"Boneka itu pemberian papa kamu. Kamu tau itu, 'kan?" ungkap Ratna ketika keduanya menyantap makan malam bersama.
Kayla berusaha tenang sembari menghabiskan telur dadar di piringnya. Gadis itu tidak ingin bertengkar dengan sang mama karena masalah yang sama untuk kesekian kali setelah kedatangan Dhaka. Ia tidak ingin membahas apa pun yang berkaitan dengan ayah biologisnya tersebut.
"Biar bagaimana pun, dia tetap papa kamu. Kamu sebagai anak harus bisa menghargai dan menyayangi dia seperti dia menyayangi kamu."
Gadis itu mencengkeram erat sendok di tangan kanannya. Ia berusaha keras menghalau keinginan untuk melempar benda logam tersebut ke atas meja. Kepalanya berdenyut kala kesedihan menguasai dirinya. Ia tidak sanggup menerima semua itu.
Derit kursi menahan kalimat apa pun yang ingin Ratna katakan. Wanita itu memandang putrinya yang sudah berlalu sembari membawa piring kosong mereka. Kayla memasukkannya ke bak dan mencucinya buru-buru.
Di sela-sela kegiatannya, gadis itu berujar, "Besok aku harus berangkat pagi-pagi, Ma, ada pertandingan. Jadi abis ini aku langsung ke kamar, mau siap-siap terus tidur."
Sebuah usapan lembut mampir di lengan kanannya, Ratna berkata pelan, "Mama tidak mau putri mama punya dendam. Mama mau kamu bahagia, Kyla."
Ratna mengecup pipi kanan gadis itu sebelum berbalik pergi. Bertepatan dengan itu, setetes air lolos dari kelopak mata Kayla. Ia berpaling ke belakang. Pandangannya tertuju pada tubuh kurus wanita yang melahirkannya. Ada kepedihan dalam suara Ratna, gadis itu tidak bodoh untuk menyadari bahwa perasaan ibunya untuk sang ayah tak pernah pudar. Dan kini, saat laki-laki itu kembali, Kayla tahu Ratna ingin mengulang apa yang mereka miliki di masa lalu.
Namun, setelah semua yang terjadi, Kayla benar-benar ingin hidup berdua saja dengan wanita yang dipanggilnya mama itu. Dhaka berada jauh di atas mereka, ia cukup sadar diri bahwa mereka berbeda. Jangan kira gadis tersebut tidak tahu. Ia sangat-sangat tahu. Dia masih ingat betul hari di mana sang ibu berurai air mata kala menceritakan alasan kepergian sang suami.
Ratna bukan satu-satunya wanita di hidup Dhaka. Kayla juga bukan satu-satunya anak yang dimiliki pria itu. Pun harapan keluarga sang ayah yang menginginkan seorang putra. Harapan itu terkabul dari pernikahan pertama ayahnya. Itu sebabnya ia dan ibunya tidak diharapkan ada di sekitar Dhaka.
Kayla tidak akan pernah lupa kisah itu meski Ratna tak pernah memperlihatkan kesedihannya. Ia sudah bertekad akan menjaga ibunya, memberinya kebahagiaan untuk menggantikan luka yang ayahnya torehkan. Pria itu tak berhak datang dan mengobrak-abrik semua perjuangannya. Tidak, tidak akan ia biarkan.
Ketika ia hendak membuka pintu kamarnya, tatapannya terarah pada dua buah piala dan beberapa medali miliknya. Senyum gadis itu terbit tiba-tiba saat sebuah ide mampir di kepalanya.
Hidup ini adalah pertandingannya. Kayla harus menang agar ia punya kuasa untuk menjauhkan Dhaka dari hidup barunya. Namun sebelum itu, mungkin apa yang Leon katakana saat itu benar, ia harus fokus untuk tahu tujuannya. Dan sekarang, ia tahu miliknya.
***
"La!" Brian menyejajarkan langkahnya dengan sang sahabat yang hari itu datang pagi buta.
Kayla hanya berdeham.
"Dari kemarin sore chat gue nggak lo bales. Lo marah sama gue?"
Gadis itu mengedikkan bahu. Netranya mengedar ke sekeliling, seolah ia tak peduli dengan keberadaan Brian di sisinya.
"La, gue lagi ngomong sama lo, jawab dong!" bentak pemuda tersebut.
Kayla mengerem langkah lebarnya, kemudian menoleh ke kanan. Kelopak matanya menyipit, tapi Brian atau siapa pun yang melihat pasti tahu ada belati yang tersembunyi di baliknya. Pemuda itu perlu waspada.
"Peraturan pertama, dilarang ikut campur urusan pribadi. Lo harusnya inget perjanjian kita, Val."
"Lo marah karna gue nolak bawa pergi Winnie?"
Kayla tersenyum sinis sembari melipat kedua tangannya di depan dada. "Lo masih nggak sadar, ya? Ini bukan cuma tentang itu, Val. Ini tentang sikap lo yang belakangan ini terus menghakimi gue dan maksain perasaan khayalan lo itu hanya karna sepenggal cerita!"
"Menghakimi apa, sih, La? Gue cuma ingetin lo untuk jaga perasaan nyokap dan bokap lo. Apa pun yang terjadi di masa lalu udah takdir yang nggak bisa lo ubah. Tapi masa depan, masih bisa lo perjuangin."
"Jaga perasaan, ya? Jadi Val yang gue kenal sekarang udah jadi good boy, huh? Kenapa lo jadi ngatur gimana gue harus bersikap, gimana gue harus ngomong, gimana gue harus berpenampilan? Kalau lo nggak nyaman sama diri gue, ya udah, selesaiin aja perjanjian kita!" ancam gadis tersebut yang kemudian melangkah cepat ke ujung koridor di mana seorang gadis menunggunya tak sabar.
Tak lama setelah kepergian Kayla, orang yang paling tidak Brian harapkan muncul. Sega menyandar di balik pilar tak jauh dari lobi. Sebuah lengkungan tipis terbentuk di bawah hidung mancungnya. Pemuda itu jelas menikmati tontonan gratis di pagi cerahnya.
"Well, kayaknya ada yang udah siap kalah." Ia terkekeh saat berjalan ke hadapan Brian.
"Udah berapa kali gue bilang, Kyla nggak bisa lo jadiin taruhan."
"Kenapa nggak? Gue denger, lo itu Cassanova di Alamanda. Punya pesona buat narik perhatian cewek-cewek." Satu alis Sega terangkat, bersamaan dengan sabit di wajahnya. "Mikayla juga cewek, jadi apa bedanya dia sama yang lain? Oh gue tau! Jangan-jangan karena dia nggak modis kayak deretan mantan lo, ya?"
"Diem lo!"
"Lo pikir gue nggak tau kalau lo suka sama dia, tapi lo nggak bisa banggain dia di depan temen-temen lo. Iya, 'kan?"
Gigi Brian bergemeletuk. Kedua tangannya terkepal di sisi tubuh. Jika bukan karena para murid mulai berdatangan, Brian jamin Sega akan tahu rasanya hidup di neraka miliknya. Ia cukup tahu bahwa yang musuhnya itu inginkan adalah kehancurannya. Sega ingin merusak citra baik yang telah menjadi milik pemuda tersebut.
"Lo takut klaim Mikayla sebagai orang yang lo suka. Jadi jangan salahin gue kalau gue yang akan lakuin itu." Sega menepuk bahunya pelan.
Rencananya berjalan lancar, bahkan jauh lebih baik dari yang ia kira. Kurang dari sebulan, ia yakin bisa mengantarkan kekalahan pada Brian. Bukan hanya kalah, tapi juga patah hati terbesar. Tinggal bagaimana ia menjaga Kayla di posisi aman. Tak apa jika gadis itu akan sedikit tergores, Sega tahu adiknya bisa cepat pulih dengan ia di sisinya.
Sebuah nada pendek terdengar dari ponsel di sakunya. Sega menarik benda pipih itu dan menemukan sebuah pesan dari Gita.
Lo apain adek lo sampai dia main pakai emosi kayak gini?
Depok, 20 Maret 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
What Happened to Perfect
Fiksi Remaja[END] Bahagia versi Sega adalah memiliki kasih sayang kedua orangtuanya serta seorang adik penurut. Bahagia versi Kayla adalah hidup bersama keluarganya dengan keadaan apa pun. Sega dan Kayla, kakak beradik beda ibu yang tumbuh dalam keluarga berb...