"La, tunggu dong, dengerin gue dulu!" pinta Brian untuk mencegah kepergian Kayla. "Gue lakuin ini buat wujudin impian lo."
Gadis itu menghentikan langkahnya tiba-tiba, lalu berpaling ke arah sahabatnya tersebut. "Buat gue? Lo yakin sama ucapan lo barusan, Val?" Ia bersedekap. "Lo nggak pikirin perasaan gue? Apa lo udah lupa kalau gue nggak dibesarkan sama bokap gue? Lo lupa kalau gue ini anak buangan?" Kayla mendengus, wajahnya memerah. "Gue nggak akan ambil bagian dalam hal sekecil apa pun buat orang yang udah buat hidup gue hancur, meskipun itu berhubungan sama impian gue."
Brian maju selangkah. Ia berusaha meraih pergelangan tangan Kayla yang serta merta ditepis gadis itu.
"Lo pikirin lagi, deh, La. Ini kesempatan langka. Lo nggak akan cuma diakui sama Pak Danang aja, tapi seluruh Alamanda. Coba lo bayangin itu."
"Kenapa gue ngerasa lo yang ngebet, ya, Val? Ada apa sebenernya, hah? Bukannya gue minta lo jelasin masalah tadi siang?"
"Itu nggak penting, oke? Masalah lo ini lebih penting."
Kayla menggeleng pelan. Maniknya memandang pemuda berjaket hitam di depannya penuh kecurigaan. Gadis itu sudah biasa menghadapi kemarahan dan ambisi Brian, tapi tidak dengan yang satu ini. Brian dilarang mengusik kehidupannya. Brian dilarang membuat keputusan yang tidak ia suka.
"Hari ini lo udah dua kali bikin gue kesel, Val. Jangan bikin gue nyesel kenal elo," ancam Kayla seraya berbalik meninggalkan pekarangan Jingga dengan motor matic merahnya.
Brian menatap kepergian sahabatnya nanar. Ia pikir Kayla akan mengerti. Seharusnya Kayla ingat jika mereka tengah berjalan bersama saat ini. Selain membukakan jalan agar gadis itu bisa mendapatkan apa yang ia mau, Brian juga akan menyertainya. Bukankah pemuda tersebut selalu mengabulkan apa pun yang Kayla butuhkan?
Brian mengepalkan tangannya dengan mata memicing. Hatinya menertawakan kalimat yang pernah Sega ucapkan beberapa hari lalu dan berkata, "Selamat karena lo berhasil gagalin rencana gue."
Meski samar, Brian dapat mendengar pemuda di balik punggungnya tertawa sinis. "Gagalin rencana lo? Gue nggak ngerasa lakuin apa yang lo tuduhin itu."
Tubuh Brian berputar sembilan puluh derajat hingga kini ia kembali berhadapan dengan teman SMP-nya yang menyebalkan. "Lo mau kita terjebak di situasi lama, ya?" Ia memalingkan kepala ke kanan, menerawang setiap peristiwa yang menjadi alasannya menjadi seperti sekarang—Brian yang selalu terlihat sempurna dan berusaha memiliki segalanya.
"Situasi apa maksud lo?"
Manik di dalam kelopak Brian berkilat. Berada di sisi yang berseberangan membuat dia mengenal baik Sega. "Kyla nggak sama dengan Tara."
Bola mata Sega membola. Dia hampir tidak memercayai gendang telinganya kala bibir tebal Brian menyerukan nama itu. Ternyata ini masih tentang gadis dari masa lalu mereka . Mutiara Andini. Satu nama yang menghubungkan Sega, Brian, dan Gita di sebuah kisah beberapa tahun silam. Gadis manis nan ceria itu adalah satu-satunya teman Brian, si cowok biasa, yang sering jadi bahan ejekan Sega semasa SMP. Bukan hanya itu, Tara jugalah yang berhasil menempati kekosongan di hati Brian. Kini, saat nama itu kembali disebutkan, Sega yakin Brian belum melupakan satu hal pun tentang Tara.
"Masih berpikir kalau lo itu korban, hah?" Sega tak dapat mengontrol respons kesalnya. "Nggak semua orang haus popularitas kayak elo. Nggak semua orang mau mengorbankan segalanya hanya untuk terlihat."
Dia tahu Brian akan melakukan segala cara agar keinginannya terwujud. Saat ini, yang Sega lihat adalah peluang agar tujuan Brian tercapai tanpa harus kehilangan apa pun. Brian mungkin menyisipkan sedikit rasa pada adiknya, tapi itu semua tidak sebanding dengan segala hal yang harus Kayla hadapi. Dengan menjadikan adiknya diakui banyak orang tentu membuat popularitas Brian tak akan hancur bila mengencaninya. Sekarang Sega paham maksud Gita.
Entah kenapa satu kenyataan itu menampar Sega. Cepat atau lambat Brian akan menghacurkan Kayla seperti pemuda itu menghancurkan Tara jika ia tahu Kayla adalah adik Sega. Sega tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi lagi. Terlebih kepada Kayla, meskipun gadis tomboy tersebut sama sekali tak mengenal Sega seperti pemuda itu mengenalnya. Darah lebih kental daripada air, dia percaya itu.
"Sega, Sega, lo tuh orang baru di sini. Gue kasih tau sekali lagi, ini bukan wilayah elo. Mending lo buka mata, lihat posisi kita. Jangan ikut campur! Dan jangan sekali lagi gue lihat elo deketin Kyla! Dia punya gue!"
Setelah melayangkan ancamannya lagi, Brian undur diri. Pemuda itu menghadiahi Sega senyum mematikan yang tak pernah ia perlihatkan pada siapa pun. Dia tidak main-main dengan ucapannya. Karena saat ini, apa pun yang pemuda itu inginkan akan ia dapat. Ia mungkin tidak sanggup menyingkirkan Sega dari lingkungannya, tapi dia bisa membuat Kayla jauh dari pemuda sombong tersebut dan menjadi miliknya seorang. Itu sebabnya, Brian memacu kuda besinya membelah jalanan di bilangan Cilandak lebih awal keesokan pagi. Ia punya janji dengan seseorang yang ia percaya dapat meyakinkan Kayla.
Begitu ia menginjakkan kaki di lahan parkir khusus murid Alamanda, Brian menarik keluar ponsel dengan merek ternama di bagian belakang kemudian mengetikkan sesuatu. Beberapa detik selanjutnya, ia kembali menyimpan benda itu dan melesat lewat samping bangunan kelas sepuluh. Tungkainya baru berhenti ketika memasuki bangunan panjang dengan konter-konter makanan serta minuman berjajar rapi. Ia mengedarkan pandangan ke meja-meja yang dihuni kurang dari lima orang seluruhnya dan menemukan seorang pemuda atletis duduk di tengah ruang.
"Hai, Le, sori minta lo dating sepagi ini," sapa Brian sembari menghempaskan pantatnya di kursi kayu, berhadapan dengan pemuda ber-name tag Leon Adhi Wijaya yang tengah menikmati sepiring nasi goreng dan teh hangat.
Leon melirik jam di pergelangan tangannya yang kini menunjukkan pukul 06.20, lalu berkata, "Well, anggap aja kesempatan buat gue main dulu sebelum kelas."
Brian mengangguk mengerti. Leon memang suka sekali bermain basket di waktu-waktu senggang, sama seperti Kayla. Tak heran jika keduanya sering terlihat berdua di lapangan. Brian sendiri sama sekali tak cemburu, karena satu sekolah tahu Leon berpacaran dengan salah satu anggota pemandu sorak. Itu sebabnya ia memercayakan sahabatnya pada pemuda itu.
"Jadi, ada apa lo ngajak ketemuan sepagi ini? Apa ini ada hubungannya sama Mika?" goda Leon di sela-sela sarapannya. Pemuda itu tersenyum lebar, menampakkan sisi riang yang menjadi ciri khasnya.
"Gitu deh." Brian menyandarkan tubuhnya ke kursi, sementara tangannya meraih air kemasan yang tersedia di setiap meja. Ia membasahi kerongkongannya dengan tetes-tetes air sebelum ia angkat bicara, "Gue rekomendasiin Kyla buat jadi perwakilan basket saat ultah Alamanda nanti bareng Gita, elo, dan Andi. Gue pikir dia bakal senang, lo tau, 'kan, itu impiannya?" Leon hanya memandanginya. Mereka berdua sudah tahu jawabannya. "Tapi karena acara ini disatuin dengan perayaan Hari Ayah, Kyla tolak tawaran gue. Kami berantem di Jingga semalam. Kyla marah sama keputusan gue."
"Lo mau gue bujuk Kyla buat terima tawaran ini dan maafin elo?" Leon menyimpulkan.
"Kurang lebih. Tepatnya lo bujuk Kyla buat terima kesempatannya dan bilang ke dia kalau gue lakuin ini semua buat dia."
"Lo nggak mau minta maaf ke dia dulu?"
Brian mengernyit. "Gue rasa kami nggak perlu itu."
Diam-diam Leon tersenyum miris. Dia pikir tidak ada lagi yang perlu ia dengar dari Brian saat ini. "Kalau gitu gue ke lapangan dulu. Nanti kalau gue ketemu Mika gue bantu ngomong."
Brian mengangguk. Keduanya melakukan tinju ringan sebelum tubuh Leon menghilang di balik tembok, sedangkan Brian bertahan di tempat dengan perasaan yang lebih baik.
Di sisi lain, Sega yang duduk tak jauh di balik punggung Brian memasang senyum tenang kemudian memilih menjauh tak lama setelah kepergian Leon. Pemuda itu makin penasaran dengan cara sang musuh memperlakukan adiknya. Semua fakta yang berhasil ia kumpulkan tentang Brian dan Kayla semakin rumit, tapi juga menarik. Dan ia pikir, akan menyenangkan jika ia turut berperan di dalamnya.
Depok, 06 Februari 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
What Happened to Perfect
Teen Fiction[END] Bahagia versi Sega adalah memiliki kasih sayang kedua orangtuanya serta seorang adik penurut. Bahagia versi Kayla adalah hidup bersama keluarganya dengan keadaan apa pun. Sega dan Kayla, kakak beradik beda ibu yang tumbuh dalam keluarga berb...