"Belum balik?" sapa Sega ketika ia menemukan Leon duduk di atas motornya sembari bermain ponsel.
Leon mengalihkan tatapannya dari layar gawai. "Belum." Pemuda itu tersenyum ramah. "Lo Sagara, 'kan? Senior baru yang diomongin anak-anak?"
Sega menangkap nada geli di ujung kalimat tersebut tanpa maksud menyinggung. Pemuda itu sudah tidak heran jika orang-orang yang baru ditemuinya berkata demikian. Faktanya memang seperti itu. Bisa dibilang, itulah identitas barunya di Alamanda.
"Cukup panggil gue Sega." Ia menjatuhkan pantatnya di atas jok kendaraannya yang kebetulan hanya berjarak dua motor dari milik Leon.
"Gue Leon. Omong-omong, apa yang lakuin di sekolah sampai jam segini?"
"Pelajaran tambahan." Sega mengangkat bahu. "Tau sendiri kalau pindah di tahun terakhir. Terus juga tadi sempat ngobrol dikit sama Mikayla."
"Mika anak AGT?"
"Iya, dia. Lo kenal?"
Pemuda di hadapannya itu melengkungkan bibirnya makin lebar. "Gue anak ABT, dan kebetulan gue cukup kenal Mika." Angin berkesiur di antara dua pemuda tersebut. Namun, samar-samar Sega mendengar Leon berucap, "Jadi rumor itu benar, pantesan Brian keliatan panik."
"Gue nggak naksir Mikayla." Sega menjelaskan. Sengaja agar ia dapat mengorek informasi tentang hubungan adiknya dan Brian dari sumber terdekat mereka.
Leon memandanginya dengan alis terangkat. Lalu sedetik kemudian, ia tersenyum. "Lo mau naksir juga nggak masalah. Mika kan jomlo, jadi nggak ada larangan buat siapa pun dekati dia. Permasalahannya, apa lo cukup tangguh buat hadapi sifat cuek dan keras kepalanya. Karena yang udah-udah, kebanyakan mundur karena nggak tahan."
Sega menyugar rambut hitamnya yang jatuh ke depan dahi. "Oh, ya? Bukan karena Brian?"
Leon berdeham, ia tampak berpikir serius sembari mengedarkan pandang ke arah lobi. "Brian memang keliatan punya dominasi buat beberapa hal, tapi sejauh gue kenal Mika, dia bukan orang yang bisa diatur-atur. Mika juga bukan orang yang suka membedakan satu orang dengan orang lainnya. Gue kadang nggak yakin Mika dan Brian bakalan cocok kalau bersama."
"Maksud lo?"
"Gue tau lo nguping obrolan gue sama Brian kemarin." Sega tidak mampu lagi menyembunyikan keterkejutannya atas pengakuan Leon. "Tapi yang harus lo tau, gue bukan orang suruhan Brian. Gue cuma lakuin apa yang menurut gue baik buat Mika, bahkan jika permintaan itu datang dari elo atau orang lain sekali pun. Dia orang baik dan gue murni peduli sama dia. Gue nggak tau apa motif lo dekati Mika, tapi kalau sampai lo nyakitin dia, lo akan berhadapan sama gue."
Sega termangu. Netra berbentuk deep set miliknya menangkap keseriusan tercetak di wajah Leon yang biasanya terlihat ramah. Telapak tangan Sega mendadak berkeringat melihat perubahan itu.
Ia pikir Leon salah satu orang Brian. Ia pikir permintaan musuhnya itu pada Leon kemarin merupakan bentuk perintah yang memang sudah jadi tugas anggota ABT tersebut. Leon adalah orang kedua yang mengejutkannya dengan fakta tentang adiknya, Kayla. Leon adalah orang kedua yang mengatakan peduli pada gadis itu, setelah Gita. Sekarang, Sega justru merasa dialah penjahat yang tengah mengintai sang korban.
Sibuk dengan segala pemikirannya, Sega tak sadar jika seorang gadis telah hadir di antara mereka. Jiwanya baru kembali kala lawan bicaranya menepuk pundaknya pelan, pamit pergi bersama gadis tadi.
Sega mengepalkan kedua tangannya erat. Emosinya meluap-luap, percampuran antara khawatir, takut, marah, benci, dan sedikit rasa senang. Sorot matanya menggelap, hampir serupa mendung yang tiba-tiba menaungi tanah Jakarta. Pemuda itu pikir, ia perlu menemui Gita lagi, mencari tahu apa pun tentang Leon dan berharap semoga salah satu partner sang adik di lapangan tersebut bukan ancaman baginya.
Tanpa berpikir lebih lama lagi, pemuda berkulit netral tersebut menarik kunci motornya serampangan sebelum membawa kuda besi itu keluar dari bangunan empat lantai SMA Alamanda.
***
"Sega?" bisik Gita heran mendapati si pemilik nama duduk gelisah di teras rumahnya. Ia bahkan sempat melirik jam dinding ruang tamu beberapa kali hanya untuk memastikan bukan hantu yang ada di sana. Pasalnya saat ini jarum jam berada di angka enam, bertepatan dengan suara adzan maghrib berkumandang.
"Mending masuk, deh, Ga, nggak bagus di jam-jam kayak gini ada di luar rumah! Oh, dan jangan lupa tutup pintunya!" Gita memperingati sambil lalu.
Gadis itu mendudukkan dirinya di single sofa berwarna hijau mint, diikuti Sega yang memilih sofa panjang terdekat.
"Ada hal penting apa lagi sampai lo pakai acara ke rumah gue segala?"
Sega melepaskan jaket parka hitamnya lalu menyampirkan benda itu di lengan sofa. Ia mengembuskan napas panjang ketika menyandarkan tubuh ke belakang. "Leon itu sebenarnya siapa?"
Kening Gita mengerut. Gadis itu berkedip beberapa kali sebelum berkata, "Memangnya lo tau Leon yang mana?"
"Leon anak ABT, orang yang awalnya gue kira salah satu kacung Brian."
Semburan tawa memenuhi rumah mewah nan sepi tersebut, menimbulkan gema yang semakin merusak mood Sega. Pemuda itu terganggu dengan respons pemilik rumah. "Lo apa? Ngatain Leon kacung Brian? Nggak salah?"
Kali ini Sega melempar bantal di belakangnya hingga jatuh di atas pangkuan Gita. Gadis itu sama sekali tidak bisa mengontrol kehebohannya saat mendengar penuturan konyol teman lamanya tersebut.
"Gue serius, Git!"
Gita meneguk air mineral di hadapannya rakus sembari mengerling ke arah Sega. "Makanya lo tuh anak baru nggak usah belagu, deh! Lo pikir, lo tau segalanya? Gue ingetin lagi, ya, nggak semua orang seburuk elo dan Brian." Gadis itu mencondongkan badan dan melanjutkan, "Leon ... dia itu teman baik Mika. Gue memang tau beberapa kali dia bantuin Brian, tapi setau gue dia cuma bantu saat permintaannya makes sense."
"Apa lo pikir mereka punya hubungan special?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut Sega.
"Well, dasarnya si Leon orang baik, sih, makanya nggak terpengaruh sama sikap ngeselin Mika. Kalau lebih dari itu, gue rasa nggak. Leon punya cewek, namanya Windi, anak cheerleader."
Sega memandang tak percaya. "Lo yakin? Jujur aja gue nggak ngeliat setiap perhatian Leon sebagai bentuk solidaritas antar teman."
"Kenapa? Lo pikir Leon naksir gitu sama Mika?" Gita mendengus geli.
"Kurang lebih."
"Lo bisa tanya ke semua orang gimana baiknya Leon dan gimana hubungan dia sama ceweknya itu. Semua orang tau." Gita yang tahu jawabannya tidak memuaskan tamu dadakannya ini lantas menambahkan, "Oke, anggap aja Leon suka sama Mika, terus lo mau apa?"
Kemampuan analisis Gita memang tidak diragukan lagi. Gadis itu tahu kapan dan di mana dia harus menembak tepat sasaran—apalagi hanya seorang Sagara Alesandro yang notabene pernah dekat dengannya. Sementara gadis itu menyunggingkan seulas senyum, lain hal dengan Sega yang memandangi lantai marmer bercorak oranye di bawah kakinya.
Sebenarnya dia ingin menyertakan Leon dalam pusaran permainannya. Mungkin akan menyenangkan jika bisa mengejutkan Brian melalui orang yang ia percaya. Namun, pemuda itu sama sekali tidak berniat memberitahu Gita. Dia khawatir gadis itu tidak akan setuju andai tahu apa yang sedang direncanakannya sekarang. Rencana besar yang mungkin akan menyeret masa lalu mereka, tapi Sega lakukan demi kebaikan mereka—miliknya, Kayla, juga Gita.
Kendal, 13 Februari 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
What Happened to Perfect
Teen Fiction[END] Bahagia versi Sega adalah memiliki kasih sayang kedua orangtuanya serta seorang adik penurut. Bahagia versi Kayla adalah hidup bersama keluarganya dengan keadaan apa pun. Sega dan Kayla, kakak beradik beda ibu yang tumbuh dalam keluarga berb...