depan Black Wolf." Suara bariton dari Arzan terdengar menyeramkan.
Sepertinya, Arzan yang dulu kembali. Arzan yang menyeramkan dan bringas. Nada bicaranya juga terdengar sangat sungguh-sungguh. Dalam keadaan masih berduka seperti ini, Arzan ingin menyampaikan hal penting menyangkut Black Wolf ke depannya.
"Dua kali penyerangan kita memakan korban. Gue sebagai pemimpin ngerasa gagal. Gue gak becus jaga anggota gue sendiri. Dan hari ini gue memutuskan untuk membubarkan Black Wolf!" tegas Arzan.
Semuanya tampak sangat terkejut dengan keputusan Arzan. Mereka tidak menyangka, bahwa Arzan akan membubarkan Black Wolf. Mereka masih berduka, dan sekarang harus kembali merasa kehilangan.
Sebelum Cello, ada anggota lain yang tewas karena misi penyerangan mereka. Sikap Arzan sama. Menyalahkan dirinya sendiri dan hampir memutuskan untuk mencabut kepemimpinannya. Namun, Rafael berhasil mencegahnya.
"Gue gak setuju!" Rafael berdiri dari tempat duduk.
"Black Wolf ada karena perjuangan lo! Dan sekarang lo seenaknya bubarin gitu aja?" lanjut Rafael dengan nada dingin.
"Lo mau mereka mati satu-persatu?" balas Arzan tak kalah dingin.
"Mati itu takdir, Zan!" Agra ikut angkat bicara.
Arzan mengepalkan tangannya. Dia juga tidak mau kehilangan Black Wolf. Tapi, Arzan tidak mau kalau sampai kehilangan salah satu anggotanya lagi. Dia merasa berdosa. Meksipun, itu bukan kesalahannya.
"Lo gak bisa kayak gini!" ucap Yuda.
"Jangan gegabah dalam mengambil keputusan. Itu akan merugikan banyak orang. Papa juga gak setuju dengan keputusan kamu. Lihat mereka. Mereka selama ini berjuang untuk mempertahankan Black Wolf dari orang-orang yang ingin mengambilnya, 'kan?" Bhalendra akhirnya ikut bicara.
Mereka terkejut lagi. Ada banyak hal yang mengejutkan hari ini. Kematian Cello, keputusan Arzan untuk membubarkan Black Wolf, dan sekarang Bhalendra menyebut dirinya 'papa' pada Arzan?
Arzan menghembuskan nafas berat. Tanpa mengatakan apapun, ia meninggalkan ruang kerja Bhalendra. Ia mencari keberadaan istrinya. Sekarang yang ia butuhkan adalah istrinya untuk menjernihkan pikirannya.
***
Arzan mengajak Kaila pulang tanpa menjelaskan apa-apa. Sedari tadi dia hanya diam saja. Kaila memakluminya, karena mungkin Arzan masih terpukul dengan kematian Cello.Sampai di rumah, sikap Arzan masih sama. Kaila membuatkan teh hangat untuk suaminya. Baru saja membuka pintu kamar, ia dikejutkan dengan kondisi kamar yang sangat berantakan. Serpihan kaca, barang-barang yang berserakan di lantai. Kemudian, pemandangan suaminya yang sedang duduk di tepi ranjang dengan wajah merah padam.
Kaila meletakkan nampan itu di nakas. Kemudian, berjalan mendekati suaminya. Tangannya mengusap punggung suaminya agar suaminya itu bisa tenang, namun Arzan malah menepisnya kasar. Kaila terkejut dengan tindakan Arzan. Selama ini, Arzan tidak pernah kasar padanya.
"Kak," panggil Kaila.
"Keluar!" bentak Arzan.
Ia tidak mengindahkan ucapan suaminya. Ia lebih memilih menenangkan pria itu. Yang Arzan butuhkan sekarang adalah seseorang yang bersedia untuk mendengarkan ceritanya. Mungkin, dia bisa jadi seseorang itu.
"Kak, tenang," ucap Kaila lembut.
"JANGAN GA---"
"Arrgh ...!" Tiba-tiba Kaila terduduk di lantai sembari memegangi perut buncitnya.
Kaila terus menerus meringis kesakitan. Arzan kaget begitu melihat istrinya kesakitan. Apa perlakuannya terlalu kasar hingga menyakiti istrinya?
"S--sayang? Kamu kenapa? Maaf, aku nyakitin kamu," tanya Arzan panik.
"Kak! Kayaknya, aku mau lahiran!" pekik Kaila.
"Kak, sakit!" teriak Kaila.
Arzan langsung menggendong Kaila. Dia bergegas membawa istrinya ke Rumah Sakit. Belum ada persiapan sama sekali. Dia belum membeli perlengkapan bayi, kamar untuk anaknya juga belum siap. Selama ini dia terlalu sibuk memikirkan Black Wolf, hingga keperluan untuk anaknya saja bisa sampai lupa dibeli.
Sesampainya di Rumah Sakit, Arzan berteriak memanggil dokter dan suster untuk segera menangani istrinya. Bahkan, dia mengamuk karena dokter tak kunjung datang. Semua orang ketakutan melihatnya.
"MANA DOKTERNYA, B*NG**T?!"
"Tolong tenang, Pak! Teriakan Bapak bisa mengganggu pasien lain. Dokternya sebentar lagi datang, beliau sudah berjalan ke sini," ucap salah satu suster.
Tak lama kemudian, dokternya pun datang dengan tergopoh-gopoh. Arzan mencengkram kerah jas dokter itu karena terlalu lama datangnya, sedangkan istrinya di dalam sudah tampak sangat kesakitan.
"A*****G, LO! CEPET TANGANIN ISTRI GUE!" teriak Arzan yang sudah hilang akal.
Sepuluh menit kemudian, dokter keluar dari ruangan persalinan. Arzan buru-buru mendekatinya.
"Maaf, Pak. Karena umur istri Bapak masih terlalu muda untuk melahirkan, jadi kami harus melakukan tindakan operasi cesar," ucap dokter itu.
"Lakuin apa aja!" balas Arzan.
Terlalu kalut karena ketakutan melihat Kaila kesakitan, Arzan sampai lupa mengabari Rafael. Dia butuh bantuan Rafael untuk menyiapkan segalanya.
Setelah menelpon Rafael, Arzan pun menuju ke ruang operasi. Ia mondar-mandir di depan ruang operasi. Tadi dokter menyarankan Arzan untuk menemani istrinya di dalam, namun Arzan menolak. Dia tidak tega melihatnya.
"Gimana, Kaila?" tanya Rafael begitu sampai.
"Masih di dalam," jawabnya singkat.
"Gue minta tolong, beliin perlengkapan buat bayi gue," ucap Arzan.
"Lah, lo belum beli?" Arzan menggeleng.
"Gimana, sih? Bapak macam apa, lo?"
"Ck! Buruan!"
"Jenis kelamin anak lo apaan, njir? Masa maen beli aja."
"Gobl*k! Belum brojol anaknya, njir!"
"Terus gimana?"
"Maaf, Pak. Istri Bapak mau Bapak menemani beliau di dalam."
"Gaswat!"
***
Jangan lupa vote and comment!
KAMU SEDANG MEMBACA
KAILA (On Going)
Teen FictionBagaimanakah jika seorang gadis yang masih sangat muda dan masih duduk di bangku SMA hamil? Apalagi, hamil dengan pria yang selama ini sangat ia takuti. Bukan hanya dia saja yang takut, bahkan seluruh warga sekolah pun juga takut padanya. Dia adalah...