TIGA PULUH DUA

17 2 0
                                    

"Lo bercanda, 'kan?" Sega tersenyum sinis. Kelopak matanya terbuka lebar memandang gadis berambut sebahu di hadapannya. Ketika kepala gadis itu bergerak ke kanan dan kiri, Sega tidak dapat menyembunyikan kesedihan di wajahnya. Pemuda tersebut bergerak ke sisi balkon, mencengkeram pagar pembatas sekuat tenaga hingga buku-buku jarinya memerah.

"Kenapa sekarang?" tanya Sega lagi tanpa mau mengalihkan pandangannya dari lalu lalang para murid Alamanda di sekitar lapangan. "Kenapa saat gue bilang mau balikan sama lo, lo justru bilang mau ikut nyokap lo ke Amrik? Kenapa, Git?"

Gita, gadis itu ikut berdiri di sisi kiri Sega. Rambutnya yang tergerai menari-nari, seolah menertawakan keputusasaan mantan pacarnya tersebut.

Semalam, Sega mengirim pesan padanya. Ia meminta Gita datang lebih awal dan bertemu di depan laboratorium bahasa yang letaknya strategis. Tempat itu juga selalu sepi saat fajar menyapa, hingga Sega sering menggunakannya untuk berbicara empat mata bersama Gita tentang adiknya dan Brian. Sekarang, pemuda itu berniat membicarakan masalah mereka berdua, masalah yang mereka bawa dari masa lalu tanpa ada kata selesai. Sayangnya, saat Sega sudah yakin dengan perasaannya, Gita justru memberinya kejutan.

"Kenapa sekarang?" Gadis itu mendengus disertai senyum pedih. "Sekarang gue tanya, apa lo pernah mikirin orang lain selain untuk keuntungan lo sendiri? Nggak pernah. Atau apa gue bisa pegang janji lo meskipun itu untuk kebaikan lo? Nggak juga."

Sega berdiri tegak. Tubuhnya berhadapan dengan Gita yang kini menantang netranya. "Lo pernah bilang lo mau tau semua hal tentang gue. Tapi apa pernah lo tanya keadaan gue, masalah gue, perasaan gue. Nggak pernah, Ga, yang selalu jadi pertanyaan lo adalah apa yang harus kita lakuin selanjutnya supaya rencana lo berhasil."

Gita mengarahkan pandangannya ke bawah, di mana Kayla berjalan tertatih dengan kruk di lengan kanannya ditemani Leon. "Kalau lo aja nggak bisa sayang sama adik lo sendiri, gimana caranya lo sayang sama gue?" kata Gita sebelum berlalu.

Refleks, Sega mengalihkan tatapannya pada sang adik. Sampai sekarang, jujur saja Sega masih belum bisa menyatakan bahwa ia menyayangi Kayla. Namun, di sisi lain, dia juga tidak senang saat tahu adiknya lebih memilih tinggal bersama sahabat Ratna yang notabene adalah ibu Windi dibanding ayah kandung mereka. Sega tidak senang saat Ratna datang menemui ayahnya dan berkata ingin menyudahi semuanya. Sega ingin ada di sisi Kayla, pemuda itu hanya tak tahu caranya.

***

"Btw, gimana keadaan Windi sekarang?"

Kayla memalingkan mukanya ke arah Gita yang tiba-tiba duduk di sisi kanannya. Saat ini dua gadis itu, ditambah Leon, tengah duduk di sisi lapangan rumput Alamanda—tak jauh dari ruang ujian Kayla. Memang, saat ini sekolah mereka tengah melaksanakan ulangan akhir semester ganjil yang mengharuskan gadis itu datang ke sekolah dalam kondisi tidak fit. Kayla tidak siap, apalagi pandangan mencemooh hampir setiap orang terhadapnya sejak ia terang-terangan menolak pernyataan cinta Brian kala itu.

Beberapa hari lalu, Ratna mendapat pekerjaan dengan nilai yang cukup besar dari salah satu langganannya. Namun, wanita itu harus ke luar kota selama seminggu dan meninggalkan putrinya seorang diri. Jadilah, Sofi menawarkan Kayla untuk tinggal di rumahnya sementara waktu. Hitung-hitung Kayla juga bisa jadi teman bicara Windi yang kesehatannya kian memburuk akibat kanker.

"Masih belum baikan," aku Kayla. Romannya sedih.

"Tapi seenggaknya Windi keliatan lebih hepi waktu Kayla nemenin dia." Leon menambahkan seraya menyenggol lengan kiri partner main basketnya tersebut.

Setiap orang yang melihat pasti membenarkan pernyataan Leon barusan. Memang secara fisik, kondisi Windi setiap hari semakin memburuk, tapi sejak kedatangan Kayla di rumah itu, Windi terlihat lebih ceria. Leon sangat tahu sebabnya. Windi membutuhkan seseorang yang bisa diajak bicara tentang dunianya. Sejak teman-teman gadis itu menjauhinya, Windi hanya punya Leon.

Awalnya, Sofi—ibu Windi—hanya mencoba peruntungan dengan alasan menampung Kayla, tapi ternyata timbal balik yang didapatkannya jauh lebih baik. Meskipun tak dekat, nyatanya Kayla mampu menerima kekurangan yang ada di diri teman sekolahnya tersebut. Bahkan, kedua gadis itu bisa terbuka satu sama lain. Keduanya menceritakan satu per satu kisah yang tak pernah mereka ungkap pada siapa pun sebelumnya. Salah satunya adalah tentang Leon.

Selama ini, yang Kayla dan semua orang tahu, Windi dan Leon adalah sepasang kekasih paling serasi di Alamanda. Nyatanya, tidak ada yang tahu bahwa pemuda itu hanya membantu Windi bersembunyi di balik hubungan tak nyata mereka untuk mengatakan pada dunia ia sedang baik-baik saja. Tidak pernah ada yang tahu, Leon menaruh hati pada seseorang yang tak Windi sebutkan namanya. Gadis itu hanya meminta Kayla membantunya menunjukkan pada Leon bahwa ia juga pantas bahagia.

"Tapi gue jadi ngerepotin elo tiap hari, Le," imbuh Kayla.

"Rumah gue sama rumah Windi itu searah, jadi antar-jemput lo itu bukan masalah buat gue."

"Nah, kalau lo minta gue yang antar-jemput malah gue yang keberatan." Gita ikut menimpali.

Kayla menggeleng-geleng. Seulas senyum tak luput dari wajah perseginya. Ia menatap lurus ke depan sembari mengembuskan napas dalam. Ia pikir, kehidupannya di Alamanda akan sangat berat, tapi berkat kehadiran Leon dan Gita, segalanya jadi lebih ringan.

Bisa dibilang, hidup Kayla jungkir balik. Di satu sisi, ia kehilangan seseorang yang paling dekat dengannya hanya karena sebuah pernyataan cinta. Namun di sisi lainnya, dia juga mendapat tiga orang yang tak pernah ia sangka bisa jadi sedekat sekarang. Tiga orang yang tak disangka justru membuatnya merasa tenang meski ia menunjukkan sisi lemahnya.

Berbeda dengan Kayla, dua pasang mata justru tengah memandangnya dengan sejuta pertanyaan di benak mereka. Dua pasang mata yang sangat ingin berada di dekatnya tanpa takut akan sebuah kehancuran, tapi tak pernah bisa. 


Depok, 22 Mei 2021

What Happened to PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang