¹⁵ | drachenfutter

106 26 328
                                    

This chapter is dedicated to DellaNopyta
who has exchanged cultures through stories
with me and is willing to be the next witness
to the stories in this book

┏┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┓

SATELLICIOICIS SATELLITE
• drachenfutter •

┗┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┛

◖⸙◗

        CAKRAWALA MASIH CUKUP JAUH UNTUK MENELAN surya sedangkan angin berembus lembut menyentil setiap ujung dedaunan membuat kawanan itu bergetar. Arus sungai kali ini mengalir seirama dengan desis angin dan burung-burung gereja pun mulai menghiasi lengan jembatan kecil menuju jantung Jesmond Dene.

       Awan, begitulah mereka kelihatannya sore ini. Tak ingin menutupi jalan cahaya matahari, tetapi berseri menemani. Hamparan langit dengan guratan-guratan warnanya yang beragam, sedikit memberi peringatan bahwa siang hampir digantikan. Namun, tempat itu tampak semakin padat pengunjung yang mendedikasikan sore mereka untuk berolahraga, bertukar cerita, bertegur sapa, atau hanya untuk berkata, "Lihatlah di atas! Mereka seperti bagian seni yang berada sebelum angkasa!" Jesmond Dene sangat berseri. Melebihi perasaan Louis sore ini.

       Pria yang mengenakan jumper vest cokelat beserta dalamannya yang bewarna putih dipadupadankan dengan celana kain senada begitu pula sepatunya, bergumam berulang kali mencoba merangkai kata. Ia pernah membuat puisi, memang, tapi saat itu tak berima. Kali ini ia ingin memperbaikinya. Mungkin menyelipkan beberapa kata asing seperti Latin (karena tiba-tiba saja ia teringat Ian). Namun, otaknya tidak mampu dan sekali lagi, ia dikalahkan realita.

       Pohon Elm di depan mata tampak sempurna sebagai tempat berteduh selagi menunggu jalan mengantarkan Emma padanya. Louis tak membawa bunga, tangannya kosong. Mungkin bunga salah satu perantara menunjukkan cinta. Namun, Louis terlalu disibukkan kata sehingga melupakan itu. Bahkan sampai detik ini, ia masih bergulat dengan otaknya sendiri demi sebait puisi yang mengagumkan—menurutnya.

       Matahari ingin beralih ke belahan bumi lainnya, sehingga warna langit pun berubah seketika. Awan masih di sana, memerhatikan Louis dari atas ketika pasang demi pasang orang mulai melangkahkan kaki untuk pulang. Deru angin seolah membawa berita untuk mereka bicarakan bersama pepohonan sehingga dedaunan lebat pohon Elm bergetar hebat. Selama itu, Louis masih belum menemukan kata sesuai sementara sosok Emma tak kunjung tampak hingga mendekati jam makan malam dan awan di atas mulai bergandengan tangan menutupi cahaya rembulan yang mulai terbit. Tampaknya mereka sedang berdebat dengan rembulan sehingga tak ingin berdiri berdampingan.

       Louis mulai khawatir. Kini topik yang diperdebatkan dengan otaknya sendiri berganti dan otaknya memberikan dua opsi; (A) Tunggu saja karena Emma akan datang terlambat dan (B) Pulanglah karena Emma pasti sedang bersiap makan malam. Louis tak tahu harus memilih opsi yang mana. Jikalau opsi B adalah realita yang belum terjadi, maka Emma menolaknya, sedikit tanpa hormat kemarin. Louis tak ingin memercayai itu dan mencoba percaya bahwa opsi A adalah realita yang akan disambutnya.

       Mungkin malam itu awan mengalami kekalahan dalam perdebatan bersama rembulan sehingga beberapa tetes air matanya turun—meskipun tak berlebihan. Saat itulah Louis tahu, opsi B adalah jawaban yang diberikan waktu setelah ia menunggu, sehingga ia memutuskan untuk pulang meskipun jam makan malam akan dimulai. Namun, kegelapan sebelum lampu taman pertama mengantarkan seseorang padanya sehingga ia harus tinggal. Louis tahu opsi A adalah realita itu.

Satelliciocis Satellite [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang