"Ma!"
Kayla mencampakkan ranselnya di sofa sewarna buah melon kemudian berjalan cepat ke arah dapur. Gadis itu baru saja pulang ketika menemukan sepatu sang ibu di depan rumah. Jadi, meskipun ia mendapati pintu dalam keadaan terkunci, Kayla tahu Ratna, ibunya sudah lebih dulu kembali.
Sejujurnya, gadis berjaket denim itu khawatir jika terjadi sesuatu dengan Ratna. Pasalnya yang ia tahu, ibunya tersebut adalah wanita karir yang senang pergi di pagi buta, lalu kembali saat langit telah berubah hitam. Bukan hanya itu, Kayla juga beberapa kali mendapati tubuh Ratna gemetar dan pandangan tak fokus. Tidak salah kalau ia punya pikiran negatif saat ini, 'kan? Namun begitu kaki jenjangnya mengentak dapur, yang ia lihat justru gerakan ibunya yang tengah ke sana-kemari, berkutat dengan peralatan dapur serta bahan-bahan makanan dalam jumlah banyak.
"Daripada kamu bengong di situ, mending kamu mandi terus dandan yang cantik," tegur Ratna saat putri semata wayangnya mematung di antara dapur dan meja makan.
"Banyak banget, Ma," ungkap Kayla, mengabaikan nasihat ibunya.
Ratna menoleh, lengkap senyum menawannya, "Kita kedatangan tamu nanti malam."
Kening Kayla berkerut dalam. Gadis itu bahagia melihat sang mama sehat, wanita tersebut juga tampak lebih gembira dibanding beberapa hari belakangan. Namun di sisi lain, dia juga cukup terganggu dengan ide mengundang orang lain ke dalam makan malam keluarga kecilnya. Belum lagi pikiran bahwa seseorang yang Ratna sebut "tamu" ini penyebab senyum terbit di rupa ayu wanita berambut cokelat tersebut.
"Siapa, sih, Ma?"
"Nanti kamu juga tau." Senyum Ratna melebar. "Kamu mandi dulu sana!" usirnya sambil mendorong bahu sang putri pelan.
"Mama nggak mau aku bantuin gitu?" kata gadis itu basa-basi. Ia hanya ingin mengorek informasi tentang Si Tamu ini.
Lagi, ibu tunggal tersebut menoleh dengan senyum menggoda. "Mama lebih milih kamu habisin makanan daripada bantu masak. Lagian kamu tumben-tumbenan mau bantu urusan dapur."
Kayla berbalik sambil melipat wajah. Selama ini Ratna tahu gadis itu tidak suka orang asing masuk ke dalam kediaman mereka—bahkan Brian pun butuh waktu yang tak sebentar untuk melihat langsung tempat tersebut. Rumah mereka adalah satu-satunya tempat ternyaman yang Kayla miliki, juga satu-satunya tempat di mana gadis berambut sebahu itu tak perlu berpura-pura tegar.
Pukul 18.45 indra pendengar Kayla mendengar deru mobil berhenti di depan. Gadis itu pikir, mungkin pemilik kendaraan itulah tamu sang mama. Meski begitu, Kayla bergeming di tempatnya dengan pandangan fokus pada layar gawai, toh kalau memang benar tamu mereka, orang tersebut pasti akan mengetuk pintu. Kayla tak perlu repot-repot menyambutnya di teras, 'kan? Namun, setelah beberapa menit berlalu, tak ada sinyal seseorang datang. Jadi mungkin saja pemilik mobil tadi adalah tetangganya, atau tamu tetangganya.
"Astaghfirullah, Kyla! Kamu ini mama suruh dandan malah pakai piyama kayak gini, cepat ganti baju!"
Kayla bangun dari posisi rebahnya, hingga tubuh jenjang gadis itu menyandar kepala sofa yang menjadi tempat favoritnya. Ratna mendudukkan diri di sisinya sembari merapikan helai demi helai surai halus permata hatinya.
"Anak mama ini cantik, loh, masa mau ada tamu penampilannya begini," puji Ratna yang tanpa sadar mengundang decakan dari bibir Kayla.
"Iya, iya, aku ganti baju."
Gadis tersebut bangkit, kemudian berjalan malas ke kamar. Lima menit berikutnya, Kayla kembali dengan celana jeans panjang serta kemeja flannel motif kotak abu-abu dan putih. Ratna menatap penampilan putrinya tersebut dengan bibir merekah.
KAMU SEDANG MEMBACA
What Happened to Perfect
Teen Fiction[END] Bahagia versi Sega adalah memiliki kasih sayang kedua orangtuanya serta seorang adik penurut. Bahagia versi Kayla adalah hidup bersama keluarganya dengan keadaan apa pun. Sega dan Kayla, kakak beradik beda ibu yang tumbuh dalam keluarga berb...