DUA

40 8 0
                                    

"Eh, sori. Lo nggak apa-apa?"

Gadis ber-name tag Laura mengentakkan kaki sambil memandangi buku-bukunya yang sukses berhamburan mencium lantai. Ia sudah sebal saat teman sekelasnya kompak mengerjainnya hingga berakhir mendapat mandat khusus untuk mengantar semua buku tugas ke ruang guru. Lalu tiba-tiba seseorang dengan kurang ajar menabrak tubuhnya hingga benda-benda persegi panjang itu lolos dari pelukannya. Saking sebalnya, Laura sengaja membiarkan cowok yang menabraknya itu memungut buku-bukunya.

Bibir tipisnya sudah bersiap memuntahkan ceramah panjang ketika cowok itu bangkit dan mengangsurkan bukunya, tapi begitu netranya bertemu pandang dengan wajah Sega, Laura justru terpaku. Dalam hatinya, gadis tersebut mengagumi ciptaan Tuhan yang begitu indah. Sega bukan cowok paling tampan yang pernah ia temui, sahabat-sahabatnya bahkan lebih tampan. Hanya saja, ada sesuatu dalam diri Sega yang menggelitik perasaannya. Oh, tidak! Laura yakin dia tidak jatuh cinta pada cowok yang baru ditemuinya ini, dia hanya tertarik.

Sementara itu Sega yang menyadari lawan bicaranya hanya diam lantas menyapukan jari-jarinya ke bahu Laura.

"Butuh bantuan buat bawa ini?" tanyanya sambil mengangkat pekerjaan Laura begitu cewek bergelang hijau tersebut tersenyum kaku.

"Oh, nggak perlu, gue bisa sendiri." Laura buru-buru mengambil alih bukunya kemudian memerhatikan badge kelas Sega. "By the way, kayaknya gue nggak pernah lihat lo sebelumnya. Anak baru?"

"Gitu, deh. Gue Sagara, panggil aja Sega." Ia mengulurkan tangan, berniat mengajak cewek itu bersalaman yang sukses membuat Laura kelimpungan karena buku-buku di pelukannya. Seakan sadar, Sega melebarkan senyumannya. "Sori, gue lupa soal itu." Korneanya bergerak ke kiri, mengarah pada tumpukan tugas kelas Laura.

Biasanya cewek itu akan memaki seseorang yang berani menggodanya seperti itu, tapi demi tawa renyah Sega, ia justru malu setengah mati. Untungnya, dia masih bisa mengendalikan ekspresi wajah cantiknya. "Gue Laura."

Detik berikutnya, tidak ada kalimat balasan lagi hingga Laura memutuskan kontak mata mereka. "Glad to know you, Sagara. Sayangnya gue harus anter ini sebelum jam istirahat selesai."

Sega mengangguk saja. Ia baru melangkah lagi kala siluet Laura tak lagi berada dalam jarak pandangnya. Namun, belum genap satu langkah, seseorang sudah lebih dulu mengejutkannya.

"Keliatannya ada yang udah dapat penggemar di hari pertama." Seorang cewek berkulit putih duduk di salah satu bangku tunggu lobi, wajahnya tertunduk, sibuk dengan ponsel di genggaman.

Satu alis Sega terangkat. Dia yakin cewek itulah yang menyindirnya tadi. Yah, setidaknya itu yang Sega tangkap dari vokalnya, tajam. Tidak mungkin, 'kan, dia punya musuh secepat ini di Alamanda? Ralat, musuh perempuan mengingat Brian jelas masuk hitungan tersebut.

"Lo nggak lupa sama gue, 'kan, Ga?" Cewek itu akhirnya mendongak, menampakkan raut datar dengan senyum tipis yang sama sekali tak terlihat orang lain.

"Gita?" Sega menggumamkan nama itu lantang.

"Ternyata cowok baru yang jadi bahan gossip itu beneran elo! Gue kira namanya aja yang sama." Gita terkekeh di ujung kalimatnya. "Apa kabar, Ga? Long time no see."

Sejujurnya, Sega hampir tidak bernapas begitu matanya bersirobok dengan Gita, seseorang yang juga berasal dari masa lalunya. Nagita Kelana adalah sepupu Tara, cewek yang menjadi alasan Brian dan Sega bermusuhan. Cewek itu berdiri dengan tangan terlipat di depan dada, tampak mengintimidasi seperti pertemuan terakhir mereka. Jauh di lubuk hatinya, Sega tertawa miris, takdir seolah membuat jalannya sulit saja. Tujuan kedatangannya adalah untuk Kayla, bukan Brian apalagi Gita. Dia tidak sedang menghadiri acara reuni, 'kan?

What Happened to PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang