"Seratus juta itu bukan uang yang sedikit! Untuk apa kamu mengorbankan harga yang begitu banyak hanya untuk sesuatu yang hasilnya nggak pasti? Kamu juga harus ingat kalau nantinya Sega yang akan mewarisi usaha keluarga. Lebih baik kamu gunakan uang itu untuk menyekolahkan Sega ke luar negeri, cari pendidikan terbaik!"
Kayla mengulurkan tangannya ke belakang. Gadis itu meminta Larsih, salah satu ART baru yang ditugaskan untuk menemani si bungsu, menghentikan laju kursi rodanya.
"Mama bisa menerima kamu menikahi Ratna lagi, dia bisa bantu urus keluarga, punya karir yang cukup bagus, tapi Kayla? Apa yang bisa kita harapkan dari dia?"
"Kata Erwin, Kayla bisa sembuh, masih ada harapan," ungkap Dhaka.
"Erwin teman kamu yang nggak punya anak itu? Ya sudah, kalau dia pikir menyembuhkan putri kamu memiliki harapan, kamu kasih saja Kayla ke dia. Mama rasa itu pilihan terbaik."
Sebuah tombak menembus afeksi Kayla. Jika ada hal yang bisa diubah dari hidupnya, gadis bermata almon tersebut ingin terlahir hanya dengan nama Mikayla Zee—tanpa ada embel-embel Julian di sana. Karena seberapa kuat pun ia berusaha, ia tetap tidak diakui sebagai bagian dari keluarga itu. Ia lahir di luar keinginan mereka. Ia lahir di tengah keputusasaan, kepedihan, dan pengorbanan yang seolah tiada henti.
"Anterin aku ke kamar ya, Mbak!" pintanya pada Larsih yang segera dituruti wanita berusia dua puluh tujuh tahun tersebut.
Tak berselang lama setelah keduanya sampai di kamar bernuansa matahari itu, Sega masuk dengan nampan berisi makan siang Kayla, ia berniat menggantikan pekerjaan Larsih untuk menjaga adiknya tersebut. Sega membuka pintu balkon, kemudian mendorong kursi roda Kayla ke sana.
Selagi si sulung menyiapkan segala keperluan Kayla, Netra gadis itu sibuk mengamati deretan rumah besar di kompleks yang baru memasuki bulan kedua ia tinggali. Ia suka sekali duduk di sana, menikmati sepoi angin yang menggoyangkan daun-daun pohon yang tak ia tahu namanya, tapi menimbulkan perasaan tenang. Lalu pikirannya kembali pada percakapan antara Eva dan Dhaka. Jika rencana itu benar-benar terjadi, mungkin ini akan jadi sisa hari-harinya di rumah bernomor delapan tersebut.
Kayla menarik napas dalam. Ia mencoba menenangkan badai dalam dirinya. Namun tetap saja setetes kristal bening menggelinding di pipi kirinya. Ketika Sega duduk di kursi rotan di sisinya, sebisa mungkin Kayla mengulas lengkungan tipis.
Kayla pikir hidupnya akan lebih baik setelah sang ayah kembali. Gadis itu lupa, ada harga yang harus dibayar untuk sebuah kebahagiaan. Saat ini, dia mungkin tidak bisa membayar satu hal itu. Karena setiap ia membuka mata dan telinga, ada begitu banyak hal yang ternyata tak akan pernah sanggup diraih—dia bahkan merasa tidak pantas memilikinya.
"Kamu harus banyak makan, Kay, biar nanti operasinya lancar," kata Sega disela-sela suapannya.
"Aku bisa makan sendiri, Bang. Tanganku baik-baik aja," protes gadis itu berusaha meraih piring bermotif bunga tulip di tangan kiri Sega yang segera pemuda itu singkirkan.
"Nggak usah ngeyel!"
Kayla menatap pahatan sempurna pemuda di hadapannya dengan perasaan campur aduk. Mengapa harus kakaknya yang selalu jadi prioritas keluarga mereka? Mengapa ia tak pernah bisa membanggakan seperti Sega?
Semua pemikiran itu membawa duka baginya. Tetapi yang lebih menyakitkan adalah, ia tidak bisa membenci Sega karena kakaknya itu telah begitu baik.
Di sisi lain, Sega sebenarnya tahu alasan di balik kepekatan manik Kayla. Dia tahu—tahu segalanya. Pemuda itu menyadari kehadiran Kayla di balik dinding ruang tamu tadi. Dia melihat perubahan rona pipinya yang semula memancarkan perpaduan pesona Dhaka dan Ratna. Namun, Sega tidak ingin Kayla tahu jika ia ada di balik semua kejadian hari ini. Sega menyayangi Kayla, tapi dia juga tidak bisa melupakan rasa sakit yang pernah Naomi terima.
Kilasan memori masa lalunya mulai berputar. Sega ingat, dahulu Dhaka tidak tinggal bersamanya dan sang ibu. Orangtuanya tidak sama seperti orangtua lainnya. Dhaka hanya datang sesekali, dua sampai tiga hari bersamanya, lalu pergi. Terus seperti itu sampai umurnya menginjak enam tahun Dhaka kembali ke Surabaya dan tak pernah pergi lagi setelah itu. Sayangnya, kesempurnaan yang terlihat perlahan-lahan menghancurkan hati Naomi.
Naomi tahu Dhaka tidak kembali karenanya. Wanita itu bahkan tahu bahwa setiap malam yang suaminya pikirkan bukanlah dirinya. Dhaka hanya terpaksa kembali demi kesehatan putra mereka dan paksaan keluarga. Laki-laki itu sangat mencintai Ratna.
Seiring berjalannya waktu, perhatian Dhaka tetap tidak mengarah padanya. Pria yang merupakan pewaris perusaahaan keluarga J&D Corp. tersebut hanya fokus dalam pertumbuhan Sega. Dhaka melimpahkan kasih sayangnya hanya pada putranya.
Naomi bisa menerima, toh yang sebenarnya salah adalah dirinya sendiri. Jika dulu ia tidak mengatakan pada orang tuanya bahwa ia jatuh hati pada pria itu, mungkin selamanya Dhaka hanya milik Ratna. Dia yang jadi orang ketiga. Bukan Ratna.
Ketika usia pernikahan Naomi dan Dhaka menginjak tiga tahun dan wanita itu belum menunjukkan tanda-tanda kehamilan, Naomi akhirnya melepaskan pria itu untuk kembali bersama Ratna. Memang tidak mudah, terlebih Naomi tidak suka berbagi.
Namun saat ia menyerah pada takdir, berita besar yang selalu ia tunggu akhirnya datang. Naomi dinyatakan hamil tepat di hari pernikahan Dhaka. Meskipun begitu, Naomi tidak lantas menjadikan kehamilannya sebagai alasan untuk mendapatkan kekasihnya kembali. Sebaliknya, wanita cantik itu justru menjauh dan memulai kehidupan baru bersama calon buah hati mereka, Sagara.
Kehidupan Naomi setelah itu tidaklah mulus. Sega kecil sering sakit-sakitan. Sampai suatu hari, fakta bahwa mantan menantu kesayangannya memberinya cucu laki-laki didengar Eva. Atas alasan itulah, Eva kembali mengganggu kehidupan Dhaka. Wanita itu memaksa putranya untuk kembali pada Naomi, meninggalkan Ratna serta Kayla. Jika tidak, wanita itu tidak akan menganggap Dhaka putranya lagi.
Semua itu bukan keinginan Naomi, tapi ia yang harus memikul rasa bersalah atas kisah-kisah mereka. Rasa bersalah yang diam-diam juga menumbuhkan kebencian Sega terhadap Kayla. Dan saat ini, Sega juga akan berlindung di belakang punggung sang nenek untuk melakukan hal yang sama seperti bertahun-tahun lalu.
Depok, 03 Juli 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
What Happened to Perfect
Teen Fiction[END] Bahagia versi Sega adalah memiliki kasih sayang kedua orangtuanya serta seorang adik penurut. Bahagia versi Kayla adalah hidup bersama keluarganya dengan keadaan apa pun. Sega dan Kayla, kakak beradik beda ibu yang tumbuh dalam keluarga berb...