⁵⁵ | she is the spirit of the forest

69 14 113
                                    

┏┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┓

SATELLICIOICIS SATELLITE
she is the spirit of the forest

┗┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┛

◖⸙◗

        SEMENJAK MOMEN PENGUNGKAPAN KEBENARAN ITU, termasuk alasan di balik sambungan telepon yang tak pernah diizinkan meraih Emma, Louis kehilangan kata-kata hingga akhir petang. Sebagai gantinya, sungai tak dibiarkan berhenti mengalir di sepanjang kedua pipi sehingga mereka begitu mudah bermuara ke atas lantai tempatnya berpijak.

       Hati memang terlalu sulit menerima kenyataan yang begitu pahit. Kali ini prasangka kekhawatiran menemukan bukti, ia kehabisan waktu untuk menyaksikan gadis kecilnya tumbuh. Bahkan sebelum gadis itu berusia lima tahun, dia memilih meninggalkannya yang tak bersedia berhenti bergulat dengan waktu.

       Semua kenangan itu, hampir setiap momen yang membawanya pada percakapan masa lalu, di mana kata kembali ditukar untuk mengucap syukur sebab Emma selalu menceritakan pertumbuhan seorang Sylvia yang begitu cepat. Seolah Emma menanam satu benih di atas tanah kemudian menyiraminya setiap fajar dan senja, hingga benih itu tumbuh menjadi tanaman yang begitu cantik dan siap untuk melawan musim. Lalu tanaman lainnya hadir terus menerus hingga tanah lapang milik Emma dipenuhi tanaman serupa atau sedikit beragam yang begitu menarik hati. Begitulah kecantikan Sylvia ketika senyuman masih dapat disaksikan si wanita. Layaknya hutan yang selalu menjadi teman baik dan penyelamat manusia, persis seperti arti di balik nama dia.

       Sungguhlah begitu Sylvia memainkan perannya sebagai hutan. Hari-hari bersemi itu berlalu digantikan saat terburuknya ketika tubuh perlahan melemah dan tak mampu menopang diri sendiri. Kemudian warna cokelat pada rambutnya perlahan memudar dan berjatuhan seperti dedaunan pada musim gugur. Kelanjutannya sangatlah jelas, hutan itu kehilangan kecantikan beserta kekuatan akar yang menopang pepohonan. Semuanya menjadi tandus seperti pembuluh darah Sylvia yang tak lagi mengalir maupun keringat yang tak mau menampakkan diri. Hutan itu telah mati, begitu pula Sylvia si buah hati.

       Lantas, benarkah Emma memilih nama yang salah untuk putri kecilnya? Sebab ia seharusnya mengerti bagaimana nasib hutan di akhir peradaban.

       Kebenaran pahit sungguhlah sakit. Louis masih mengingat kalimat itu tertulis di salah satu wajah kertas dalam buku puisi Ian. Kini ia merasakan sesuatu yang lebih menyakitinya ketimbang hari-hari sulit di lautan. Bahkan perjuangannya hari itu ketika berusaha melawan alam dan takdir buruk Tuhan, didedikasikan untuk keluarga kecilnya—termasuk Sylvia. Namun, tak semua hal berjalan sesuai kehendak. Kenyataan itu pula yang membuatnya meraih sebuah lampu tidur sebelum dilemparkan menabrak tembok dan hancur sudah benda itu seperti hati dia. Maka Alma yang tadinya ingin mengetuk pintu mengingatkan akan jam makan malam, segera menarik diri.

       Apabila menanyakan bagaimana keadaan Emma sendiri, maka jawabnya tak jauh berbeda dari Louis atau justru lebih buruk. Semenjak kepergian sang putri, ia tak banyak bicara. Rutinitasnya setiap pagi hanyalah membersihkan diri, kemudian terjebak di atas kursi meja makan untuk menerima beberapa jamuan sebelum mengunjungi rumah baru Sylvia di bawah naungan awan. Terkadang ia akan berdiam diri seharian di sana hingga senja menampakkan goretan jingga. Setelah itu, barulah ia kembali ke rumah hanya untuk makan malam dan membersihkan diri sebelum menyalahkan diri sendiri dan menangis di larut malam. Namun, terkadang ia memutuskan untuk sekadar membacakan puisi karangannya atau justru mengobrol dengannya seharian penuh sehingga beberapa orang dari gereja atau yang melewatinya begitu saja mulai menyebarkan rumor bahwa dia wanita gila.

Satelliciocis Satellite [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang