Bismillahhirrahmannirrahim...
Sudah terhitung tiga hari Aleta mendiamkan Gus Bagus, bukan dalam konteks mendiamkan dan tidak melakukan tugasnya. Aleta tetap melakukan tugasnya sebagaimana hari-hari sebelumnya, hanya saja Aleta lebih banyak diam dan berbicara seperlunya kepada Gus Bagus. Berbeda di hari-hari sebelumnya, Aleta sangatlah cerewet dengan berbagai kata yang selalu keliar di setiap menitnya. Entah penting atau tidak, semua Aleta bicarakan.
Dalam tiga hari ini Gus Bagus merasa sepi, padahal dulu sebelum ada Aleta Gus Bagus adalah tipikal orang yang suka mendekam di kamar menikmati kesunyian. Mungkin karena sudah terbiasa dengan kehadiran Aleta beberapa bulan terakhir ini, membuat dirinya lebih menyukai nuansa ramai akibat kecrewetan istrinya. Dan sekarang dirinya merasakan hal yang berbeda saat melihat istrinya yang sedang mogok bicara, ada rasa tak nyaman, cemas dan sunyi di rasakan oleh Gus Bagus.
"Baju sudah Leta siapkan di atas kasur, sekarang Leta izin buat ke pesantren." ucap Aleta tanpa embel-embel mas di depan pintu kamarnya, melihat Gus Bagus yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan hanya memakai handuk yang melilit di pinggangnya.
Percayalah, secuek-cueknya Aleta sekarang. Dirinya pasti sedang menahan ke khilafanya untuk tak segera menjelma menjadi kucing garong.
"Mau mas antar ke pesantren?" tawar Gus Bagus menatap Aleta penuh harap, pasalnya dirinya sudah lama tidak jalan bersama. Entah karena kesibukannya sebagai pengajar dan mengurus pesantren, ditambah dengan masalah yang menimpa mereka sekarang.
"Gak usah, Leta bisa sendiri." ucap Leta yang bergegas menuju pesantren saat Gus Bagus memberikan izinya, tenang saja Gus Bagus tidak akan khawatir dengan Aleta karena jarak rumah mereka dengan pesantren cukup dekat hanya letak pesantren di depan rumah mereka. Jalan beberapa meter melewati gang, sudah masuk kedalam area belakang ndalem.
Gus Bagus melangkahkan kakinya menuju dapur, merasa lapar dirinya membuka tutup saji untuk melihat lauk pauk yang tersedia.
"Alhamdulillah, untuk semarah-marahnya Leta masih tetap mengerjakan tugasnya." ucap Gus Bagus saat melihat nasi putih dengan sambal dan lalaban kesukaanya.
"Eh krupuknya habis, beli di warung depan ada gak yah." guman Gus Bagus, melangkkah menuju warung Bu Wanti setelah mengambil nasi dan lauknya di piring.
"Assalammualaikum bu," salam Gus Bagus setelah sampai di warung Bu Wanti.
"Waalaikumsalam, neh Gus Bagus. Kesini mau beli apa Gus?" tanya Bu Wanti saat melihat Gus Bagus yang sedang melihat kerupung yang menggantung di depan pintunya.
"Mau beli kerupuk bu, ini satu aja."ucap Gus Bagus sambil membayar kerupuk yang di ambilnya.
"Bu, kasbon kemarin barapa yah. Nih mau bayar, mumpung suami habis gajian." ucap Bu Tuti sambil menatap Bu Wanti yang langsung membuka buku keramat hutang piutangnya, dan beralih menatap Gus Bagus yang tengah mengambil plastik kresek.
"Eh Gus Bagus disini...kemana istrinya, bisanya Aleta yang kemari?" tanya Bu Tuti sambil menatap Gus Bagus yang di balas senyum oleh Gus Bagus.
"Iya bu saya sendirian, Leta lagi di pesantren jadi saya yang ke warung." jawab Gus Bagus yang di beri anggukan Bu Tuti sambil melihat Bu Wanti yang sedang menghitung jumlah utang piutangnya itu di kalkulatornya.
"Eh iya Gus saya hampir lupa, Gus Bagus jangan marah-marah sama Aleta yah karena kejadian tiga hari yang lalu." ucap Bu Tuti saat teringat bagaimana Gus Bagus membawa Aleta masuk kedalam ruamah mereka.
"Ah, iya bu," sahut Gus Bagus sedikit canggung, dan mulai dihantui rasa bersalah saat teringat kejadian dimana dirinya menampar istrinya itu. Terlambat Bu Tuti untuk memberi pesan seperti itu kepada Gus Bagus.
"Sebenarnya yah Gus, kemaren berantem itu juga bukan salah Aleta. Saya kalau jadi Aleta mah udah entah jadi apa tuh Bu Nur sama anaknya. Makanya saya salut sama kesabaran Aleta itu." cerocos Bu Tuti sambil membayangkan kejadian tiga hari yang lalu.
"Me-memang kejadianya bagaimana bu, kenapa bisa istri saya bertengakat sama tetangga?" tanya Gus Bagus, jika persepsi dirinya salah. Maka dirinya akan semakin bertambah bersalah atas apa yang ia lakukan kepada istrinya.
"Loh, Gus belum tahu?" kejut Bu Wanti menatap Gus Bagus sekilas yang hanya di jawab gelengan kepala.
"Oalah gus,keren tuh istrinya Gus di jelek-jelekkan dengan kata-kata kasar karena udah masukkin banyak laki-laki ke dalem rumah. Di bilang perempuan gak bener dan yang lebih parah di bilang gak pantes sama Gus Bagus. Padahal sih Aleta udah sabar diem, terus saat mau masuk rumah ehh Bu Nur sama anaknya mulutnya nyerocos mulu. Yang bilang mau jadi madunya Gus lah, yang mau ngrebit Gus lah. Karena udah panas tuh si istrinya Gus, jadi deh Aleta bela dirinya. Masih mending tuha anak sama emaknya gak di gampar. Eh gak terima sama ucapan Aleta, Bu Nur gampar pipi Aleta. Kasihan Gus, istrinya sampean udah kena gamparan dua kali. Jadinya deh mereka bertengkar, lalu Gus Bagus dateng." cerocos Bu Tuti menceritakan kejadia tiga hari yang lalu dengan menggebu-gebu
"Maaf Gus, itu yang sebenarnya terjadi. Ning Aleta gak bersalah dalam hal ini" ucap Bu Tuti yang sukses membuat Gus Bagus terpaku mendengarnya.
Bagaimana bisa dirinya menuduh seseorang yang mana kebenaranya bukan seperti apa yang dirinya lihat, dan dirinya menuduh istrinya sendiri.
"Bu hutang kemaren sama sekalian saya hitung hutamg minggu ini, jumlahnya 150 ribu." ucap Bu Wanti mengalihkan fokus pembicaanya.
"Emang hutangnya apa aja, kok banyak banget gitu sih Bu?" tanya Bu Tuti dengab jiwa-jiwa ibu-ibu perhitungan muncul.
"Kemaren sih Bu Tuti kasbon sabun cuci, belum lagi rokok buat Pak Datkamanya yang setiap hari satu bungkus. Sama anaknua Bu Tuti tuh si Ando, kalau jajan kasbon terus bilangnya sih udah bilang sama emaknya." jelas Bu Wanti sambil memperlihatkan cattatan pra hutanga di buku sakralnya.
"Dasar tuh anak, jajan setiap hari gak cukup 10 ribu. Sering kasbon gini, gak bilang-bilang lagi. Awas tuh bocah, udah susah sekarang yah." gerutu drngan suara kerasnya yang di balut emosi, kalau kek gini terus mana bisa dirinya menabung hanya untuk membeli satu bedak saja untuk setiap kali datang kondangan.
Ke dua ibu-ibu tersebut terus berbicara atau dengan maksud menggibaih anak mereka masing-masing. Tanpa menyadari Gus Bagus masih terpaku dengan mata memerah menahan tangis. Menyesal dirinya yang tidak tabayun dahulu sebelum bertindak. Lalu sekarang bagaimana caranya untuk meminta maaf kepada istrinya, sedangkan Gus Bagus melihat tingkah istrinya yang enggan berbicara dengan dirinya.
***
Hola guys...Maaf yah lama up, sekarang aku baru buka jualan kecil-kecilan buat modal beli kuota sama cemilan hiks hiks😭😂
Maaf jika ada typo karena ini bari di ketik, bener-bener baru sempet ketik.😁😥 Malem lagi, ditambau matanya udah sepet. Tapi demi kalian aku paksain buat melek.
And then jangan lupa buat Comen yang sebnayak-banyaknya yah...buat tambah gairah aku untuk ngetik yang udah mulai males gini😥
Dan jangan lupa, Vote yah jangan hanya baca aja hiks hiks apa gak kasihan sama aku 😢
Selamat tidur semua...😴😴😴
KAMU SEDANG MEMBACA
Aleta [Selesai]
أدب المراهقين17+ MAAF JIKA SEDIKIT MENGANDUNG ADEGAN DAN KATA-KATA KASAR. HENDAKNYA BACA SECRET HUSBAND TERLEBIH DAHULU AGAR LEBIH MENDALAMI ALUR CERITANYA. Banyak TYPO...di benerin kalau revisi... Aleta Abigail si bad gril di sekolah maupun di luar sekolah hoby...