31

6.9K 458 38
                                    

Bismillahhirrahmannirrahim...

Hening, hanya itu saja yang terlihat dari ke due pasangan tersebut semenjak duduk di ruang keluarga. Yah tadi saat Aleta bertengkar, tepat saat Gus Bagus pulang. Dan yah, semuanya dilihat oleh Gud Bagus labih tepatnya pertengkaran itu tidak lebih.

Aji dkk sudah kembali ke pesantren, setelah tadi di beri ceramahan oleh Gus Bagus dan sedikit pelajaaran. Mereka kembali dengan perasaan was-was dan berat meninggalkan Aleta yang mungkin akan di maraih habis-habisan oleh Gus Bagus.

"Kenapa bertengkar hem?" tanya Gus Bagus dengan suara beratnya menatap Aleta dalam, yang dibals juga oleh Aleta.

"Mereka yang mulai mas, Leta gak ngapa-ngapin mereka ngajak ribut." mulai, pembelaan demi pembelaan keluar dari bibir tipis Aleta.

"Kamu itu sedang hamil Aleta, tolong ubah sikapmu. Mau kamu terjadi apa-apa dengan anak kita. Lagipun Bu Nue itu lebih tua dari pada kamu, tolong belajarlah hormat ... sedikit saja." geram Gus Bagus menatap Aleta tajam, yang di tatap hanya menatap Gus Bagus dengan sorot tak percayanya.

"Mas, Leta yang hamil Leta yang tahu apa yang baik dan buruk untuk anak Leta. Apakah Leta terlihat seceroboh itu di mata mas, senakal itu Leta menjadi perempuan di pandangan mas. Dan juga,  menurut Leta orang yang pantas Leta hormati juga harus menghormati Leta, gak mungkin Leta menghormati orang yang mengganggu Leta." desis Leta yang masih mengatur emosinya agar tidak meledak, ingatkan Leta bahwa dirinya sedang hamil dan tidak boleh stres.

"Jadi kamu gila hormat, iya," ujar Gus Bagus yang membuat Aleta pening. Mengapa suaminya itu menyerap ucapanya dengan artian lain.

"Leta gak gila hormat mas, tapi Leta melihat siapa saja orang yang pantas di hormati Leta. Dan Bu Nur bukan termasuk orang yang di hormati Leta. Leta gak mau menghormati orang yang setiap harinya menyumpah serapaih Leta!" ucap Aleta dengan nada tinggi, habis sudah kesabaran Aleta untuk menghadapi suaminya itu. Kenapa suaminya tidak menayakannya, kenapa dia bertengkar dan apa yang terjadi sebenarnya. Mengapa suaminya langsung menyimpulkan sendiri apa yang ia lihat, tanpa ingin tahu yang sebenarnya.

"Sudah tidak usah di perpanjang lagi, sebaiknya kamu segera minta maaf kepada Bu Nur dan anaknya." perintah Gus Bagus tidak diganggu gugat, yang mana membuat Aleta berdiri  menatap suaminya dengan matanya yang memerah karena marah.

"Gak, Leta gak mau minta maaf sama mereka." tolak Aleta yang balik menatap Gus Bagus tajam.

"Kamu jangan egois Aleta, kamu sudah bertindak tidak sopan dengan mengajak bertengar orang yang lebih tua dengan kamu. Pokoknya kamu harus minta maaf, mas gak mau tahu!" ucapan Gus Bagus terlampau keras sampai menggema di seluruh rumah, untung saja rumah mereka itu agak kedap suara. Jadi mau sekeras apapun mereka ribut, orang tidak akan mendengar apalagi geng gibah yang sudah duduk di depan warung Bu Wanti. Menantikan pertengkaran Aleta dan Gus Bagus lalu menggibahkanya, dengan ditambahkan exstra bubuk cabe.

"Oh jadi mas belas mereka, dari pada Leta gitu?" tanya Aleta dengan nada sedikit meninggi, menatap Gus Bagus.

"Bukan begitu Leta, perbuatan kamu tadi sudah dilewat batas. Tidak mencerminkan sebagai seorang ning." ucap Gus Bagus, menatap Aleta tajam.

"LETA JUGA GAK MAU JADI NING" ucap Aleta dengan keras, menatap Gus Bagus dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"TERSERAH, TERSERAH APA YANG MAS MAU LAKUKAN LETA UDAH GAK PERDUL-"

Plakk

Suara tamparang menggema di ruang keluarga tersebut, hening. Gus Bagus hanya melihat telapak tanganya yang sedikit memerah dengan gemetar, lalu menatap Aleta yang sedang memegangi pipi kirinya yang baru saja di tampar oleh Gus Bagus. Belum ada satu jam pipi kanannya di tampar oleh Bu Nur dan sekarang pipi kirinya di tampar oleh suaminya sendiri.

