"Saat seorang perempuan sedang kecewa. Maka berilah ia waktu untuk menenangkan hatinya."
-Story of ALBIRU.
Happy reading ✨🌻
Gadis yang dililiti oleh selimut tebal itu masih asik memejamkan matanya. Tidak perduli dengan seruan ayam berkokok dan burung-burung yang berkicauan di atas langit. Wajahnya masih terlihat pucat, bibirnya bukan lagi membiru melainkan memutih, pucat pasi. Sedari tadi malam ia masih asik memejam dan sekarang jam menunjukkan pukul 09.00 wib ia masih terlelap, mungkin dengan ia memejamkan matanya ia bisa bertemu dengan momynya.
Melati setia menunggu Permata di kamarnya. Sedetik pun ia tidak membiarkan gadis itu sendirian. Rupanya wanita cantik itu begitu menyayangi gadis ini, anak angkat dari adiknya sendiri.
Di nakas sudah terdapat nampan berisi bubur dan juga air putih, tak lupa juga dengan beberapa obat yang dokter berikan tadi malam. Setelah Gerry berhasil membawa Permata pulang dengan kondisi pingsan, langsung saja Hero dan Melati memanggil dokter untuk memeriksanya. Tentu saja mereka khawatir, saat mereka bertanya apa yang terjadi kepada Gerry. Gerry hanya menggeleng dan menceritakan perihal ia menemui Permata di jalanan dengan baju gadis itu yang basah kuyub.
Asik tertidur tak lama gadis yang mempunyai tahi lalat di samping matanya pun samar-samar membuka matanya. Gadis itu mendesis saat kepalanya merasakan sakit. Ia menatap ke samping, melihat mamahnya yang sedang tersenyum senang dengan kantong mata yang sedikit membesar. Sudah ditebak jika Melati kemarin malam tidak tidur menjaga dirinya.
"M-mamah," panggil Permata dengan suara lemah.
"Iya sayang. Ayo minum dulu." Melati mengambil segelas air putih di nampan dan membantu Permata untuk bersandar di kepala kasur.
Permata mengangguk dan meminumnya. Setelah itu ia menaroh gelasnya kembali ke mamahnya.
"Kamu kenapa sayang? Kenapa bisa pingsan di jalan? Belum lagi kemarin hujan deras. Gara-gara kamu hujan-hujanan, kamu jadi sakit, kamu demam." Melati mengelus surai milik Permata lembut sembari menatap Permata khawatir.
Permatuk terbatuk setelah itu menjawab, "Aku nggak papa," jawabnya dengan suara yang serak dan lemah.
Melati menghela napas panjang. Ia melihat ke nakas lantas mengambil bubur yang ada di nampan.
"Makan dulu," perintah Melati dan Permata mengangguk.
Melati pun menyuapi Permata dengan perhatian. Seperti seorang ibu yang menyuapi anak kandungnya.
"Gerry yang bawa pulang kamu ke rumah," kata Melati dengan tatapan yang menatap ke bubur ditangannya.
Permata terdiam. Ia masih ingat jika bertemu Gerry di jalan.
"Dia katanya lihat kamu di jalan hujan-hujanan sambil menangis. Sebenarnya kamu ada apa Permata? Jujur sama Mamah." Melati menatap Permata dengan tatapan lembut kemudian kembali menyuapinya lagi.
Permata menerima suapan. Ia menatap lurus dengan kosong dan menggeleng.
"Nggak papa." Hanya kata ini yang dapat Permata ucapkan.
Lagi-lagi Melati mengembuskan napas. Mungkin Permata masih memerlukan waktu untuk terbuka kepadanya. Tidak apa-apa, Melati terima itu.
"Ayo makan lagi sayang." Permata menyuapkan suapannya lagi dan Permata menerima suapannya. Sampai bubur masih tersisa setengah Permata menghentikan makanannya karena kenyang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALBIRU [END]
Teen Fiction(DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA) (Note : Mengandung bawang, menguras emosi, memutar otak, jadi bijaklah dalam membaca) Kehilangan kedua orang tua saat usia dini adalah saat-saat yang memberatkan. Ditambah ketika beranjak dewasa kakek dan nenekn...