Sudah tiga hari ini Kayla menghindari perjumpaannya dengan Brian. Sudah tiga hari pula pemuda tersebut terus mengiriminya pesan WhatsApp dan menunggu di depan kelas 11 IPS 2 untuk menunjukkan keseriusannya terhadap gadis itu hingga menjadi sorotan teman-teman mereka. Namun, bukannya luluh, hal itu justru membuat Kayla semakin geram. Pasalnya kini berembus kabar bahwa anggota AGT tersebut memanfaatkan Brian demi popularitasnya. Tidak sepenuhnya salah, sih. Kayla memang memanfaatkan Brian, tapi bukan untuk popularitas! Baginya, satu hal itu hanyalah bonus kecil yang akan ia dapat saat tujuannya tercapai.
Kayla mengentakkan kakinya di ambang pintu kelasnya saat lagi-lagi Brian sudah berjaga di sudut favoritnya, berbincang dengan teman-teman sekelasnya seolah mereka berteman baik. Gadis itu berdecap ketika tubuhnya melewati pintu—masa bodoh dengan kehadiran Sang Cassanova. Ia hanya ingin cepat-cepat sampai kantin untuk mengisi perutnya yang keroncongan. Namun, baru beberapa langkah kakinya mengayun, lengannya sudah lebih dulu dicekal. Pelakunya tidak lain adalah Brian sendiri.
Kayla memicingkan matanya ke belakang sebelum kembali melengos.
"La." Jika saja bukan Kayla, mungkin gadis di hadapan pemuda itu akan luluh begitu mendengar panggilannya. Sayangnya, dalam kasus ini, Kayla justru berdecak.
"Kalau lo mau bahas yang kemarin, jawaban gue masih sama. Lo nggak perlu repot-repot siapin apa pun buat gue kali ini, Val." Tangan kiri Kayla mengayun, membebaskan tangan lainnya dari genggaman Brian.
Meski gadisnya mencoba menghindar, tapi Brian sama sekali tak gentar. Ia kembali menangkap pergelangan tangan Kayla hingga mereka menjadi sorotan anak-anak yang berniat menuju kantin. Brian tahu tindakannya akan memancing semakin banyak gossip tentang mereka berdua, tapi kini dia tak peduli—tidak saat ia bisa mewujudkan impian Kayla sekaligus mendapatkan apa yang ia mau. Bukankah pemuda itu tidak akan tahu keberuntungan seperti apa yang akan ia dapat jika dia melepaskan sahabatnya begitu saja?
Lagi-lagi Kayla menghempaskan tangan Brian begitu saja sebelum kaki jenjang yang terbalut rok lipit berwarna abu-abu itu bersanding dengan seorang pemuda berseragam basket. Brian memandang kepergian Kayla dengan perasaan kecewa sekaligus lega. Ia meraih ponsel di saku kemejanya dan mengetikkan sesuatu di layar benda pipin tersebut.
To : Leon
Tolong bujuk Kyla lagi, gue tau dia bakal dengerin elo.
Di sisi lain, Leon membaca pesan tersebut sembari melirik Kayla yang tengah berdiam diri dengan wajah ditekuk. Di tengah kebisuan keduanya, pemuda itu diam-diam mengembuskan napas kasar.
***
"Kalian tuh sebenarnya punya masalah apa, sih?" Sega buka suara ketika ia kembali melihat drama yang diciptakan pasangan muda-mudi tak jauh dari tempat persinggahannya.
Brian hendak mengejar langkah Kayla ketika sebuah suara menginterupsinya. Ia berpaling ke belakang punggungnya di mana seorang pemuda tengah bersedekap sambil memandang lantam pepohonan besar di depan Alamanda—sama sekali tak menatap Brian.
"Lo ngomong sama gue?" tanya Brian sarkastis.
"Menurut lo?" Sega—pemuda tadi—akhirnya berbalik hingga kini mereka berdiri berhadapan. "Gagal, eh? Perlu bantuan?"
Brian memalingkan wajahnya ke kanan seraya mengusap sudut dagunya pelan. "Lo pikir lo bisa?" Ia mendengus. "As you know, kalau lo pikir pakai cara klasik kayak yang lo pakai dulu bakal berhasil, lo salah. Semua hal yang selalu lo banggain nggak akan menarik buat Kyla. Dia beda. Jadi gue saranin lo menjauh sebelum lo patah hati."
"Brian, Brian." Sega berjalan ke arah jendela kaca besar di lantai dua gedung utama. Dia kembali memusatkan perhatiannya pada dunia di luar sana sebelum berujar, "Udah berapa kali gue bilang kalau gue nggak akan rebut apa pun yang berarti buat lo. Gue cuma nawarin bantuan, kenapa lo nggak pernah percaya?"
Pemuda dengan badge angka romawi sebelas itu mendengkus lagi. Hanya orang bodoh yang menganggap kepercayaan dari diri seorang Sagara berarti. Meski tidak bisa dikatakan akrab, tapi keduanya tahu kepribadian masing-masing. Brian tidak ingin jatuh ke kubangan yang sama setelah sekian lama ia membangun bentengnya sendiri—tentu dengan Kayla sebagai perisainya.
Sementara itu, Sega paham jika Brian hanya menganggapnya orang asing di hidup Kayla. Tidak mungkin siswa baru sepertinya tahu di mana letak masalah dan menyelesaikannya dalam waktu singkat. Sedangkan Brian sendiri sudah kalang kabut sampai meminta bantuan Leon yang justru semakin membuatnya menuai kecewa. Namun, meski Sega baru bertemu Kayla dua minggu ini, tapi dia lebih dekat dengan diri gadis itu. Jadi, selama apa pun Brian pikir dapat mengetahui segala hal tentang adiknya, Sega yang lebih paham kepelikan yang mengalir dalam diri Kayla—karena itu juga bagian dari dirinya.
Brian dan Sega sama-sama menekuni lalu-lalang dua jalan besar di depan sekolah ketika Brian berpikir perlu sedikit waktu untuk meyakinkan Kayla bahwa ia memberinya kesempatan besar. Namun, sedikit waktu itu terasa sangat sulit ketika gadis cantik tersebut terus menggunakan hatinya saat dihadapkan dengan masa lalu. Brian benar-benar tak habis pikir, mengapa sahabatnya itu memuntahkan kalimat yang selalu ia gemborkan dalam sekejap mata saat takdir mereka nyaris sempurna?
Brian hampir frustrasi.
"Lo dan Mikayla sama-sama keras. Gue nggak yakin lo bisa jinakin kemarahannya dengan ego lo. Harusnya lo dengerin dia sesekali. Mungkin aja masalah sebenernya nggak se-simple yang lo pikir."
Kalimat itu terdengar seperti sindiran. Brian tak terlalu mendengarkannya. Orang yang saat ini merajai pikirannya adalah Kyla, bukan Sega dan ocehannya. Namun saat Sega menyentuh pundaknya keras dan berbisik, ketenangannya mendadak terganggu.
"Apa yang terjadi di masa lalu Mikayla? Apa lo tau cerita dari sudut pandang dia sampai dia bersikap kayak gini?"
Sisi lain dari diri Brian jelas porak-poranda. Tidak ada satu orang pun yang berhak menilai pengetahuan Brian tentang Kayla—pemuda itu yang paling tahu. Lalu pertanyaannya, "Bagimana jika dia salah?"
Depok, 17 Februari 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
What Happened to Perfect
Teen Fiction[END] Bahagia versi Sega adalah memiliki kasih sayang kedua orangtuanya serta seorang adik penurut. Bahagia versi Kayla adalah hidup bersama keluarganya dengan keadaan apa pun. Sega dan Kayla, kakak beradik beda ibu yang tumbuh dalam keluarga berb...