"Ma-maaf-"

Ucapan Gus Bagus terpotong saat Aleta mengangkat tanganya, mengintruksi agar dirinya diam.

"Sekarang Leta tahu apa yang mas pertahankan dalam pernikahan ini, harga diri dan nama baik mas saja kan. Leta fikir, mas sedikit demi sedikit menerima Leta saat hari-hari kebersamaan kita. Ternyata Leta salah memutuskan membuka hati untuk mas.  Maaf jika selama ini Leta merepotkan mas. Leta janji, setelah ini Leta tidak akan merepotkan mas lagi dan akan menjaga nama baik dan kehormatan mas." ucap Leta datar, dengan menatap Gus Bagus dingin. Setelahnya pergi menuju kebelakang rumah untuk menenangkan diri.

Gus Bagus hanya diam terpaku, menyelami setiap ucapan istrinya itu. Tak terasa ada sesuatu yang menghujam dadanya saat melihat tangan yang batusan memukul istrinya sendiri dengan keras. Bisakah dirinya di beri kesempatan untuk memperbaikinya, bisakah istrinya melupakan apa yang dirinya lakukan itu.

"Astaghfirullahhalazim, ya allah maafkan hambamu ini yang sudah kasar kkepada istri hamba. Bantulah hamba untuk mendapatkan kata maaf dari Aleta." lirih Gus Bagus dengan menangis, menyesali apa yang telah dirinya buat.

***
Semenjak kejadian dimana Gus Bagus menampar Aleta, sudah tidak ada lagi canda tawa di dalam rumah mereka. Aleta sudah menjadi pendiam, digantikan dengan Gus Bagus yang cerewet meminta perhatian.

Dari menyiapkan sarapan, menyapu, mengepel, menanyakan apa yang di mau Aleta dan lainya...benar-benar berbeda dari sifat Gus Bagus sebelumnya yang kalem dan tenang.

Sedangkan Aleta menjadi pendiam, walau kewajiban sebagai istri selalu Aleta jalankan berbeda sekali dengan Aleta yang sebelumnya yang mana sangan cerewet dan banyak tingkah.

"Boleh mas bantu?" tanya Gus Bagus berdiri di depan Aleta yang sedang duduk dengan tangan yang mengopres pipinya yang bengkak, bekas dari dua tamparan dengan orang yang berbeda. Ucapan Gus Bagus bagaikan debu yang terbawa angin, hilang entah kemana yang tidak di hiraukan oleh Aleta.

"Sini mas yang kompres, itu pasti sakit," ucap Gus Bagus yang sudah berjongkok didepan Aleta dengan tangan yang akan terulur meraih kompresan di tangan Aleta yang langsung di tepis sang empu.

"Cukup mas cukup, anggap aja Leta gak ada di hidup mas. Anggap aja Aleta hanya benalu yang menyusahkan mas. Tadi mas bilang apa, mau kompres pipi Leta. Mas gak ingat, luka ini yang buat siapa?" Tanya Aleta sambil beranjak pergi meninggalkan Gus Bagus yang tertunduk menyesal.

Maaf mas, Leta harus bersikap tegas dengan mas sekarang. Tanpa tahu apa-apa  mas langsung menuduh Leta  dengan tuduhan yang tidak Leta lakukan. Leta gak mau kekerasan yang mas buat, akan terulang lagi kepada Leta atau bahkan anak kita. Leta hanya ingin mas sadar dengan sikap mas yang salah.

Ungakap hati Aleta sembari berjalan menuju kamar, dengan mengusap kasar air mata yang tanpa disetujui menetes dengan mulusnya.

***

Hola guys, makasih yah udah comen di part sebelumnya🤗.

Masih kurang greget gak nih...kalau kurang comen...ntar aku gregetin lagi...

Dan maaf dengan typo yang bersebaran, taukan di deskripsi sudah dibilang kalau banyak typo dimana" dan membuat kalian gak nyaman membacanya.

Ouh yah jangan lupa comen lebih banyak dari part sebelumnya okay...

Kita akan lihat bagaimana frustasinya Gus Bagus dan penyesalan Gus Bagus saat tahu kebenaranya di nex part selanjutnya😗

"Maaf Gus, itu yang sebenarnya terjadi. Ning Aleta gak bersalah dalam hal  ini" ucap Bu Tuti yang sukses membuat Gus Bagus terpaku mendengarnya.

Bagaimana bisa dirinya menuduh seseorang yang mana kebenaranya bukan seperti apa yang dirinya lihat, dan dirinya menuduh istrinya sendiri.

Udah pokoknya vote dan comen yang buanyakkkk okay...😎









Aleta [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang