4. Selamat Tinggal Indonesia

511 77 3
                                    

"Yang berat adalah bukan tentang melepaskan dia untuk yang lain, tetapi mengucapkan kata selamat tinggal untuk sang tanah air."


-Story of ALBIRU.

happy reading ✨🌻

"Bir, ayo." Mentari menggandeng tangan Bir untuk masuk ke mobil mereka.

Tatapan Bir fokus ke bangunan besar yang sudah menjadi tempat tinggalnya selama ini. Ia sedih jika harus meninggalkan rumah ini. Banyak sekali kenangan yang berputar di sana, tapi ini sudah menjadi keputusan orang tuanya agar ia bisa melupakan kejadian ini dan menjalani kehidupannya seperti biasa.

Bir membalikkan badannya dan masuk ke mobil dengan perlahan. Kaca mobil ia buka selebar mungkin dan tatapannya masih tidak bisa teralihkan oleh bangunan ini. Begitu berat dan juga sulit untuk meninggalkan tempat yang sudah menemani kita sejak kecil.

"Kita akan kembali ke sini lagi," ujar Mentari dengan tersenyum lirih. Sama seperti putranya ia pun berat untuk meninggalkan tempat ini, apalagi tempat ini sudah menemaninya sejak kecil, di mana ia menjalankan masa kecil bahagia bersama orang tua dan saudara-saudaranya di sini. Sangat berat memang.

Bir menoleh kemudian memeluk bundanya. Hari esok ia akan menjalani hari-harinya di negara asing, dan harus terbiasa untuk hidup di sana.

"Jangan sedih Bir. Nanti kita akan kembali lagi." Dino berbicara lewat kaca yang berada di depan dalam mobil. Pria itu mengerti bagaimana perasaan anaknya.

Bir melihat ayahnya kemudian mengangguk pelan.

Dino mulai menyalakan mesin mobilnya kemudian beranjak pergi dari sana. Di setiap perjalanan Bir memerhatikan setiap pemandangan jalan yang ada di sana. Ia menikmati setiap detiknya di Jakarta sebelum pindah ke luar negri walaupun hanya lewat memandangi jalan saja dan juga bangunan-bangunan gedung.

Mata Bir mulai memberat. Kemarin malam bocah itu memang tidak bisa tidur, selain memikirkan perkataan Al ia juga memikirnya tentang kepindahannya di luar negri. Walaupun begitu Bir juga sudah terbiasa insomnia. Jadi wajar jika pagi atau siangnya bocah itu mengantuk.

"Bir ngantuk?" tanya Mentari yang melihat mata putranya menjadi sayu.

Bir mengangguk, "Iya."

Mentari tersenyum dan meletakkan kepala putranya di pundaknya.

"Sini tidur dipundak Bunda."

Bir mengangguk. Perlahan matanya memejam dan mulai masuk ke alam mimpinya. Mentari hanya bisa memandangi wajah putranya sembari tersenyum dan juga tangan yang mengelus rambut Bir lembut. Putranya ini sangat mirip dengannya. Matanya dan juga hidungnya sama persis dengan dia, sedangkan bibirnya adalah keturunan dari Dino.

"Bir emang tampan. Siapa dulu ayahnya?" ujar Dino yang sedari tadi memperhatikan istrinya yang sedang menatap putranya. Pria itu terkekeh saat mengatakan itu.

Mentari menatap Dino lewat kaca depan dalam mobil kemudian menggelengkan kepalanya. Sifat narsis suaminya ini tidak pernah berubah.

"Bir tampan karena aku Bundanya," balas Mentari sembari menatap Bir.

Dino tertawa kecil.

"Intinya Bir tampan karena orang tuanya kita berdua."

Mentari yang mendengar itu tertawa sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Dasar dinosaurus," ejeknya mengulangi ejekannya saat SMA dulu yang memanggil Dino dengan sebutan Dinosaurus.

Dino terkekeh, "Dasar matahari," balas Dino yang tidak mau kalah dengan istrinya.

ALBIRU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang