i | sir louis cornelius wistletone

108 17 136
                                    

┏┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┓

SATELLICIOICIS SATELLITE
sir louis cornelius wistletone

┗┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┉┛

◖⸙◗

         KETIKA HALAMAN WISTLETONE'S SCHOOL tampak senyap sebab semua orang disibukkan dengan pembelajaran, sepasang anak laki-laki justru mengendap-endap menuju sisi lain lapangan utama Wistletone's untuk sebuah aksi. Salah satu dari mereka tampak ketakutan dan hampir mengurungkan aksi yang terencana, tapi satunya lagi justru tampak bersemangat dan berkata, "Jangan khawatir, Alexis. Ini akan menyenangkan! Aku berani jamin!" Ia pun mendorong diri lebih jauh menuju objek incarannya.

       "Tapi kita bisa terlibat masalah, Knox! Aku tak ingin dimarahi ayah lagi."

       Teman sebayanya pun segera melambaikan tangan di udara. "Jangan pedulikan. Ikuti saja perintahku untuk lari setelah ini, maka kau akan selamat dari kejaran bapa."

       Meski Alexis tampak ingin melontarkan patah kata lainnya, si anak bernama Knox sudah dulu memegangi sebuah tali yang cukup tebal.

       Kini, Alexis pun terpaksa menggenggam tali itu dan keduanya menghitung dengan cekikikan—atau justru hanya Knox yang tampak bersemangat. "Satu, dua, tiga!"

       Tepat setelah hitungan itu, tali ditarik begitu kuat hingga bel berdentang berulang kali sangatlah kencang mengejutkan seisi Wistletone's School yang disibukkan pekerjaan.

       Sekiranya Knox dan Alexis sempat melontarkan tawa karena aksi itu, sebab mereka dapat melihat dari kejauhan, para murid berhamburan keluar mengira kelas dibubarkan lebih awal. Namun, seorang pria yang keluar dari ruang kelas segera melambungkan telunjuk. "Knox! Alexis! Kalian lagi!"

       "Itu ayahmu, Knox!" ucap Alexis hampir menjerit, tapi Knox segera menarik lengannya untuk berlari menjauhi si pria yang kehilangan jejak keduanya karena para murid berhambur di lapangan.

       Seharusnya seorang Louis Wistletone mendengar dentangan lonceng besar di Wistletone's School, tapi kenyataannya ia tak merasa terusik sama sekali sebab gagang telepon sedang menutupi lubang telinganya. Bibir pun berkata, "Ya, Sylvia. Aku akan pulang sore ini untuk makan malam di rumah. Sudah tiga bulan aku tak pulang. Rasanya pun, aku merindukan Remus dan—" Ia terdiam sekilas tampak memijit kening ketika rokok cerutu dijepit jemari.

       "Romulus, Papa."

       Louis bergeming seketika. "Ya! Romulus. Aku bahkan sudah lupa nama cucuku sendiri."

       Wanita di seberang pun terdengar melontarkan tawa. "Seharusnya kau tak lupa karena nama itu pemberian mama, bukan begitu? Agar nama kami terdengar seperti kisah penemu Romawi."

       "Ya, ya." Kepalanya terangguk ketika kepulan asap dibiarkan mengudara. "Emma selalu mengemas apa pun begitu sempurna. Termasuk nama cucu yang bahkan tak ia ketahui sudah ada di dunia. Diberkatilah kalian yang memiliki dua putra persis seperti keinginan Emma."

       Sylvia tersenyum di seberang sana. Namun, ia mengingat sebuah pesan yang membuatnya berkata, "Papa tidak merokok, bukan?" Hal itu pula membuat Louis segera menurunkan rokok cerutunya. "Paman Pete minggu lalu berkata kau masih suka merokok. Bukankah dokter sudah melarang itu sejak lama? Ingat soal TBC itu, Papa."

       "Tidak, Sylvia." Nyatanya pria tua itu masih saja menyesap rokoknya. "Aku tidak merokok lagi. Dan Pete itu memang suka mengadu. Mengapa harus mengadukan hal semacam itu padamu?"

Satelliciocis Satellite [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang